Chereads / Jawara Paranormal / Chapter 14 - Keputusan Terakhir

Chapter 14 - Keputusan Terakhir

Manna mengeluarkan seluruh energi spiritualnya untuk memusnahkan siluman yang terpanggil.

Dia menggunakan mantra api hitam.

Setelah menggunakan itu dia terkapar lemas tak berdaya, seluruh energinya telah habis dalam satu serangan pamungkas miliknya.

Api hitam yang muncul membakar semua yang ada dihadapannya bahkan tanpa tersisa sedikitpun baik itu tulang atau pun abu.

"Luar biasa."

Kata Jaka yang menyaksikan kemampuan dari seorang ahli nujum berbakat.

Ami langsung bersiap menjaga tubuh Manna yang lemah dan tak sadarkan diri. Selain Manna, Satria juga mendapatkan luka yang cukup dalam.

Luka itu menembus tubuh Satria saat dia menggunakan serangan terakhirnya untuk memurnikan Lampir. Tapi sayang itu tidak berguna, kekuatan yang Lampir itu miliki lebih daripada yang mereka duga.

Sutri segera menutup luka Satria, beberapa dukun lain juga ikut membantu.

Beruntung luka itu tidak membahayakan nyawanya, mungkin berkat daya tubuhnya yang kuat dia berhasil selamat dari maut.

Cukup beberapa detik Satria sudah sadar.

Ingatannya masih terekam jelas bagaimana dirinya bisa mendapatkan luka tersebut.

"Sial aku gagal memberikan serangan terakhir."

"Itu sudah jelas mantra milikmu tidak mungkin bisa memurnikan siluman sekelas legenda urban."

"Aku tau itu tapi tidak ada hal yang bisa kita lakukan lagi."

Sutri dan Satria saling berdebat.

Arya datang mendatangi Satria yang terluka.

"Kupikir kau tidak akan selamat."

"Maaf tapi aku tidak mati semudah itu. Sepertinya ada hal hebat terjadi saat aku pingsan ya."

"Kau benar-benar pingsan atau tidak sih. Barusan Lampir menggunakan kekuatan pusaka cincin solomon untuk memanggil siluman."

"Hah?! Apa itu mungkin bisa terjadi."

"Tentu saja mungkin, jika itu cincin solomon. Aku tidak tau bagaimana dia bisa mendapatkan cincin itu."

"Manna! Apa yang terjadi padanya?!."

Satria melihat Manna yang tidak sadarkan diri.

"Manna baru saja menggunakan mantra api hitam untuk melenyapkan siluman yang Lampir panggil, dia saat ini tidak akan sadar dalam waktu singkat karena dia sudah menggunakan semua energi spiritualnya."

Kata Sutri yang menjelaskan kepada Satria.

"Begitukah syukurlah jika dia hanya kelelahan saja."

Roh Agung Paimon mulai memudar sepertinya Rosa tidak bisa menjaga wujudnya lebih lama lagi.

"Sepertinya Paimon sudah kembali ke dunia roh, sayang sekali sepertinya ini akhir untuk kalian."

Satria mencoba berdiri dengan segenap kekuatannya.

"Itu belum pasti, kami masih bisa bertarung."

"Hoh... meski dengan luka seperti itu kamu masih ingin bertarung denganku. Sungguh pria yang berani aku suka dengan orang seperti dirimu."

"Terimakasih, tapi maaf aku tidak menerima pujian dari seorang siluman sepertimu."

"Ahhh... kakak ini merasa sakit hati mendengar itu. Bukankah itu sungguh tidak sopan menyakiti hati seorang wanita sepertiku."

Semua dukun sudah terlihat kelelahan akibat pertarungan panjang ini.

"Rosa bagaimana keadaamu?."

"Aku cukup baik kurasa, tapi aku sudah tidak kuat lagi semua, aku sudah mencapai batas."

Semua roh yang Rosa panggil menghilang semua, dia tidak bisa menjaga wujud mereka.

"Maaf aku tidak berguna."

"Jangan seperti itu, kita akan bekerja sama untuk mengalahkannya."

"Tapi tidak ada hal yang bisa kita lakukan, semuanya sudah kelelahan, Manna tidak sadarkan diri dan Satria sebagai daya tempur terkuat sudah menerima luka yang fatal, kita tidak bisa bertarung lagi."

Rosa melanjutkan.

"Padahal aku yang menyakinkan dirimu jika kita bisa menang tapi malah mengatakan ini padamu, aku minta maaf."

Jaka menerima fakta yang Rosa katakan, memang benar pertarungan kali ini tidak bisa dianggap remeh.

Semua sudah berusaha semaksimal mungkin tapi itu semua tidak berarti apa-apa.

***

"Ini mustahil, tidak mungkin terjadi pada kakak, katakan padaku jika ini memang mimpi."

Kedua orang pria dan wanita sedang berdebat sengit mengenai kejadian yang menimpa kakak mereka.

"Sayang sekali tapi memang seperti itu fakta yang terjadi."

Wanita itu tidak mempercayai apa yang dia lihat, dia dengar dan dia ketahui.

Dia terus menolak untuk mempercayai berita kebohongan yang ditulis oleh seseorang yang tidak bertanggungjawab.

"Aku tidak percaya, itu mustahil berita ini pasti salah, kakak tidak mungkin selemah itu."

Dari beranda rumah terdengar suara keras mereka yang terus beradu argumen hingga pelayan di rumah mereka tidak dapat berbuat apa-apa.

"Aku tidak terima ini, akan aku sampaikan pada ayah. Bahwa aku akan menolong kakak."

"Tunggu Anjani! Dinginkan pikiranmu dulu. Jika kau pergi kesana tanpa persiapan itu sama kau mencari mati."

Wanita itu adalah Anjani, salah satu anggota inti klan Kartanegara.

Anjani meneteskan air matanya saat keinginannya untuk menolong kakaknya dihentikan oleh Dewa.

"Lalu apa yang harus kita lakukan! Katakan Dewa."

"Kita harus menunggu, itu yang harus kita lakukan saat ini. Pihak asosiasi tidak akan tinggal diam melihat hal ini, pertarungan kedepannya akan sangat sulit untuk ditaklukan."

Dewa mencoba menenangkan Anjani yang diliputi rasa kekhawatiran yang berlebih.

"Kakak Diana adalah orang yang kuat, dia pasti akan baik-baik saja."

Anjani masih terus menangis, akhirnya pelukan Dewa menenangkannya.

"Aku yakin ayah pasti melakukan sesuatu, kita tunggu hasilnya dari ayah. Jadi jangan menangis lagi ya."

"Aku mengerti, bodoh..."

***

Kembali pada apa yang terjadi pada Satria, dia sekarang sedang berhadapan dengan salah satu legenda urban, Lampir.

Kondisi pertarungan ini sudah menjadi berat sebelah, dikubu para dukun mereka sudah kehabisan banyak stamina dan energi. Dan Satria juga menderita luka yang cukup parah.

Satria mengambil pusaka miliknya kembali.

"Apa kau yakin ingin bertarung dengan semua luka itu?."

"Tentu saja, jika ini berarti aku bisa menang akan aku lakukan."

"Baiklah, aku kagum dengan tekad yang kau miliki, karena itu akan aku beri tawaran untuk kalian, jika kalian memberikanku wanita itu kalian akan selamat bagaimana?."

Lampir itu langsung menunjuk Manna yang sedang tak berdaya.

"Jika kalian memberikanku wanita itu kalian akan selamat, itu tawaran yang sepadan bukan. Satu nyawa untuk menggantikan nyawa kalian semua."

Semua memikirkan tawaran yang Lampir itu katakan, dalam pikiran mereka terjadi perseturuan antara logika dan hati nurani mereka.

Sutri merasakan atmosfir kebencian, dengan menyatunya tubuhnya dengan gen siluman dia bisa merasakan aura manusia. Kali ini aura yang dia rasakan adalah kebencian.

Saat dia hendak berbicara, Satria memulai duluan dengan membuka ucapan.

"Tidak mungkin aku mempercayai apa yang siluman itu katakan. Jika kalian menerima tawaran itu kalian benar-benar hina."

"Tepat seperti yang Satria katakan, jangan percaya dengan ucapan seorang siluman, tidak ada yang tau apa yang akan dia rencanakan kedepannya. Kita harus selalu berhati-hati."

Kata Jaka yang mempertegas bahwa dia tidak akan termakan hasutan siluman.

Meski dengan tubuh yang terluka Satria masih tetap memaksakan dirinya untuk bertarung.

"Mari kita selesaikan ini."

Namun itu semua tidak berguna, luka yang dia dapatkan sangatlah fatal.

Satria menekan energi ke tumpuan kakinya agar dia tidak roboh. Sutri yang ada di sebelahnya menahan tubuh Satria.

Bahu kiri Satria tertusuk kembali.

Kali ini benda yang menyerupai jarum besar baru saja menambah luka baru di tubuh Satria.

Tubuh Satria langsung tertarik menuju tempat Lampir berada.

"Wajahmu lumayan tampan, sayang jika harus membunuh pria tampan sepertimu."

"Ugh, hah..hah...hah...hah."

Satria memuntahkan darah, jika terus seperti ini nyawa Satria akan mati.

Dengan kemampuannya Arya mendekati siluman itu dan hendak memberikan serangan kejutan untuk membebaskan Satria. Namun, kehadirannya telah disadari, ular yang menjadi sihirnya langsung mencengkram erat tubuh Arya.

"Percuma saja, kalian pasti akan mati. Aku juga sudah memberikan tawaran satu nyawa untuk kalian semua. Tapi kalian malah mendengarkan ocehan bocah ini, tawaranku masih berlaku, loh..."

Perdebatan batin memenuhi pikiran Jaka, dia yang merupakan pemimpin tim harus memikirkan jalan keluar dan menyelamatkan semua dukun yang ada disini.

Menyerahkan Manna sama dengan keselamatan, itu menjadi pilihan yang paling rasional dan logis. Namun hati tidak sejalan dengan logika, pikirannya masih memikirkan apa yang Satria katakan.

Dia melihat kembali keadaan para dukun yang bersamanya, semuanya sudah diambang batas. Terlalu angkuh jika dibilang bila mereka menghadapi salah satu legenda urban dengan dukun seperti mereka.

Meski Jaka kuat tapi dia tidak bisa menandangi kekuatan dari legenda urban, dia sudah tau itu tapi semangat membara untuk mengalahkannya telah menghilangkan rasa takutnya.

Pilihan ada ditangan Jaka.

"Bagaimana ketua, aku memberikan pilihan untuk keselamatan semuanya. Pikirkanlah matang-matang."

Pada akhirnya Jaka memilih keputusan.

Setelah dia mengetahui berapa banyak nyawa yang bisa dia selamatkan bila hanya menyerahkan satu nyawa saja.

Dia memaksakan logika itu, dia menyakinkan kepada dirinya sendiri bahwa itu adalah pilihan yang benar.

Jaka memilih untuk menumbalkan Manna demi keselamatan semuanya.

Saat ini dia berdiri di depan tubuh Manna yang terbaring lemah, kemudian dia berkata.

"A-aku... terima tawaran itu."

Semuanya bereaksi dengan keputusan Jaka.

Sutri langsung merasakan aura dari dukun yang lain.

---Syukurlah aku bisa selamat---

---Tapi aku merasa kasihan dengan dia---

---Satu nyawa untuk semuanya, itu lebih masuk akal---

---Sudah kuduga melawan legenda urban sama saja dengan mati---

---Pilihan yang bagus ketua---

Sutri langsung meneteskan air mata ketika mendengar itu, sekali lagi dia dikhianati oleh orang yang dia percayai.

Sutri langsung memeluk tubuh Manna yang tidak berdaya.

"Kau, apa yang kau katakan! Kumohon tarik kata-katamu itu."

Sutri melihat wajah Jaka yang telah berputus asa, dia tidak bisa mengorbankan banyak nyawa hanya untuk satu orang.

"Ini adalah pilihan yang terbaik."

"Tidak, tidak, tidak, tidak aku menolak itu!."

Sutri meneteskan air matanya.

Lampir itu langsung tersenyum bahagia mendengar keputusan Jaka.

"Pilihan yang bijak anak muda."

Jaka berbicara dengan Sutri.

"Maafkan aku, ini adalah pilihan yang terbaik."

Tubuh Manna langsung melayang menuju Lampir.

Satria dan Arya langsung terbebas dari sihir yang mengikat mereka.

Saat ini Manna berada di genggaman siluman Lampir.

Sutri tidak bisa berhenti menangis, dia tidak terima dengan keadaaan ini.

Hilangnya Lampir bersama dengan Manna menutup akhir dari pertarungan ini.

Lampir benar-benar lenyap.

Semua dukun menundukan kepala mereka untuk menghormati kepergian Manna.

Satria kemudian berkata.

"Kenapa kalian semua seegois ini? Hoi, aku benar-benar tidak terima ini."

Meski dilanda luka yang perih, Satria tetap berdiri tegak untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan.

"Kalian menyebut diri kalian sebagai dukun? Inikah yang kalian sebut dengan pengorbanan, tidak masuk akal!."

Jaka mencoba menenangkan Satria yang sedang naik pitam.

"Satria, pikirkanlah kembali, inilah yang bisa menyelamatkan kita semua."

Dengan penuh emosi Satria langsung menggengam kerah baju Jaka dan berkata.

"Itulah yang namanya egois."

Jaka tidak bisa membalas perkataan Satria.

"Apa yang akan kau lakukan Satria?."

Kata Arya.

"Tentu saja menyelamatkan wanita cerewet itu. Lubang itu masih ada bukan, jadi aku masuk kesana dan menyelamatkannya."

"Tunggu Satria itu tindakan gegabah. Lubang itu mengarah ke dunia gaib"

Jaka mencoba menghentikan Satria.

"Aku tidak ingin mendengar itu darimu."

Satria menutup lukanya dan bersiap pergi ke dunia gaib.

"Hei gadis kecil apa yang kau lakukan?."

Sutri yang berdiri disamping Satria berkata.

"Aku juga ikut denganmu. Aku tidak bisa membiarkanmu menyentuh Manna, aku yang akan menyelamatkannya."

"Terserah."

Saat akan berjalan menuju tempat Manna berada, Arya yang merupakan senior Satria berdiri dihadapnnya.

"Jangan hentikan aku."

"Jika kau sudah bertekad tak mungkin aku menghalangimu. Pergilah, pastikan untuk kembali."

"Tentu saja."

"Satria tunggu, biarkan aku---."

Satria langsung menampar tangan Rosa yang ingin menyentuhnya.

"Jangan sentuh aku."

"Maaf..."

"Tunggu sebentar Satria, biarkan aku ikut denganmu. Dengan kemampuanku aku bisa menyembuhkan lukamu, kamu tidak mungkin bertarung dengan kondisi seperti ini bukan."

"Baiklah."

Arya menyerahkan sesuatu kepada Satria.

Benda itu adalah gulungan.

"Gunakan ini jika kau ingin kembali, aku sudah menaruh mantra yang membuatmu kembali ke dunia manusia."

"Terimakasih mas Arya."

Satria, Sutri dan Ami masuk ke dalam lubang yang menghubungkan dunia manusia dan dunia gaib.

Mereka pergi untuk menyelamatkan Manna.

Kali ini Satria akan membalas dendam.