Tingkah Farel saat ini sudah seperti seorang laki-laki yang tengah di mabuk asmara, padahal ia sendiri pun tak tau kenapa bisa berpikiran untuk membelikan sebuket bunga mawar merah yang cantik untuk Zulfa. Ya, ia tak mengerti. Pasalnya, ia belum menaruh perasaan apapun pada wanita tersebut tapi sesuatu di dalam hatinya mendorong untuk melakukan hal ini.
Dengan cepat, Farel langsung saja mengambil ponselnya. Kini ia sudah memarkirkan mobil di depan garasi rumah, dan ya belum keluar dari sana. Ia mengutak-atik ponsel untuk mencari nomor Bi Ijah. Mulai menghubungi wanita paruh baya tersebut, lalu menempelkannya di daun telinga.
Farel bukan menelepon ke nomor rumah --karena bisa saja diangkat oleh Dea atau lebihnya lagi Zulfa--, yang ia telpon saat ini adalah nomor pribadi Bi Ijah.
"Assalamualaikum Tuan,"