"Maaf, Fa. Say--"
"Tidak masalah, lagipula aku juga sedang pergi dengan Kevin. Oh ya, lagi sibuk kan? aku juga nih kalau begitu aku matikan teleponnya, assalamualaikum."
Zulfa menurunkan tangannya yang menggenggam ponsel, lalu tanpa mendengarkan jawaban Farel dari seberang sana ia langsung mematikan sambungan telepon dan menaruh benda pipih tersebut kedalam tas jinjing miliknya.
Ia tidak habis pikir dengan Farel. Memangnya hati ini berasal dari busa spons yang di pukul sekuat apapun dapat kembali bentuknya seperti semula? hatinya tidak sama beda dengan sebuah kaca, hancur, retak, bahkan sampai pecah berkeping-keping pun tidak akan bisa kembali menjadi seperti awal lagi walaupun bisa di perbaiki dengan perlahan-lahan.
Tatapan Zulfa kosong, bahkan lidahnya kelu seakan-akan memang sudah tidak lagi memiliki alasan yang tepat untuk bertahan.
"Sudah saya bilang dia hanya akan kembali menyakiti kamu dengan kenyataan,"