Chereads / INDESCRIBABLE FEELING / Chapter 18 - Games and Love Plans

Chapter 18 - Games and Love Plans

Haruskah aku mengatakan semua hal padamu bahwa aku memendam sejuta rasa untukmu? Haruskah aku mengungkapkan bahwa aku benar-benar tak mau kehilanganmu? Tapi, mengapa selalu ada rasa takut yang menyelimuti relung kalbu hingga membuatku ragu untuk mengungkapkannya padamu.

Aku takut jika kau menghilang dan menjauhiku karena sikapku yang menjijikan, aku takut jika kau menolakku karena segala kekurangan yang ada pada diriku.

Apakah cinta serumit ini?

"Jika kau ingin mendapatkan hati seseorang, cari tahulah apa yang ia suka, dengan demikian kau bisa mendapatkan cintanya dengan mudah."

Perkataan itu selalu terngiang di telingaku. Bagaimana caranya aku mengetahui semua hal tentang Jianghan, yang kutahu dia hanya menyukai olahraga dan buku bacaan. Menyukai sosok pria berotak cemerlang ternyata sangat menyusahkan.

Jam berdenting dengan syahdu sayup-sayup angin malam mulai menyelinap masuk ke kamarku. Malam ini agak murung tanpa bintang, hanya ada sang rembulan yang kokoh menyinari gelapnya malam walau ditutupi sang awan hitam.

"Kurasa malam ini Jianghan masih sibuk dengan buku bacaannya hingga tak ada waktu tuk membuka sosial medianya." gumamku yang menaruh ponselku dengan penuh kecewa sembari terus memandang langit malam memperhatikan bulan yang masih kokoh bersinar tanpa seorang kawan.

"Andai bulan bisa berbicara, pasti ia akan menyampaikan pesanku pada Jianghan bahwa aku masih menunggu pesan singkat darinya. Semoga ia segera melihat seluruh postingan sosial mediaku." gumamku yang mencoba berbicara pada sang rembulan.

Kunikmati hembusan angin yang berhembus lembut menerpa wajahku dan sang rindu yang tiba-tiba saja datang melengkapi malam ini.

Sementara itu, di balkon lantai dua di sebuah rumah mewah terlihat seseorang tengah duduk ditemani secangkir teh dan buku di genggamannya. Namun, tiba-tiba hembusan angin malam mencoba mengacaukan konsentrasinya hingga menutupi halaman bacaannya. Sosok itu mulai menatap langit dan merasakan hembusan angin malam yang lebih dingin dari biasanya. Tiba-tiba pikirannya mulai terbayang akan sosok seseorang, ia mulai menutup buku dan segera meraih ponselnya.

Pria itu mulai menyeringaikan bibirnya ketika melihat ponselnya penuh dengan notifikasi sosial media.

"Apa yang ia lakukan? Kurasa Chen Lin sudah benar-benar gila hingga membuat postingan sebanyak ini." ucapnya yang terus membaca satu per satu unggahanku. Pria itu adalah Jianghan, pria yang baru saja terketuk hatinya untuk memeriksa sosial medianya.

Tiba-tiba ponselku berdering nyaring, nampaknya ada pemberitahuan baru dari sosial mediaku.

"Kau belum tidur?" Tanganku tiba-tiba gemetar membaca pesan singkat ini. Pesan itu dari Jianghan. Berkali-kali kucoba untuk mengusap kedua bola mataku barangkali ini hanyalah mimpi.

Kulihat kembali tulisan "Xiao Jianghan is typing…"

"Hey gadis menyebalkan, mengapa kau tak membalas pesanku?" balasnya lagi pada ruangan obrolan pribadi sosial mediaku. Kuberanikan diri untuk mengirimkan balasanku padanya.

"Aku belum mengantuk. Ada urusan apa kau mengatur hidupku?" balasku, terlihat Jianghan masih mengetik dan membalas pesanku. Entah mengapa, emosiku selalu meningkat jika ia mengirimkan pesan singkat yang menyebalkan semacam ini, seenaknya saja mengataiku sebagai gadis menyebalkan, apa dia tak menyadari dirinya sendiri.

Tak bisakah ia bersikap lebih manis padaku? Aku benar-benar muak dengan sikap dingin Jianghan, tapi jika sehari tanpanya aku bisa sangat rindu.

"Kau tahu, seluruh unggahanmu memenuhi berandaku. Kau bukannya mengerjakan PR, malah mengarang kata-kata ambigu seperti itu." Terkejut aku membaca balasan singkat dari Jianghan. Aku menulis kata-kata ambigu? Apa dia tak bisa merasakan bahwa seluruh unggahanku itu merujuk padanya? Ini benar-benar gila, pria ini bukan hanya menyebalkan tetapi juga tak peka dengan perasaan wanita. Benar kata orang, jika hati dan perasaan Jianghan sudah mati.

"Ini urusanku bukan urusanmu!"

"Tentu ini juga urusanku, karena unggahanmu mengganggu ketenanganku. Kau membuat banyak sekali notifikasi, hingga membuat ponselku berdering setiap saat bahkan karena ini kau membuatku tak fokus dalam belajar." balasnya kali ini membuat darahku mendidih, rasanya dinginnya angin malam tak mampu membuatku kedinginan.

"Belajarlah dan baca semua bukumu sampai kepalamu botak. Aku takkan mengganggumu lagi!" balasku dengan penuh kekesalan.

Ku taruh ponselku di atas meja.

"Aku harus mencari cara supaya ia bertekuk lutut padaku, aku tak mau mencintai seorang diri seperti ini dan Jianghan juga harus merasakan apa yang kurasakan. Aku akan membuatmu terheran-heran dengan sikapku esok, Xiao Jianghan." gumamku kali ini yang ingin membalaskan dendam pada Jianghan yang selama ini bersikap sok jual mahal terhadap semua perasaanku.

Malam berganti siang, sang rembulan kembali bertukar pekerjaan pada sang surya. Hari ini, hari yang cerah di mana mentari bersinar dengan ramah menebar semangat membuang rasa lelah. Kuawali hariku dengan mengayuh sepeda kesayanganku, kali ini aku takkan menyapa apalagi mendekati Jianghan. Aku harus menjaga jarakku dengannya dan menahan semua keinginanku untuk selalu dekat dengannya, supaya dia tahu bagaimana rasanya di acuhkan seperti yang ia lakukan selama ini padaku.

Pagi itu, kulihat Jianghan ada di pertigaan tuk menyebrang jalan, namun dengan sekuat tenaga ku abaikan dia dan fokus dengan mengayuh sepedaku. Hari itu Jianghan hanya menatapku aneh seakan ada suatu hal yang berbeda dengan diriku.

"Lin!" panggil seseorang dengan lantangnya, kutarik rem sepedaku dengan kuat kulihat seorang pria mencoba menghampiri sepedaku dan pria itu segera menambah kecepatan kayuhannya demi meraihku.

"Lian?"

"Selamat pagi, Lin." sapanya sembari mengatur napasnya.

"Pagi, Lian." jawabku sembari menebar senyum hangat pada Lian, sosok pria baik dari kelas A. Namun, tiba-tiba saja mataku tertuju pada Jianghan yang tengah mengayuh di belakangku dan mencoba membalapku, ia hanya melirikku ketika aku berdiri bersama Lian di pinggir jalan.

"Ayo kita berangkat ke sekolah bersama." ajaknya yang membuatku menggangguk setuju. Selama di perjalanan Lian selalu melirikku, sepertinya merasakan suatu hal yang janggal antara aku dan Jianghan.

"Lin, mengapa kau tak pergi bersama dengan Jianghan? Bukankah biasanya kalian pergi dan pulang bersama?" sidik Lian yang mulai mencium bau-bau keanehan antara aku dengan Jianghan. Aku hanya meringis membalasnya.

"Apa kau sedang ada masalah dengan Jianghan?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan dan mencoba mengorek semua hal yang ada pada diriku.

"Ah, tidak Lian. Aku hanya ingin berangkat sendiri saja, lagipula Jianghan mengayuh sepedanya sangat cepat, aku tak bisa mengimbanginya, jadi kuputuskan untuk pergi sendiri." Lian mulai menggangguk paham.

"Tak apa, supaya tak sendiri pagi ini kau kutemani." jawabnya yang tersenyum lebar. Aku hanya tersenyum membalasnya.

Sebenarnya aku tak tahu, apakah langkah yang kupilih ini benar atau tidak. Tapi, kurasa Jianghan juga kesal ketika ia melihatku dengan Lian, aku bisa merasakan tatapan tajamnya ketika ia melirikku. Tapi, ya sudahlah biar dia belajar bagaimana menghargai perasaan seseorang. Selama ini, ia juga banyak digandrungi dan dikagumi para gadis di sekolah dan aku tetap baik-baik saja walau rasanya ingin sekali marah.

"Lin." sapa Shu In dan Fen sembari melambaikan tangannya. Aku bergegas berlari menghampirinya.

"Kau pergi ke sekolah dengan Lian? Mana Jianghan?" tanya Fen yang nampaknya juga sedikit curiga.

"Benar, Jianghan pergi sendirian. Kau tahu, wajahnya terlihat sangat masam dan mengerikan." tambah Shu In.

"Ada suatu rencana yang ingin kulakukan pada Jianghan, aku sudah muak diperlakukan seperti ini dengannya." jawabku kali ini melirik Fen dan Shu In secara bergantian.

"Rencana? Rencana apa yang kau maksud?"

Aku mulai mengangkat nakal kedua alisku dan menatapnya.

"Ayo, akan kuceritakan saat kita berada di kelas nanti." ajakku yang merangkul kedua sahabatku yang masih kebingungan.