OK. DON'T WORRY. Work. Just need to work. Ini hanya tumpukan kertas. Ini selembaran kertas; beberapa kata, kalimat, berukuran A4 dan banyak kertas tidak lebih 200 halaman. Maksudku, ini tidak mengerikan, bukan ?
Aku menatap laptop dengan malas. Aku tidak akan membukanya, tidak akan. Sure, pasti ada banyak pesan email yang belum kubaca. Tapi, paling tidak, tumpukan kertas berantakan di meja ini harus kubersihkan.
This is just a stack of paper. I JUST HAVE TO READ IT, kataku pada diriku untuk kesekian kalinya. Dan, aku tidak se-lazy itu untuk memeriksa kertas itu, kan ?
Aku hanya perlu membuka dan membacanya. Mungkin, sekitar dua naskah yang perlu diperiksa. Kurang lebih, pasti begitu.
Tapi ini tentang berapa banyak naskah di mejaku... Dua. Tiga, mungkin. Ya, mungkin tiga. Atau enam, maks.
Dengan santai aku menutup mata dan mulai menghitung naskah dari paling atas. Begitu, aku menyentuh tumpukan naskah, aku ingat dengan beberapa orang yang menyerahkan naskah mereka. Ada Ms. Calista dengan naskah berjudul "5 Sen Dollars". Dan ada Mrs. Donale yang mengirim naskah berjudul "Dolls" melalui tukang post. Wait..., Bukankah aku pernah mendengar judul itu ? Apakah dia..., Seorang peniru ?
Forget it, setindaknya inspirasinya alamiah. Dan, seorang childer juga mengirimkanku naskah. Aku tidak ingat apa judulnya, tapi setidaknya jika kuhitung, aku hanya punya tiga naskah yang perlu diperiksa.
Aku membuka mata dan meraih kertas paling atas. Ketika jari-jariku hendak membuka kertas tersebut, aku ingat dengan naskah terbaru dari Mr..., Mungkin Mr. Talkative— yang tiap saat datang mencariku. Cukup banyak.
Maksudku, aku harus menyelesaikannya sekarang, bukan ? as soon as possible. Tapi, bukankah ini terlalu banyak untuk dikerjakan oleh editor sepertiku ? Dan tumpukan kertas ini juga paling tidak, naskahnya belum tentu mendapat sambutan baik bagi para pembaca.
Di meja sebelahku, Emma Wattson, Si wanita sombong sekaligus musuh berbuyutanku terus mendengus napasnya kesal setiap pagi. Setiap pagi pula, Emma Wattson selalu menyeruput Ice-cappucino, lalu menempel kertas kecil di balik mejanya. Kertas dengan judul 'How Many Scripts Are Worked On'.
Pernah kuhitung berapa banyak kertas yang ditempelnya, tapi kurang lebih hanya tiga seperempat banyaknya. Tidak banyak, hanya seperempat kecil dari yang kulakukan. Dia tidak sebanding dengan aku di masa kejayaanku— yang mengerjakan 20 naskah dalam setahun. Tapi itu dulu. Dan, aku selalu beranggapan seandainya, aku bisa kembali ke masa itu.
Tidak sengaja, Emma Wattson mendongak kearah ruang kerjaku. Lalu, tiba-tiba matanya seakan bersinar terang dan mungkin ingin membereskan tumpukan naskah di mejaku.
"Kau tidak mengerjakannya, Ms. Lie Julie ?" Dia bertanya.
"No, aku jelas akan mengerjakannya sekarang," kataku ringan. "Hanya menghitung kembali naskahnya saja."
Aku meraih naskah paling atas dengan hati-hati dan membuka naskah itu. Hanya halaman pertama yang kubuka, sepertinya naskah ini punya Mr. Talkative. Apa ini..., Judulnya "Fussy Lady" ? Darimana orang itu mendapat gagasan konyol seperti ini, jelas naskah ini tidak pantas dibaca.
Tiba-tiba pikiranku seakan mencengkeramku— sebagaimana tiap detik— oleh hayalan yang tidak pernah ada. Berdasarkan cerita yang kutonton di Troom-troom, yang punya ide gila tentang How To Deal With Others. Ide-ide itu mungkin membuat Mr. Talkative mengerjaiku dan menuliskan judul seperti ini.
Jika itu benar, aku akan segera mengembalikannya dan melanjutkan ke naskah berikut. Lebih mudah bagiku untuk membereskan tumpukan kertas di mejaku dan segera memeriksa emailku. Lagipula, hayalan itulah yang selama ini kunantikan, dimana cerita punya dua hal.
Membereskan naskah dengan mengirimkan tolakan pada naskah mereka atau menyatakan naskah mereka diterima karena tidak perlu mengoleksinya. Itu easy, tidak sesulit itu.
Senyum terpampang di wajahku ketika aku memandang keluar jendela. Aku yakin bahwa hayalanku itu terjadi— hayalanku menjadi kebenaran. Tetapi ketika, aku akhirnya membaca halaman kedua—terpancing dengan tatapan penasaran Emma—senyumku tiba-tiba menjadi aneh.
Apakah sekarang aku mendapat hadiah ? Naskah ilmiah yang dicari penerbit William, tempatku bekerja. Naskah ilmiah yang tidak pernah datang dalam setahun ini, dan kini aku menemukannya.
Tapi begitu, aku membacanya di halaman awal cerita, aku terteguh dan terdiam. Senyumku tersendat, lalu menghilang.
Don't worry! Jika kau panik, itu akan mengundang perhatian Emma Wattson untuk melihat ada apa dengan naskah yang kupegang. Naskah alias novel berikut yang akan menjadi best seller dan setelah itu, aku akan mendapat promosi. Aku hanya perlu memperbaiki naskah ini dengan baik.
Aku mengambil napas dalam-dalam dan memaksa diri untuk fokus dengan tenang. Kemudian membaca lagi dan membolak-balikan halaman tersebut.
Lalu terpikir olehku tentang Bagaimana bisa naskah ini menjadi naskah ilmiah ? Feeling-ku memang selalu benar, naskah ini tidak cocok untuk kukerjakan.
Lagipula, setiap orang mengerjakan juga tidak melihat wujud. True, aku hanya perlu menyelesaikannya.
Tiba-tiba Vee Flera, pemimpin bagian masuknya naskah dan selaku penerimaan naskah melalui media cetak maupun email mendatangiku. Tampak wajahnya merah padam, penuh dengan kemarahan. Wait... Tapi buat apa dia mendatangiku ? Apakah aku melakukan kesalahan ?
Dapat kulihat wajahku memucat. Tapi apakah aku melakukan kesalahan dengan seorang ketua pinalti, Vee Flera yang akan memberi hukuman pada setiap orang yang melanggar ? Tapi aku jelas tidak pernah melanggar aturan di kantor, terlebih lagi untuk naskah yang masuk.
Vee melemparkan tumpukan surat di mejaku. Dapat kulihat semua jadwal naskah masuk tiga bulan yang lalu, tapi jadwal siapa ini ? Ini jelas bukan jadwalku, kan ?
Tapi, aku membukanya satu-persatu kepingan dalam surat. Napasku tegang dan penuh kekhawatiran. Walau, ini jelas harusnya bukanlah jadwal naskah penerimaanku dalam jangka tiga bulanan ini. Harusnya bukan milikku.
Form: Vee Flera, ketua pinalti editor
Tertundah tiga bulan lalu:
- 5 Sen Dollars dari Ms. Calista
-Dolls dari Mrs. Donale
-Fussy Lady dari Mr. Michael
-Princess Eat dari Ms. Tesa
-Quartel dari Mrs. Diana
-Love Just dari Ms. Diana
-Little kids dari Mr. Daniel
-Chocolate dari Mr. Flamigo
Masa pengecekan yang masih berlangsung:
-Fine dari Mr. Geoger = tersisah dua bulan untuk pemeriksaan
To: Lie Julie, editor
Aku menatap pernyataan itu dengan bingung, mengerutkan alisku dan mencoba berpikir — dan kemudian tiba-tiba, kebenaran muncul di benakku. Orang lain pasti telah menggunakan namaku, lalu menukarnya dengan miliknya. Ia pasti sengaja memberikan naskahnya ke mejaku, lalu mengganti penerimaan naskahnya dengan namaku.
"Kau menundah pemeriksaan naskah lagi, Ms. Lie Julie ?" Tanya Vee.
"Tidak, Mrs. Vee! Aku tidak mungkin menundah begitu banyak!" Kataku dengan keras.
"Kau menundahnya, Ms. Lie," kata Vee.
"Aku tidak menundahnya," ujarku menoleh padanya. "Pasti seseorang telah menukar catatanmu denganku."
"Kau sudah lupa soal kau yang bilang mau menghilangkan kemalasan dengan mengambil tumpukan naskah, Ms. Lie. Bukankah kau bilang ingin memeriksa semuanya ?"
Aku merasa senyumku menghilang. Ini bukan alasan bagus sekarang. Tapi, jelas aku tidak mungkin menundah waktu pengerjaan naskah begitu lama. Lantas apakah aku menbuang waktu begitu lama ? Apa yang sebenarnya kulakukan ?
Apakah jika aku tiba-tiba mengalami Amnesia, akankah Mrs. Vee memakluminya dan membiarkanku mendapatkan pengobatan. Tidak, itu cara buruk untuk menghindarinya. Dia pasti akan datang ke rumah sakit dan membawa pil chinese, lalu membuatku mengembalikan ingatanku.
Aku menggeleng, lalu berpikir. Atau, jika aku tiba-tiba menjadi gila dan mengerjakan dalam hitungan mata di depan Mrs. Vee. Tapi bisakah aku menyelesaikannya begitu cepat ? Tidak, itu juga bukan ide yang bagus. Aku menggeleng lagi.
"Apa yang kaupikirkan, Ms. Lie ? Adakah alasanmu kali ini ?" Vee bertanya.
Ya, itu ide bagus, aku punya banyak alasan untuk itu. Jadi, sekarang aku bisa bercerita tentang sepanjang hari yang kujalani tanpa henti, seperti dongeng harian anak. Maksudku, waktu terlalu cepat untuk kugunakan sendiri. Aku butuh banyak waktu untuk ini.
"Biar kuperjelas, Mrs. Vee," ujarku. Ia mengangguk.
"Jadi, satu bulan lalu, aku tepat ada di kantor dan kurasa kau juga pasti tahu. Aku pergi menemui staf kantoran dan membujuknya untuk membantuku mengerjakan naskah. Sayangnya, ia lumpuh dan duduk di kursi roda, jadi dia tidak bisa membantuku. Dan, aku harus berbicara dengan kepala staf kantor tersebut karena telah melukai anjing kesayangannya. Ya, dia mencuri kesempatan dan menyuruhku merawatnya selama sebulan dan membuatku tidak bisa mengerjakan naskah apapun," jelasku. Dan, aku menjelaskan untuk satu bulan pertama.
"Jadi, apa yang terjadi dua bulan lalu ?" Tanya Vee, merasa empatik padaku.
"Dua bulan kemudian, acara keluarga ke rumah grandmother di Irlandia, English mengharuskanku untuk izin sebulan kerja untuk jadwal liburan selama setahun.Jika, aku tidak mengujunginya, dia akan sakit hati." Ucapku berpura-pura terteduh sedih. Sebenarnya, itu bukan jawaban sebenarnya. Ia mengundangku karena acara pernikahan sepupuku disana.
"Ya, jadi untuk tiga bulan. Apa lagi alasanmu, Ms. Lie ?" Tanyanya lagi.
"Lalu..., Tiga bulan kemudian, aku sempat menyentuh naskah di meja ini. Hanya dua naskah saja, lalu selebihnya aku baru akan menyelesaikannya sekarang." Ucapku, cukup mengakhiri kalimat terakhirku. Dan, sekarang aku butuh air untuk menghilangkan rasa letih mulutku.
Vee tahu, maksudku kemungkinan dia tahu kalau aku berbohong soal itu. Tapi, dia tidak bisa menunduhku tanpa bukti. Nampak wajahnya kesal dan penuh pencurigaan, lalu membungkuk ke hadapanku. Aku bisa melihat matanya yang kecil sinar X-ray berkilau.
"Kalau begitu, aku akan mengambil naskah ini dan menyuruh orang lain yang mengerjakannya, kecuali Fine dari Mr. Georger." Ucapnya yang segera mengambil setumpuk kertas dari ruang kerjaku, menyipitkan mata kearahku begitu, ia mengambilnya.
"Tapi, anda harus menerima hukuman, Ms. Lie. Gaji anda tetap dipotong selama sebulan, Ms. Lie," ujar Vee. Dan, begitu ia sudah menerima setumpuk naskah dalam gengamannya, aku pastikan dia sudah menjadi bad witch atau semacam penyihir jahat dalam siaran TV anak. Tidak ada yang bisa kurebut darinya. Bahkan percuma jika aku kembali menarik naskahku darinya.
"Fine, Mrs. Vee. Aku akan mengerjakan naskah ini dan..., Maybe mengumpulkannya tepat waktu," kataku bergegas membuka laptopku. Sepertinya, layar di laptopku tidak menunjukkan banyak pesan dari email. Aku menduga mungkin karena beberapa dari penulis terlalu menundah naskah mereka.
Tidak, cukup. Aku tidak peduli lagi. Aku hanya perlu menyelesaikan satu naskah—entah apa namanya, tapi aku sudah menundah waktu begitu lama. Dan, pada akhirnya, aku tidak bergerak selama beberapa menit.
"Lie ?" Aku mendongak kearah asal suara dan aku melihat Emma menengok penasaran padaku. "Apa yang sedang kau lakukan daritadi ? Bukankah kau harus menyelesaikan naskah Fine ?"
"Hampir," bohongku padanya. Saat dia mengawasiku, aku terpaksa membuka email seorang anak kecil. Kurasa dialah pemilik dari naskah Fine. Tapi siapa namanya... Mr. Georger ?
Kubuka file naskahnya, memeriksa dan mengontak-atik sejenak. Naskahnya tidak begitu banyak kesalahan untuk naskah seorang anak kecil. Secara teknik, dia hanya kurang berbakat untuk menulis ejaan kata yang benar. Selebihnya, kurasa anak ini punya kemampuan cerdas.
Dan, ngomong-ngomong soal itu, aku adalah editor naskah di suatu perusahaan penerbitan. Aku punya keluhan dalam beberapa tahun ini dan kurasa itu soal... Time. Aku tidak bisa mengatur waktu lebih baik dari seorang penulis yang menulis novel mereka. Orang dewasa sepertiku harusnya punya jadwal khusus tanpa perlu menghafalnya. Bahkan, seorang anak pun jauh lebih pintar mengatur jadwalnya daripada aku. Dan, sekarang aku sedang menunggu kalau seseorang mungkin bisa membantuku.
Tapi beberapa menit sejak aku mengerjakan, kudengar diriku mendapatkan panggilan dari Philip Brayn, CEO perusahaan penerbitan. Sebenarnya bukan suaranya, melainkan asistennya, James Will.
Dan, aku sungguh berharap kalau panggilannya tidak setengah-setengah. Maksudku, aku tidak terlalu mengenal seorang Philip selama dua tahun bekerja disini dan barangkali aku bisa mendapatkan keberuntungan jika dia membutuhkan bantuan lebih banyak dariku.
"Lie, anda disuruh menemui CEO Philip," dia berkata serak. "Harap segera menemuinya." Dan, suaranya merendah.
Panggilan untuk apa ini, aku merasa ada aura lain begitu mendengar suara rendah James Will. Apakah James mencoba memperingatkan aku tentang sesuatu ? Tapi apa ? Mungkin, ini panggilan khusus untukku. Karena itu, dia berkata serendah dan se-serak itu.
Aku bangkit dari kursiku. Selama beberapa menit, pahaku terlibat masalah dengan kursi. Ya, selama empat jam lebih, aku duduk di kursi tanpa bergerak. Dan, aku butuh melepaskan diriku dari kursi lebih dulu.
Lalu, begitu aku selesai melepaskan diriku. Aku melangkah seperti seorang model, maksudku kakiku hampir jatuh karena menggunakan sepatu tinggi hak style alah Irlandia. Dan, akhirnya aku membuka pintu ruangan Luke dan ia tampak tersenyum dingin begitu aku masuk.
"Apa ada yang bisa kubantu, sir ?" Tanyaku to the point.
Senyumnya hilang. Dia duduk di kursi besar, membolak-balikkan selembaran kertas. Mejanya dipenuhi tumpukan kertas. Ya, paling tidak, seorang Luke jauh lebih rapi daripada aku untuk membersihkan tumpukan itu. Dan, sepertinya, ia punya tugas berat.
"Kau memeriksa naskah berjudul Fine dari Mr. Georger, kan ?" Tanyanya tanpa melihatku. Hanya memperhatikan lembaran kertas yang dibaliknya. Dan, itu membuatku merasa seakan-akan tersingkirkan.
"Iya, sir," jawabku berpura-pura sedang mengerjakannya. Dan, aku jelas hanya mengerjakan beberapa halaman. Itu pun, aku melangkahinya beberapa halaman karena terlalu bosan dengan naskah remaja.
"Naskah itu punya adik sepupuku. Aku harus lebih memperhatikannya, seperti yang kau lakukan dengan naskahmu," ujarnya seakan aku tahu maksudnya. Tapi kan, tidak ada hubungannya dengan kata 'Perhatian', sepupy tetaplah hanya sepupumu. Harusnya, kau lebih membuatnya berusaha mengerjakan sendiri.
"Ya, aku tahu maksudmu dengan baik, sir Philip." Wait... Bukan itu yang ingin kukatakan. Tapi, aku juga tidak mau ditendang dari perusahaan penerbitan hanya karena melakukan kesalahan. Tidak turut pada bosnya.
"Kapan kau membuat janji menemui penulis Georger ?" Tanyanya.
"Besok." Balasku cepat.
WHAT!? Apakah aku tidak gila mengatakan itu ? Aku jelas belum menyelesaikan seperempat setengah dari naskahnya. Dan, naskahnya juga terlalu membosankan untuk kubaca.
"Aku akan ikut bersamamu. Sekarang, kau boleh kembali." Suruhnya. Dan, dia memanglah bos. Menyuruh kembali tanpa alasan, sedangkan memerintah dengan alasan. Bukankah dia harus didiskualifikasi sebagai seorang bos ?
———
"Kemalasan jelas senang menundah-nundah suatu hal"—
———