"Saya kan gak nyuruh kamu untuk menemui Zulfa, saya merasa malu loh sama Zulfa saat tau kalu kamu membicarakan tentang perekonomian keluarga kita."
Farel memijat pelipisnya, ia baru pulang mencari pekerjaan di kota besar ini. Hari sudah malam, dan dirinya belum mendapatkan hasil apapun dari lamarannya di setiap tempat. Untung saja ia masih memiliki mobil, kalau tidak pasti kulitnya terbakar sinar matahari karena beberapa hari ini cuaca tengah panas terik.
Mendengar nada bicara Farel yang terdengar marah membuat Rani meneguk salivanya dengan susah payah, ia mengusap lengan dengan perasaan bersalah. "Aku pikir Zulfa bisa bantu kita, Mas." balasnya dengan intonasi yang pelan.
"Bantu? Setelah apa yang saya dan kamu lakukan kepadanya itu yang kamu pikir dia bisa bantu kita? Kemana rasa malu kamu, Rani? Dulu saat masih berada di ruang lingkup kita, Zulfa diansingkan. Sekarang saat sudah jauh, kita malah terlihat seperti mengemis-ngemis."