Kantor asosiasi.
Sebuah tempat yang menganut azas birokrasi yang harus selalu dimiliki oleh setiap organisasi. Mulai dari administrasi hingga pelayanan menjadi kegiatan yang selalu terjadi di tempat tersebut. Keberadaan tempat ini sangatlah penting untuk mengelola fenomena kemunculan ketidaknormalan, yang hampir setiap waktu terjadi.
Semua klan dukun tunduk pada aturan yang diberlakukan oleh asosiasi.
Mereka adalah badan tertinggi kedua setelah Dewan yang memiliki kekuatan politik.
Saat ini Satria sedang berada bersama salah satu pegawai asosiasi, kehadirannya disini untuk memeriksa laporan bulanan yang harus ditulis oleh setiap dukun.
Pegawai itu adalah seorang perempuan dengan gaya rambut kepang samping, dia menggunakan blazer dan stocking hitam.
Lekukan tubuhnya tergambar jelas akibat pakaian yang dia gunakan, bahkan belahan dadanya juga sedikit terlihat.
Pegawai wanita itu sedang membolak balik laporan milik Satria.
"Seperti biasa laporan ini tidak ada kesalahan sedikitpun, kau juga selalu melaporkannya tepat waktu."
"Bukankah seharusnya memang begitu?."
"Hah... andai saja jika semua dukun melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan, mungkin saja aku tidak akan kerepotan sampai seperti ini."
Keluhan mulai keluar dari mulutnya, dia tipe orang yang tidak bisa menahan stresnya.
"Mengeluh tidak akan menyelesaikan masalahmu, Aisha. Setiap pekerjaan tidak selalu mudah untuk dilakukan."
Aisha menidurkan kepalanya ke meja, dia mulai bertingkah seperti anak kecil dengan menggelengkan kepalanya.
"Tidak tidak tidak tidak aku tidak suka ini, aku benci pekerjaan ini."
"Kalau benci lebih baik keluar bukan, tapi apa ada yang mau menerimamu. Dengar tidak mudah mencari pekerjaan, kau terima saja kondisimu saat ini."
Aisha bangkit dari keterpurukannya dan meninju keras wajah Satria.
"Jangan bertingkah seperti anak kecil, padahal kamu lebih tua dariku."
Satria menghentikan pukulan itu dengan telapak tangan kanannnya.
"Itu karena Satria jahat, seharusnya kau diam dan dengarkan saja. Bukan malah berkomentar tidak jelas begitu, itu menyakitkan untuk didengar tau!."
"...."
Aisha menunjuk Satria di depan wajahnya.
"Kalau begitu begini saja, Satria kau harus membantuku."
"Tunggu, apa? Aku harus membantumu."
"Itu benar, bukankah sebagai teman kita harus saling tolong menolong. Apalagi kau lebih muda dariku jadi ini bentuk menghormati yang lebih tua."
"Terserah yang penting aku bisa keluar secepatnya."
"Deal ya! Mohon kerjasamanya mulai sekarang, Satria."
"Apa aku sudah boleh keluar?."
"Ah, iya sudah selesai kok."
Perdebatan ini berakhir dengan kekalahan Satria yang harus membantu Aisha saat mengurus laporan dukun yang lain.
Saat ini Satria sedang berdiri di luar bangunan milik Asosiasi.
"Hah… akhirnya selesai juga."
Satria merenggangkan tubuhnya yang sejak tadi duduk bersama Aisha yang mengomel masalah pekerjaanya.
Pakaian yang Satria kenakan hari ini terkesan rapi, dia memakai kemeja lengan pendek bermotif kotak.
Pakaian atas dan bawah sama-sama terkesan natural, memakai jeans hitam dan sneaker, hari ini Satria terkesan berbeda dari biasanya.
Dari kejauhan tampak seorang wanita dewasa bersama gadis muda sedang berjalan menuju kantor asosiasi.
Terkesan kebetulan atau tidak namun wanita tua itu bisa dibilang kenalannya Satria.
Sebagai anak muda yang menghormati orang yang lebih tua, Satria mengucapkan salam kepadanya.
"Oh, madam lama tidak bertemu."
"Satria, ya. Sudah lama kita tidak bertemu, akhir-akhir ini kau jarang pergi ke tokoku."
"Akhir-akhir ini aku sibuk jadi tidak bisa mampir ke tokomu, saat aku mampir malahan kau tidak ada disana. Malahan aku bertemu dengan pegawaimu, Sasha."
Wanita dewasa yang sedang berbicara dengan Satria adalah pemilik toko Jaadoogar, sebuah toko yang menyediakan berbagai keperluan dukun.
Dengan pakaian yang cukup norak dia percaya diri memakai pakaian tersebut, wajahnya tidak begitu jauh berbeda dari Sasha, semakin tua seseorang maka kecantikan mereka akan hilang, wajah cantik seorang wanita bisa saja hilang namun tidak berlaku bagi madam Saraswati meski dia sudah cukup berumur dia masih cantik dan mempesona.
Dia juga memiliki dada yang besar.
"Sasha kau kenal dengan orang ini."
Gadis muda yang membawa banyak barang tersenyum ke arah Satria saat bibinya menyebutkan bahwa dirinya kenal dengan seorang pria di depannya.
"Bang Satria, aku memanggilnya seperti itu."
Bagaikan sebuah bunga matahari, keimutan dan kecantikan yang Sasha miliki benar-benar bisa membutakan mata para pria.
Hari ini dia menggunakan pakaian semacam dungaress dengan kaos putih, perpaduan pakaian yang terkesan kekanak-kanakan membuat dia terlihat lebih imut.
"Kau terlihat sangat imut hari ini Sasha."
Mendengar pujian yang terlontar dari mulut Satria membuat Sasha salah tingkah. Dia memedam wajah kemerahannya dengan kedua telapak tangannya.
Madam menendang lutut Satria.
"Jangan berani-berani sentuh keponakanku."
"Ah madam tidak perlu marah, aku hanya memuji keimutan Sasha."
Sasha menarik baju bibinya, madam Saraswati.
"Bibi jangan memarahi bang Satria, dia tidak salah apa-apa."
Kerutan di dahi madam terlihat jelas saat Sasha mengatakan 'bang Satria', kemudian dia berkata.
"Sasha bisa hentikan kata-kata itu."
"Maksud bibi?."
Dengan polosnya dia membantah perkataan madam
"Hah… hentikan mengucap kata bang Satria, memang kamu adiknya?!."
"Bukan begitu, aku hanya menunjukan kesopanan karna bang Satria lebih tua. Bukankah bibi yang mengajarkan agar menghormati yang lebih tua."
"Ya… aku memang mengajarkan begitu sih. Terserah, ngomong bang, kakak, mas apapun itu terserah kamu."
Satria tertawa kecil melihat tingkat madam yang seperti anak kecil.
Kembali ke topik awal saat Satria menanyakan alasan kedatangan madam Saraswati ke kantor asosiasi.
"Madam ada urusan apa di kantor asosiasi?."
"Hanya mengurus administrasi tokoku saja. Ah benar juga, kamu ini lagi nganggur, bukan."
"Bukan nganggur juga, lebih tepatnya urusanku baru saja selesai."
"Kalau begitu bisa minta tolong mengantar pesanan jimat ini? Hari ini aku banyak pesanan, tapi hari ini aku juga harus menyelesaikan administrasi tokoku."
Sasha langsung menanggapi permintaan dari madam kepada Satria.
"Bibi, bang Satria tidak ada hubungannya. Kurang sopan meminta orang untuk melakukan pekerjaan kita, apalagi dia salah satu pelanggan tetap kita."
"Kamu ini, Satria kamu keberatan tidak aku minta tolong padamu?."
Dengan wajah santai Satria menjawab permintaan dari madam.
"Tidak juga."
Sasha merasa malu saat dia sudah bersusah payah membela Satria agar tidak mau dimintai tolong sama bibinya.
Dia melampiaskan kekesalannya kepada Satria dengan memukul dadanya.
"Bang Satria bodoh, padahal aku bersusah payah menolong."
"Memang siapa yang minta tolong."
"Bodoh, bodoh, bodoh, bodoh bang Satria bodoh."
"Lihat, dengar sendiri kamu Sasha, orangnya aja bilang tidak masalah. Dia pengikut klan Kartanegara wajar saja meminta tolong padanya, bukan. Kau baru di kota ini jadi kesulitan mencari alamat kediaman Kartanegara."
"Ah benar juga bang Satria dari Kartanegara ya."
Tingkah lugu Sasha sungguh membuat orang tertawa puas.
Lantas madam melanjutkan.
"Tolong kamu bantu Sasha mengantar pesanan ini, aku mau ke kantor asosiasi dulu."
Setelah mengatakan itu madam pergi meninggalkan mereka berdua.
Canggung, mungkin itulah yang Sasha rasakan saat ini dimana dia sedang bersama lelaki muda dalam satu kendaraan.
Tidak ingin menunda pekerjaan, Satria langsung naik ke mobil.
"Ayo Sasha kita harus mengantar ini semua."
"Ah tunggu aku, jangan tinggalkan aku."
Perjalanan menuju kediaman Kartanegara membutuhkan waktu 1 jam, karena kediaman itu berada di bagian utara kota.
"Sasha kau bisa menyetir mobil?."
"Heh?! Aku bisa."
"Baguslah, kau yang menyetir."
Sasha duduk di bagian setir mobil, sedangkan Satria disebelahnya.
Memasukan kunci mobil, Sasha mengemudikan van tua milik madam.
"Kita lewat terowongan utara supaya bisa sampai lebih cepat."
"Aku mengerti."
Toko Jaadoogar mempunyai layanan Delivery atau pesan antar, melihat kemajuan teknologi membuat toko perlu untuk merubah metode penjualan.
Agar bisa membuat konsumen nyaman, pelayanan yang prima harus diberikan.
"Kau cukup lihai mengemudikannya."
"Aku belajar dari ayahku."
"Dia hebat bisa mengajari gadis seceroboh dirimu."
Sasha membanting setir, dia hampir menabrak pejalan kaki yang sedang berjalan di trotoar.
Jantung Satria hampir copot, dia berkata.
"Itu berbahaya, kau hampir menabrak seseorang."
"I-itu karena bang Satria berkata jahat, dengar ya aku tidak seceroboh itu."
"Baik baik sekarang mengemudi dengan tenang saja."
"Hmph..." Sasha membuang wajahnya.
Dalam perjalanan Sasha dan Satria sering bercakap-cakap supaya tidak canggung.
"Bang Satria tadi ngapain di sana?."
"Kau tau jika setiap dukun harus menyerahkan laporan aktivitas bulanan mereka, jadi aku kesana untuk itu."
"Benarkah?! Aku baru tau, kupikir dukun hanya bertarung dengan siluman saja. Ternyata harus membuat laporan juga ya."
Sasha menginjak pedal gas dengan kuat dan menambah kecepatan.
Dia menyalip kendaraan yang ada didepannya.
Sesudah menyalip kendaraan, dia memutar stir mobil ke kanan dan melihat terowongan disana.
Satria memberitahukan Sasha untuk masuk ke terowongan itu supaya lebih dekat.
"Masuk ke terowongan itu."
Sasha mengikuti perintah Satria, dia pun mengarahkan mobilnya ke terowongan.
Lampu remang yang mengitari terowongan memberikan suasana yang berbeda, Sasha masih bisa mengemudikan kendaraannya dengan tenang.
Mungkin saja perasaan mereka saja ataukah memang tidak ada kendaraan lain yang melewati terowongan ini.
Hanya perasaan mereka saja ataukah memang panjang terowongan ini tidak terhingga.
Sudah lebih dari 10 menit sejak mereka memasuki terowongan ini namun ujungnya masih belum terlihat.
"Tidak mungkin sebuah terowongan memiliki panjang seperti ini, harusnya kita sudah mencapai ujung daritadi."
"Mungkin saja terowongan ini lebih panjang dari yang bang Satria ingat."
"Itu mustahil, aku sering lewat sini. Jelas-jelas ingatanku tidak seburam itu sampai lupa hal sekecil ini."
"Lalu kenapa kita masih belum mencapai ujungnya."
Saat berkata begitu, pandangan Sasha menjadi buram dia tidak sadar bila ada bongkahan batu besar di depan matanya.
Satria yang menyadari itu langsung menginjak rem dengan sekuat tenaga.
Mobil van itu pun berhenti dengan paksa.
"Sasha apa yang kau lakukan? Kau tidak lihat batu besar di depan kita ini."
"Ma-maaf tiba-tiba pandanganku jadi buram, aku tidak bisa fokus menyetir."
Sebuah bongkahan batu besar menutupi jalan, hal ini jelas-jelas sangat aneh bila melihat dari struktur terowongan ini.
Satria memeriksa langit-langit terowongan dan tidak menemukan lubang kecil apapun.
Satria keluar dari mobil dan memasang jimat.
Dia bisa merasakan kehadiran sosok lain yang mendiami terowongan ini.
"Sepertinya terowongan ada siluman yang menjadikannya sebagai tempat tinggalnya."
Perasaan aneh yang Satria rasakan ini ternyata memang ada kaitannya dengan kehadiran siluman.
Indra ke-enam Satria tidak menyadari kehadiran siluman ini karena tubuh siluman itu menyatu dengan terowongan ini.
Auranya sangat kecil, bila dia tidak menggunakan jimat mungkin saja Satria tidak akan bisa menyadarinya.
"Kita menghadapi masalah, sepertinya ada siluman di dalam terowongan ini. Aku rasa siluman ini adalah jenis roh, karena itulah dia bisa menyatu dengan benda-benda yang ada disekitarnya."
Siluman tidak hanya terdiri dari 1 jenis melainkan banyak jenis.
"Jika berhubungan dengan siluman roh, aku tidak bisa berbuat banyak, sulit mencari tubuh asli mereka."
Sasha juga ikut keluar dari mobil dan berkata.
"Serahkan urusan ini padaku."
Dia berkata dengan penuh kepercayaan diri, ini berbeda dari sifatnya yang ceroboh.
Bahkan Satria tidak bisa memahami maksud perkataanya.
"Aku bisa melihatnya, siluman ini sedang berada di atas kita."
"Sasha jangan katakan kau bisa melihat bentuk siluman itu?."
"Aku memang bisa melihatnya."
Memang benar bila masalah ini diserahkan kepada Sasha akan terselesaikan
"Mungkinkah pusaka milikmu memiliki kemampuan melihat apapun."
"Begitulah, saat mendapatkan pusaka aku juga mendapat kemampuan ini."
"Ternyata aku sudah meremehkanmu."
"Hehe, sekarang aku bisa diandalkan bukan."
"Jangan banyak tingkah, sekarang katakan padamu dimana siluman itu berada."
"A-aku mengerti."
Dengan kemampuan pusaka milik Sasha, dia melihat lokasi siluman yang berada di dalam terowongan ini.
"Aku melihatnya, dia ada dibalik tanda jalan itu."
"Baiklah, akan segera aku selesaikan."
Satria langsung menghujam ke arah siluman itu berada, dia bergerak terus mengikuti arahan dari Sasha."
"Sekarang dia di kiri, tidak sekarang di kanan, dia ada didekatmu, dia menjauh."
Meski sudah dikejar tetapi masih belum tertangkap, Satria sama sekali tidak bisa menggunakan pusakanya dengan maksimal.
Pada saat itu seseorang muncul dengan motor hitamnya, menggunakan pakaian yang elegan, orang itu berhenti di tempat Satria berdiri saat ini.
Pengendara itu membuka helm full face miliknya.
Sesosok pria tampan dengan rambut ikalnya menatap wajah Satria, pria ini memiliki postur tubuh ideal, sorot mata tajam menambah kejantanannya sebagai seorang pria.
"Sepertinya kau mengalami masalah ya Satria."
"Dewa, ya sudah kuduga bila orang yang datang kesini itu kamu."
Orang ini adalah teman Satria.
"Bang Satria apa kau kenal orang ini?."
Kata Sasha sambil menujuk Dewa.
"Dia adalah Dewa Karza, putra tertua dari klan Kartanegara sekaligus temanku."
"Salam kenal gadis manis." Melambaikan tangannya
"Salam kenal juga tuan muda."
"Jangan memanggilku begitu, aku tidak suka dengan panggilan itu."
Dewa kembali melanjutkan perkataanya.
"Jadi ada apa disini, sepertinya aku merasakan kehadiran siluman."
"Benar seperti yang kau katakan, ada siluman roh yang sedang kami tangkap. Tapi sulit sekali, dia bergerak dengan cepat."
"Kau seharusnya tidak usah mengejarnya Satria, bila ada siluman roh seharusnya kau serang tubuh nyatanya."
"Apa yang kau katakan?."
"Sederhananya kau harus menempelkan jimat dibebarapa titik buta siluman roh, dengan begitu dia akan keluar sendirinya."
"Ternyata ada cara seperti itu juga."
Setelah mendengar itu Satria, Dewa dan Sasha menempelkan banyak jimat dibeberapa titik buta di terowongan ini dengan kemampuan Sasha.
Benar seperti apa yang Dewa katakan dengan cara itu siluman roh berhasil keluar.
"Tunggu kau jangan memurnikannya, lebih baik kita tangkap saja karena kehadiran siluman roh sangatlah jarang."
Dewa mengeluarkan kendi dari tas yang dia bawa, dengan menyentuh kendi itu siluman roh berhasil tertangkap masuk.
Kendi itu juga merupakan pusaka.
"Baiklah sudah tertangkap dengan begini penelitian tentang siluman roh akan bisa aku mulai."
"Sudah kuduga alasanmu itu untuk penelitianmu, dasar maniak roh."
"Perkembangan penelitian tentang siluman harus terus dilakukan agar bisa menguak misteri keberadaan mereka. Ohya kalian punya banyak sekali jimat, beruntung sekali, ya."
"Erm, ini semua jimat pesanan klan Kartanegara, sebenarnya kami datang mengantar barang pesanan ini."
"Heh, apa itu benar Satria?."
"Tepat seperti yang Sasha bilang, semua ini barang milik klan Kartanegara, dan sepertinya yang memesan adalah adikmu."
"Baguslah kalau begitu, kami tetap akan membayarnya jadi tenang saja. Kalau begitu mari kita ke kediamanku."