Setelah menerima email tentang ekspedisi tersebut, Satria pergi ke tempat pertemuan dengan klan Majapahit, di Kota Wonogiri.
Satria menggunakan kereta untuk berangkat kesana, karena kereta merupakan transportasi dengan harga ekonomis dan cepat.
Setelah lama menunggu di ruang tunggu, kereta jurusan Jakarta-Wonogiri sudah tiba di peron 5.
Kereta berhenti dengan mulus, suara khas kereta yang berhenti terdengar dengan jelas.
Kondektur keluar dari kereta dan membuka pintu masuk bagi penumpang untuk masuk ke dalam. Ruang gerbong kereta mulai dipadati oleh penumpang lain, Satria segera masuk sebelum dia tidak menemukan bangku miliknya.
Berjalan mengelilingi gerbong kereta 5, Satria sedang mencari lokasi bangku miliknya yang tertera di tiket yang dia bawa.
B-13 adalah nomor bangku yang tertera pada tiket miliknya.
Satria duduk di bangku sambil menunggu kereta berangkat.
Biasanya kereta akan berangkat 15 menit setelah kereta berhenti di stasiun, beruntung kereta yang Satria pesan menyediakan pengisian charger gratis.
Daya baterai hp milik Satria sudah menyentuh angka di bawah 10 %, tidak ingin hpnya mengalami low batteray Satria langsung memanfaatkan fasilitas yang ada disediakan kereta.
10 menit sudah berlalu.
Kereta sudah mulai mengerakkan roda miliknya dan mulai berangkat.
Perjalanan dari Jakarta menuju Wonogiri memakan waktu sekitar 7 jam 50 menit, dalam waktu yang relatif cukup lama itu Satria menghabiskan waktunya dengan tidur.
Meski tidak mungkin dia akan terus tidur dalam rentang waktu begitu, apalagi sekarang masih siang.
Kereta berjalan cukup cepat.
"Aku lapar, sebaiknya aku pergi ke kereta makan."
Kereta makan adalah bagian gerbong kereta yang menyediakan fasilitas makan layaknya restoran.
Satria berdiri dari bangkunya dan berjalan menuju gerbong kereta makan.
Saat berada disana dia menjumpai banyak orang yang datang, pada akhirnya dia kesulitan mendapat kursi kosong.
Satria bertanya pada salah satu pegawai disana apakah masih ada kursi kosong.
"Permisi masih adakah kursi kosong disini."
Pegawai itu menjelaskan.
"Ada satu pak disana tapi anda harus berbagi dengan penumpang yang lain, bagaimana?."
"Tidak apa-apa, aku sudah sangat kelaparan."
Pegawai itu mengarahkan Satria ke tempat duduknya.
Tempat itu diisi oleh kedua gadis, Satria harus dihadapkan dengan kondisi makan bersama dua gadis.
"Mohon maaf sebelumnya, kiranya kalian ingin berbagi tempat duduk dengan pria ini, dikarenakan semua tempat sudah penuh dan hanya tersisakan tempat kalian jadinya saya membawanya kesini."
Pegawai itu bersikap dengan kode etik pegawai, dia menebarkan senyum lebarnya kepada penumpang yang sedang menikmati makanannya.
Kedua gadis itu menatap Satria.
Cukup canggung mungkin bila duduk bersama dengan para gadis apalagi orang yang belum dia kenal dan baru saja dia temui, Satria mendapat tatapan yang agak tajam.
Gadis berambut panjang berkata.
"Tentu saja silahkan."
"Terimakasih, silahkan pak."
"Baik, permisi ya."
Kata Satria dengan wajah yang cukup canggung.
Setelah Satria duduk, pegawai itu memberikan kertas menu makanan kepadanya.
"Apa yang ingin anda pesan, pak?."
Satria melihat menu makanan yang tersaji, dan ternyata dia menemukan makanan kesukaannya.
"Aku pesan nasi goreng saus tiram dan jus jeruk."
"Nasi goreng tiram dan jus jeruk ya, mohon tunggu sebentar."
Satria mengembalikan kertas menu makanannya kepada pegawai, bersamaan dengan itu pegawai tersebut meninggalkan Satria bersama dengan kedua gadis yang duduk dengannya.
Gadis yang pertama berambut pendek, dia terkesan seperti orang yang ceria dan bertingkah seperti anak kecil. Bulu matanya lumayan lentik dan tekstur wajahnya juga imut, dia seperti gadis imut idaman para lelaki.
Untuk gadis yang kedua bernuansa seperti seorang wanita dewasa, rambut hitam yang menutupi sebelah matanya menambah kecantikannya dan sisi misterius sangat terasa sekali.
Satria duduk tenang sambil menunggu makanannya.
Gadis yang kedua membuka percakapan dengan Satria.
"Tidak keren lo berdiam diri saja dan tidak mengatakan apapun, sebagai pria harusnya membuka obrolan dengan kami."
"Maaf karena kita belum kenal rasanya agak sungkan berbicara dengan kalian, kupikir perempuan tidak suka berbicara dengan pria yang baru dia kenal."
"Tidak juga, jangan berasumsi seperti itu kami perempuan suka kok ketika diajak ngobrol dengan pria yang baru kami kenal."
Gadis kedua cukup santai mengobrol dengan Satria, layaknya seorang sales yang bisa menggaet pelanggan, sepertinya dia memiliki kemampuan komunikasi yang hebat.
Meski temannya sedang berbicara dengan seorang pria, gadis pertama hanya fokus memakan makanannya dengan begitu lahap.
"Kalian rencana mau kemana?."
Satria memulai obrolan dari dirinya.
"Kami berencana pergi ke Wonogiri."
"Heh sama sepertiku, aku juga sedang pergi kesana. Kalian ada urusan apa disana?."
Di saat Satria mengatakan itu, gadis pertama menaruh mangkuknya dengan keras.
"Kami tidak wajib menjawab pertanyaanmu itu, tidak ada hubungannya denganmu jadi diam saja, urus saja urusanmu sendiri."
Gadis yang pertama berbicara dengan nada yang agak tinggi.
"Jangan begitu Sutri, orang ini hanya tanya urusan kita disana. Kau tidak perlu menjawabnya sekasar itu, hormatilah dia."
"Manna kau jangan suka menggoda pria, itu membuatku jengkel tau. Dasar penggoda pria."
Kerutan mulai terlihat di dahi Manna.
"Bisa kau ulangi perkataanmu tadi, aku tidak mendengar dengan jelas?!."
"Berhentilah jadi wanita penggoda."
Sutri dan Manna mulai bertengkar.
"T-tunggu sebentar kalian jangan bertengkar karena urusan sepele seperti ini."
Manna mendekap tangan Satria, dia menaruh tangan Satria di belahan dadanya.
"Hei, aku bukan wanita penggoda bukan."
Tatapan mata Manna membuat jantung Satria berdetak kencang.
"Erm... bukan."
Untuk mengatakan itu Satria harus memproses sirkuit di otaknya, butuh waktu yang cukup lama baginya agar bisa langsung terkoneksi, selain itu dia harus memasang wajah poker face agar hasratnya tidak ketahuan.
"Lihatlah caramu menggoda pria hidung belang sepertinya."
Kata Sutri sambil menunjuk Satria.
"Kalian berdua bisa hentikan tingkah kalian, aku bisa malu dilihat orang-orang."
Manna berhenti mendekap tangan Satria setelah dia mendengar perkataan Satria, dia pun melepaskan tangan dan dadanya yang langsung bersentuhan langsung dengan tubuh Satria.
"Maafkan tingkah temanku itu, sungguh dia tidak berniat buruk tentangmu. Kalau begitu kami pergi dulu, sampai jumpa."
Kedua gadis itu, Sutri dan Manna pergi meninggalkan Satria sendirian di meja makan.
"Akhirnya aku bisa bebas juga."
Bersamaan dengan kepergian mereka berdua, makanan Satria sudah sampai.
Wangi harum nasi goreng tiram dan segarnya jus jeruk membuat perut Satria semakin keroncongan.
"Silahkan, ini pesanan anda nasi goreng saus tiram dan jus jeruk. Bila ada yang anda inginkan silahkan katakan pada saya."
"Aku mengerti, terimakasih."
Akhirnya makanan yang dari tadi Satria inginkan sudah tersaji di depan meja.
Dia pun bisa dengan santai menikmati makanannya tanpa ada gangguan seperti sebelumya.
Kereta sudah berhenti di stasiun ke 5.
Perjalanan Satria sudah hampir mencapai angka 70%.
Garpu dan sendok yang tersedia menjadi alat makannya, tidak butuh waktu lama bagi Satria untuk menghabiskan makanannya.
"Kenyangnya."
Pegawai yang melayani Satria sedang berjalan ke arahnya sambil membawa nota.
"Silahkan ini notanya, semuanya Rp. 50.000."
Satria mengambil dompet dari balik saku celanannya.
Sepertinya terjadi sesuatu pada Satria, daritadi dia tidak bisa menemukan dompet miliknya. Sudah lebih dari 5 menit dia memeriksa seluruh saku celananya.
Bisa dibilang jika dompet Satria tidak ada.
"Erm, apakah bisa membayar dengan m-bangking sepertinya dompetku ketinggalan di tas."
"Tentu kami menyediakan pembayaran non-tunai."
Pegawai itu memberikan bardcode kepada Satria.
"Baik, uang sudah masuk terimakasih atas kunjungannya."
Pengalaman kehilangan dompet sudah menjadi ajang kebiasaan, padahal Satria sudah berjanji tidak akan kehilangan dompet lagi.
Satria berpikir tidak mungkin dompetnya tertinggal di tas karena sebelum kesini dia sudah mengecek dan membawa dompet itu.
Jadinya alasan logis yang bisa disimpulkan adalah dompet Satria sudah dicuri.
--Dasar wanita brengsek, kalian berani-beraninya membuat drama seperti itu untuk mencuri dompetku--
Pencuri itu adalah dua gadis yang barusan Satria temui.
Memikirkannya tidak akan membuat dompetnya kembali, Satria hanya bisa mengikhlaskan dompetnya.
Kabupaten Wonogiri sudah terlihat, baru saja kereta yang Satria tumpangi sudah masuk wilayah Wonogiri.
Kereta berhenti, Satria mengemasi barangnya dan pergi ke peron.
Hawa sejuknya berbeda dengan panasnya Jakarta, karena daerah ini tidak begitu banyak pembangunan gedung atau mall yang hampir selalu ada di Jakarta.
Satria memastikan kembali lokasi pertemuan dengan klan Majapahit dalam ekspedisi kali ini.
"Masih 20 kilometer lagi untuk sampai ke tempat itu ya, hahaha."
Seseorang menepuk pundak Satria.
"Yo Satria sedang apa kau disini?."
Orang yang barusan menepuk Satria adalah kenalannya.
"Mas Arya, tidak kusangka kita bertemu disini."
Orang berambut landak dan berpakaian macho ini adalah kenalan Satria, dia merupakan dukun klan Kartanegara dan senior Satria.
"Hei Satria apa kau datang kesini untuk ikut ekspedisi yang klan Majapahit buat."
"Iya, memang itu tujuanku kesini, tunggu jangan bilang kau juga kesini karena urusan yang sama denganku."
"Ping pong benar sekali aku juga datang untuk ikut ekspedisi, kau tau anakku sudah mulai masuk taman kanak-kanak jadi biayanya pasti lebih banyak karena ekspedisi ini kita dapat uang yang banyak makanya aku datang kesini."
"Uwah aku senang mendengarnya mas Arya, begitu ya Cindy sudah besar rupanya. Terakhir aku ingat dia masih bayi yang mungil."
"Hahaha, kau harus bertemu dengannya Satria, dia sudah menjelma menjadi peri kecil yang lucu. Istriku juga ingin bertemu denganmu juga."
"Aku terima undangannya, kupikir kita harus segera pergi ke tempat pertemuan."
"Kau benar kita naik taksi saja."
Pertemuan yang tidak diduga, Satria bertemu dengan seniornya dari klan Kartanegara.
***
Seorang pria sedang memainkan lonceng kecil yang ada digenggamannya.
Dia terus melamun sampai di sadarkan oleh seseorang.
"Daritadi kau melamun terus, kau sedang memikirkan apa?."
"Rosa kah, tidak bukan hal yang terlalu penting kok."
"Lalu kenapa daritadi melamun terus, Jaka? hentikan itu jika tidak ingin dianggap gila oleh orang lain."
"Memangnya jika orang melamun terus akan dianggap orang gila?."
"Sepengetahuanku begitu, dulu aku sering dimarahi ibukku jika melamun. Dia bilang orang-orang akan menganggapmu gila jika melamun terus."
"Terimakasih atas sarannya, kupikir aku tidak akan melamun lagi."
"Orang-orang sudah mulai berkumpul, sebagai petinggi dari klan Majapahit dan pemimpin ekspedisi ini kau harus keluar dan menyapa mereka."
"Mereka sudah sampai ya, baiklah ayo kita sapa mereka."
Jaka keluar dari kamarnya berkat desakan dari Rosa.
Jaka dan Rosa adalah salah satu petinggi dari klan Majapahit, bisa dibilang mereka memiliki pengaruh yang penting dalam organisasi klan Majapahit.
Jaka adalah seorang pria dengan rambut lebat yang hampir menutupi matanya, tubuhnya tidak terlalu besar atau kecil.
Rosa adalah perempuan cantik yang selalu bersama dengan Jaka, seringkali mereka terlihat berdua bahkan dalam keseharian.
Kali ini mereka diberi amanah dari kepala keluarga untuk memimpin ekspedisi reruntuhan kuno yang muncul di Pengunungan Sewu.
"Apakah kau harus berpakaian senorak itu?."
Tanya Jaka yang melihat Rosa dengan pakaian yang aneh.
"Kasar sekali ini yang dinamakan tren, kita sebagai tuan rumah harus menerima tamu kita dengan baik jangan lupakan yang diajarkan tetua pada kita."
Rosa mengenakan pakaian batik yang dimodif menyerupai gaun, tentu saja ini benar-benar aneh jika melihat dari perspektif Jaka.
Bagi Jaka berpakaian norak akan menurunkan kepercayaan dirinya, maka dari itu dia memakai pakaian yang biasa saja.
"Permintaan yang kita buat sudah diterima oleh asosiasi ya."
"Benar kurasa kita akan mendapatkan banyak bantuan untuk ekspedisi kali ini."
"Lalu berapa hadiah yang kau tawarkan pada mereka?."
"Erm, 5 juta per orang."
Jaka kaget mendengar nominal yang Rosa sebutkan, dengan anggaran yang disediakan untuk ekspedisi ini seharusnya tidak sampai seperti itu.
"Kau ini benar-benar pelit ya, bukankah seharusnya 8 juta."
"Hehehe ini namanya manajemen keuangan, kupikir bayaran segitu sudah cukup."
"Dasar mata duitan, kau berniat mengambil sisa uangnya ya, aku tidak bisa biarkan itu. Biar aku atur sendiri bayaran untuk mereka, itu yang tetua titipkan padaku."
"Urgh, dasar Jaka benar-benar kolot padahal aku sudah bersusah payah melobi pihak asosiasi untuk bayaran segitu."
"Diamlah, kau tidak ingin mendapat omelan dari tetua bukan."
"Aku paham, huhuhu..."
Rosa terlihat bersedih karena dia tidak mendapatkan tip sisa dari bayaran untuk ekspedisi kali ini.
"Padahal bulan ini banyak barang yang kena diskon."
"Nanti aku belikan."
"Beneran, yeay makasih Jaka!."
"Iya iya, Rosa kau sudah menyiapkan pusaka milikmu bukan, kau sangat penting dalam ekspedisi kali ini."
"Tentu saja sudah aku siapkan sebelumnya, jangan khawatir."
Jaka dan Rosa menerima dukun yang datang ke kediaman klan Majapahit, terlihat banyak dukun kuat yang ikut serta dalam ekspedisi kali ini.
Belum lagi dukun dari klan Majapahit yang terkenal akan talenta mereka.
Persiapan ekspedisi kali ini sudah dianggap memenuhi kriteria keberhasilan 88%, jangan sampai ekspedisi ini mencoreng nama baik klan Majapahit yang terkenal sebagai klan terkuat.
Penjelajahan yang Satria lalui ini akan membuat dia merasakan apa yang dinamakan ketakutan.