Nama gue Ray. Bukan Ray Martin bukan juga Ade Ray. Rayyan . umur gue kira - kira 19tahun. Hari ini Minggu jadi tidak sekolah. Besok Senin gue sekolah di SMA luar negeri alias swasta. Duduk di bangku bukan di lantai. Kelas 12 setahun lagi lulus sekolah. Gue anak baik-baik. Hobby gue main gitar untung nya suara gue juga mendukung. Sering ikut lomba menyanyi. Tapi tidak pernah juara. Karena lupa nyogok juri nya.
Gue anak baik-baik. Tidak pernah bolos sekolah. Tidak pernah merokok apa lagi melawan guru. Hidup gue biasa aja. Manusia biasa yang juga menghirup oksigen. Gue merasa masa sekolah gue masa paling indah. Dengan teman-teman gue yang konyol. Dan yang paling spesial adalah ada nya Tya. Pacar gue. Semenjak hadir Tya dihidup gue. Gue merasa dunia berubah.
Kali ini gue bakalan cerita tentang perjalanan cinta gue dengan Tya.
Nityas namanya. Cewek yang cantik fisik nya baik hati nya lembut ucapan nya manis senyumnya. Panjang rambut nya, mulus kulitnya, sexy badan nya. Tya sebenarnya incaran banyak cowok di sekolah gue. Tapi dari puluhan orang yang nembak. Cuman gue yang dia terima. Kita sudah menghabis kan 2tahun lamanya dengan bersama. Tidak ada sekali pun rasa curiga dengannya. Yang ada selalu rasa nyaman. Dia yang selalu tersenyum mendengar ocehan konyol ku.
Seperti hari itu. Dibawah pohon mangga orang kita duduk berdua. Sepulang sekolah melepas lelah. Tempat favorit kita adalah di bawah pohon mangga samping sekolah ditemani akang pecel bernama Ujang. Tapi akang pecel nya nggak bisa disuruh muter kayak akang gendang.
Dia duduk manis dengan fokusnya membaca buku si manis jembatan Ancol.
" Sayang " panggil gue. Membuat fokus nya hilang lalu menatap gue dengan senyum tipis dibibir nya. Duhh rasa pengen gue kecup njing.
" aku mau nanya "
" Nanya apa sayang " dia memegang pipi gue cuk.
" Kalo aku donor darah ke cewe, nanti dia punya anak nah anak itu jadi darah daging aku bukan?"
Beberapa detik dia mengernyitkan dahinya kebingungan. Tapi setelah nya tertawa dengan terbahak-bahak. Pacar gue kesurupan nih.
Humor dia sereceh itu.
Pertama kali kenal Tya sebenarnya sudah dari awal masuk sekolah. Di jaman mos, dimana kita para murid baru di siksa habis-habisan oleh senior OSIS. Saat itu gue sama Tya beda kelas. Sampai sekarang juga beda kelas.
Semua murid baru berbaris di lapangan. Kelas gue dan Tya baris nya sebelahan. Matahari panas menyengat tubuh. Murid cewek mulai merasa gelisah takut kulit mereka terbakar. Tapi tidak dengan Tya dia hanya diam saja. Dan entah kenapa gue merasa saat itu Tya paling bersinar diantara murid lainnya. Gue menatap lama ke arah Tya berbaris. Tiba tiba Tya menoleh ke arah gue. Gue terkejut. Dia tersenyum. Dalem hati gue ' masyaallah cantik nya'.
Sejak itu gue mulai stalking media sosial nya. Dan beruntung Tya cewek yang supel.
Gue mulai berani mengomentari setiap story Instagram nya.
Ketika dia upload foto Selfi di story nya. Gue koment.
" Astaga, gue kira lu upload foto bidadari. Tau nya bidadari nya elu." Dia balas emoticon ketawa. Gitu aja udah bikin aku senang.
Gue sering DM dia. Dan dia juga sering cuman read dong. Tapi akhirnya di luluh. Gue mulai minta nomer whatsApp nya. Sejak itu kita sering chating-an.
Hubungan kita hanya sebatas di media sosial. Di dunia nyata kita seolah tidak pernah saling mengenal.
Gue sering denger kalau Tya di tembak cowok. Tapi dia tolak. Dari yang ganteng sampai yang biasa aja. Dari yang romantis sampai yang bikin jijik.
Gue dengan muka pas-pas an dan dompet pas-pas an memberanikan diri untuk menembak Tya. Pada malam Jumat Kliwon, gue ajak dia ketemu di bawah pohon mangga samping sekolah. Gue tau waktu itu Tya pulang malam. Karena dia belajar seharian penuh untuk lomba olimpiade matematika. Tya memang anak yang pintar. Dia selalu mengikuti yang begituan.
Di bawah pohon itu gue dan Tya berdiri berdua an.
"Tya." Gue memegang tangan Tya. Jantung gue rasa nya mau copot. Suasana nya terasa semakin dingin.
" Aku punya sesuatu buat kamu" gue buru-buru mengambil kantong plastik yang gue simpan di bawah jok. Tya menyambutnya.
" Apa ini?" Tanya nya bingung. Tya membuka isi kantong plastik itu.
" Pistol? Untuk apa?" Tya semakin bingung alis nya menyatu.
" Iya, aku mau nembak kamu" gue gugup banget cuk.
Tya malah tertawa kenceng banget.
"Kok ketawa, aku serius"
" kalau mau nembak pakai kata aku mau jadi pacar kamu gitu. Bukan malah ngasih pistol"
" Kan nembak pakai pistol."
Dia kembali tertawa.
"Kalau kamu terima pistol itu berarti kita jadian. Tapi kalau kamu buang pistol nya yah berarti. Aku bunuh diri aja lah malu."
" Eh jangan bunuh diri." Tya menatap gue dengan senyuman di bibir nya. Beberapa menit kami saling diam. Tangan nya bergerak membuka resleting tas. Dan membuat pistol itu ke dalam tas nya.
Gue heran dan bingung melihat nya.
" Jadi kamu terima aku?" Rasa gue tidak karuan. Tya mengangguk. Gue teriak kegirangan. Melompat kesana kemari. Guling - guling di aspal. Bahagia sekali rasa nya malam itu.
Tya yang selalu ngeluarin uang ketika uang jajan gue di potong sama emak gue. Dia yang tidak pernah malu di bonceng cowok dengan motor beat. Dia yang selalu bangga mengakui kalo dia pacar gue ke semua orang bahkan ke orang tua nya.
"Mah, ini pacar aku " kala itu gue mengantar dia pulang sekolah. Lalu katanya kenalan dulu sama mamah dia. Gue ngikut aja.
Mamah nya memandang gue dari ujung kaki sampai ujung kepala. Menatap lama wajah gue. Gue merasa risih kalau ditatap begitu. Gue kira ada belek Dimata. Akhirnya gue menyapu kedua mata gue dengan tangan. Ehhh mamah nya juga ngikutin. Dia kira ada belek juga di matanya.
" Ganteng kan mah pacar aku " Tya kembali berceloteh. Mamahnya masih memproses otak. Menerima keadaan.
" Iya, mirip artis "
" Beneran mah? Artis siapa?" Tya antusias. Gue senyum lebar dibilang mirip artis.
" Kiwil, ayo masuk." Jawaban mamah nya bikin hati gue seperti di terpa angin deras terbang kesana kemari bersama hujan yang mengalir tidak hanya membasahi pipi ini tapi juga seluruh tubuh ini. Dramatis banget gue.
Tapi sejak itu, gue berusaha dekatin mamahnya Tya. Dengan cara berkomedi. Tidak perlu ganteng yang penting lucu. Akhirnya gue dapat restu dari mamahnya Tya . Dengan syarat setiap jemput Tya gue harus bawa martabak spesial.
Tya orang yang tidak pernah meribetkan suatu hal. Dia yang tidak pernah marah ketika gue main game online semalam penuh. Bahkan dia selalu bilang begini.
" Bahagia aku itu, bahagia kamu "
" Gimana maksudnya? " gue bego makanya nggak ngerti.
" Kalau kamu bahagia main game online. Aku juga bahagia. " Gue langsung tersenyum sumringah. Karena itu artinya gue boleh main game online sepuas nya.
Tya anak rumahan banget. Sehingga gue dan Tya belum pernah sekali pun hangout, naik gunung atau ke pantai seperti pasangan lainnya. Kita sering menghabiskan waktu di bawah pohon mangga setelah pulang sekolah. Di angkringan ketika malam Minggu. Atau tidak di kamar Tya.
Gue sering menemani Tya belajar di kamar nya. Orang tua Tya sibuk. Jarang ada dirumah. Tya anak tunggal. Dia selalu sendirian dirumah.
" Kamu nggak capek pulang sekolah belajar lagi?" Gue duduk di atas kasur Tya. Melihat buku-buku nya berserakan kesana kemari.
" Capek sih tapi gimana lagi. Aku harus menang ini olimpiade terakhir aku"
" Kamu capek? Sini aku bikin capek kamu hilang." Tya tau maksud nya. Dia langsung menghentikan aktifitasnya yang dari tadi bolak balik buku. Gue memeluk Tya dari belakang. Tya diam saja. Gue mulai menciumi leher nya. Tya menggeliat.
Tya membalik badan nya. Sekarang kami berhadap-hadapan. Gue mencium bibir nya beberapa kali. Tya tersenyum.
Gue mulai melumat bibirnya. Tya membalas lumatan gue. Tangan nya menggantung di leher gue. Lumatan nya semakin ganas. Beberapa kali menggit lidah gue. Tya memang selalu handal kalau sudah begini. Gue membuka kancing baju Tya. Sejak tadi kami masih memakai seragam sekolah.
Seragam Tya terlepas. Gue melepas lumatan nya. Tya hanya memakai bra. Seksi sekali.
Gue melapas kaitan bra Tya. Mengajak nya naik ke atas kasur.
Terpampang jelas payudara Tya yang bulat sempurna. Dengan puting berwarna pink.
Gue mulai menjilat puting Tya.
" Ahhhh" dia mendesah.
Desahan Tya seperti melodi indah. Mambuat gue semakin bergairah. Sebelum kejadian nya berlanjut. Gue menghentikan kegiatan mesum kami.
Tya masih menggeliat. Gue mengusap rambut Tya dengan lembut. Lalu pergi ke kamar mandi buat melampiaskan nafsu gue yang tertahan.
" Kamu anak baik-baik Tya. Aku nggak mau kamu rusak karena aku. Cukup menikmati bibir sama dada kamu aja udah cukup. Selanjutnya nanti kalau kita udah nikah ya."
Tya mengangguk sambil tersenyum.
Begitu lah yang terjadi jika kami hanya berdua dikamar. Tidak hanya sekali dua kali. Sudah puluhan kali kami melakukan nya.
" Aku sayang banget sama kamu. Aku janji bakalan nikahin kamu. Kita akan selalu bersama sampai tua nanti." Begitu lah janji ku kepada Tya. Aku selalu mencintainya selamanya.
" Tya cowok idaman kamu seperti apa?" Tanya gue suatu hari. Saat itu kami sedang menikmati bakso di pinggir jalan. Sambil melihat orang-orang bersepedaan di pagi Sabtu.
" Aku nggak pernah memandang fisik. Cuman cowok idaman aku yang pakai baju loreng-loreng."
" Kalo gitu nanti aku setelah lulus masuk Akademi militer demi kamu."
" Beneran?" Tya sumringah.
" Iya, biar kamu makin sayang aku."
Tya tersenyum lalu mencium pipi kanan gue.
" Kamu gini aja aku udah sayang banget." Sejak itu gue mulai rajin olah raga fisik. Gue juga ngumpulin berbagai informasi tentang tentara dan sekolah-sekolah akademi militer. Tentu saja dengan dukungan Tya di samping gue. Yang juga menemani gue buat nge Gym tiap 3kali seminggu. Memberi informasi yang dia tau tentang Akmil. Gue selalu ingin jadi yang terbaik buat Tya.