**
Terdapat Adegan Tidak Pantas. Harap Bijak Dalam Membaca
**
Julia merasakan sesuatu yang hangat mengalir di tubuhnya. Sebuah respon reflek yang diberikan sang tubuh setelah mendapat perlakuan manis dari Ana. Ya, kecupan hangat sebelum mata Ana tertidur.
Rupanya tadi Julia tidak benar-benar terlelap. Meskipun matanya terpejam rapat, ia masih dapat mendengar suara Ana yang bermonolog pada dirinya. Ia mengira Ana akan melakukan sesuatu yang lebih padanya. Tapi, ternyata tidak.
Aneh memang. Ia yang merasa dirinya normal, tiba-tiba memikirkan hal tersebut. Hal yang seharusnya ia lakukan dengan lawan jenis. Tapi sentuhan Ana, membangkitkan sisi lain dirinya. Entahlah. Rasanya ia menginginkan perlakuan Ana yang lain.
Baru lima menit Ana memejamkan mata, telinganya mendengar bisikan Julia memanggil namanya dengan hati-hati.
"Ana..."
"Eugh...."
"Ana, bangunlah..."
Perlahan, kesadaran Ana kembali lagi. Ditatapnya Julia yang sudah menyandarkan punggungnya pada headboard tempat tidur.
"Ada apa? Kamu perlu sesuatu?"
Julia menggelengkan kepalanya. Matanya menatap Ana dengan pandangan lurus. Membuat gadis cantik itu kebingungan sendiri.
Ana melirik jam di nakas sisi ia tidur. Masih baru lima menit. Ana kembali melihat ke arah Julia yang terus memandangnya lekat.
"Kamu mau aku mengantarmu ke kamar mandi?" tanya Ana lagi.
Lagi-lagi Julia menggeleng. Lantas apa yang sebenarnya diinginkan gadis ini?
Tanpa diduga. Tanpa kata. Sebuah gerakan maut dihadiahkan oleh Julia pada Ana. Membuat mata gadis itu membulat dengan sempurna.
Julia menjauhkan kepalanya dari wajah Ana setelah memberikan kecupan sederhana pada bibir mungil milik wanita itu. Mata Ana menatap Julia lurus. Sedangkan Julia hanya tersimpul sembari mencuri pandang ke mata Ana. Pipi kedua gadis itu seketika merona.
Ya, ini memang bukan ciuman pertama mereka. Tapi ciuman kali ini dilakukan secara sadar oleh Julia.
"Julia, apa yang baru saja kamu lakukan?" tanya Ana bingung. Ritme jantungnya terus berdetak lebih kencang setelah perlakuan agresif tiba-tiba itu.
Ana memang mahasiswa kedokteran. Hal seperti ini pun pernah ia baca dalam buku medisnya. Tapi mendapat perlakuan tiba-tiba, membuat otaknya seketika blank. Terlebih ia tidak perah menjalin hubungan dengan siapapun. Baik laki-laki maupun perempuan. Ia terlalu polos untuk hal semacam ini.
Julia tersenyum malu-malu. Meskipun pertanyaan Ana terdengar menjengkelkan, namun sensasi yang ia rasakan setelah menempelkan bibirnya pada bibir Ana, berhasil meningkatkan dopamine pada tubuhnya.
"I love you, Ana...."
Lagi-lagi Julia menempelkan bibirnya pada Ana. Namun kali ini diiringi dengan lumatan kecil.
Ana hanya dapat berpasrah diri. Tidak mengikuti gerakan Julia namun juga tidak menolak gerakan yang memabukkan itu. Ia hanya memejamkan mata merasakan sensasi aneh yang diberikan Julia untuknya.
"Ana, ikuti gerakanku. Balas," pinta Julia diantara dua bibir yang masih menempel.
Sepertinya Julia adalah orang yang pro dalam hal ciuman. Buktinya saja gerakannya sekarang? Ia yang membimbing Ana. Bukan Ana yang membimbingnya.
Ana mengikuti instruksi dari Julia. Ia balas gerakan Julia tersebut. Dengan mata yang masih terpejam, namun tubuh semakin membara, Ana mulai menikmati ciuman maut malam ini.
Hawa panas menyambut keduanya. Semakin panas, membuat dua tubuh itu bergerak semakin liar. Keduanya sungguh telah terbakar dalam api asmara. Permainan Julia berhasil membuat Ana untuk meminta lebih dalam permainan ini.
Otaknya terus bermonolog, apakah ini hal yang benar ataukah salah? Tapi tubuhnya yang telah membakar api asmara, dan nalurinya sebagai orang normal yang ketika dipancing akan muncul, membuat Ana membiarkan hal ini mengalir.
Jika memang ini jalannya, aku akan melakukannya sebaik mungkin. This is my first.... Ujar Ana dalam hati.
Julia menuntun tangan Ana untuk bergerak. Ia mulai dengan mengabsen permukaan wajah, perlahan turun, hingga akhirnya tiba pada dada Julia. Tak tahan dengan sentuhan Ana, Julia melepaskan sentuhannya pada tangan Ana. Ia bergerak secara mandiri menyusuri tubuh Ana. Tidak cukup menyentuh, mereka juga saling memainkan bagian sensitif milik wanita itu. Dengan bibir yang masih melekat satu sama lain.
Julia tidak lagi dapat menahan suaranya. Reflek, ia melepas ciuman diantara mereka dan kata "Ah..." yang begitu seksi terdengar dari mulut Julia.
Ana menyeringai melihat hal itu. Ia paham jika wanita yang tadi menggodanya kini juga terbakar lebih.
Degupan jantung diantara keduanya semakin cepat. Diimbangi dengan sensasi panas yang menjalar dari keduanya.
Akankah malam ini keduanya memadu cinta yang selama ini terpendam? Akankah malam ini menjadi waktu yang tepat untuk keduanya saling mengungkapkan perasaan melalui gerakan?
"Ah... Auh...." rintih Julia tiba-tiba.
Ana menghentikan aktivitasnya. Di tatapnya Julia penuh kekhawatiran.
"Ada apa? Apa kakimu sakit? Apa aku mengenai kakimu?" tanya Ana panik.
Ia menjauhkan tubuhnya yang entah sejak kapan berada di atas Julia.
"Ti-tidak... Tapi aku merasakan nyeri pada bagian pinggulku, juga perut bagian bawahku," jelas Julia. "Auh...," rintihnya lagi.
Ana mengernyit. Ia menyadari ada bercak noda darah pada pijama Julia.
"Apa ini pekan kau menstruasi?"
"Ha??"
"Aku rasa ia meninggalkan jejak di sana...." Ana menunjuk bagian baju Julia ya noda darah.
"Aisssh!" Julia mengerang kesal. Segera ia berlari ke arah kamar kecil. Melupakan kakinya yang sedang sakit.
Mukanya berubah merah padam. Padahal ia yang sedang menggoda Ana, tapi kenapa.... ?
Ana langsung berlari mengejar Julia. Diikutinya langkah gadis yang berlari dengan tertatih itu.
"Julia, pelan-pelanlah. Kakimu bisa-"
Blaaam!
Pintu kamar mandi itu ditutup sangat rapat. Bahkan terdengar kuncian juga.
Dengan sabar, Ana menunggu Julia di depan pintu kamar mandi. Sebuah simpul senyuman tak mampu ia sembunyikan dibalik kulit putih wajahnya. Bahkan wajah bule itu kini berubah menjadi merah padam, pada setiap detik ketika Ana mengingat aktivitasnya barusan.
Ia menyentuh bibirnya, juga melihat kedua tangannya. Semburat merah semakin mewarnai pipinya yang tirus itu. Debaran jantungnya tak mampu lagi ia kontrol. Tak ada rasa penyesalan atas aktivitasnya dengan Julia tadi. Sedikitpun tak ada. "I love you too, Julia..." gumam Ana sangat lirih sembari tersenyum.
Beberapa menit berlalu, namun Julia tak kunjung keluar. Perasaan Ana mulai kacau. Ia khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada Julia.
"Julia, bukalah pintunya..."
"Tidak, Ana. Aku tidak apa."
"Kau yakin?"
"Ya. Tunggu saja di sana!"
"Tapi..."
"Diamlah, Ana!" teriakan Julia dari dalam kamar mandi membuat Ana mengatupkan bibirnya.
Ana memilih beranjak dari tempat itu dan menunggu Julia di ruang tv. Ia nyalakan benda tipis yang menempel pada dinding lalu mengganti channel sesuai keinginannya. Ya, apalagi kalo bukan national geographic.
Beberapa menit berlalu, akhirnya ia melihat Julia keluar dari kamar mandi. Langkah gadis itu begitu cepat seolah menghindari Ana yang memperhatikannya.
Ana tersenyum. Segera ia matikan TV itu dan menyusul Julia untuk masuk ke kamar.
Blaaam!
Belum sempat Ana masuk, pintu kamar sudah ditutup rapat oleh Julia. Bahkan ia mendengar pintu itu terkunci.
"Tidurlah di luar, Ana!" seru Julia dari dalam kamar.
Ana mengerjap tidak percaya.
Dia yang mulai... Dia juga yang mengakhiri??