Zulfa mengusap permukaan wajahnya dengan perlahan, berniat untuk menghilangkan rasa gelisah yang bersarang di dalam lubuk hatinya yang kini tengah menggerogoti sebagian perasaan yang berada di dirinya.
Memijat pangkal hidungnya sambil menurunkan pandangan, berakhir menundukkan kepala dalam-dalam.
Ia kembali berada di dalam kamar yang bertahun-tahun --tapi tidak dengan sekarang karena dirinya hidup dengan sang suami--, kamar yang merekam berbagai macam ekspresi bahkan hingga saat ini pun masih memiliki peran di hatinya.
"Huh lagi-lagi mereka berdua bertengkar karena aku, untung saja ada Ayah. Kalau tidak.. aku bahkan tidak tau apa yang akan terjadi dengan dirinya saat ini.
Mungkin sudah menjadi pemisah yang bisa saja berujung kandas karena terkena hantaman yang sama seperti kejadian sebelumnya --ya ini kalau mereka tidak berhati-hati--.
Tok
Tok
Tok
"Fa, Zulfa! Ini Dea nih, boleh masuk gak?"