Chereads / My Blue (Joshua and Yena) / Chapter 1 - Prolog

My Blue (Joshua and Yena)

Devinamyn
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 3.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

Martabak manis dengan toping coklat keju terpampang jelas di depan mata Yena. Gadis itu tersenyum senang lalu mengambil sepotong martabak manis kesukaannya.

Joshua, cowok yang kini duduk di hadapan Yena itu tersenyum tipis. Tadi, saat dirinya sedang berada di salah satu klub malam ternama di daerah Jakarta, Yena mengirimkannya pesan singkat yang berisi curahan bahwa dirinya ingin martabak manis.

Saat ini jam telah menunjukkan pukul sebelas malam. Suasana rumah Yena tampak sepi bahkan sangat sunyi. Joshua meraih segelas teh hangat yang tadi Yena siapkan untuk dirinya, menyesapnya sedikit seraya melirik kearah gadis di hadapannya yang masih sibuk dengan sepotong martabak.

"Belepotan," ujar Joshua. Tangan cowok itu terangkat untuk mengusap ujung bibir Yena yang terdapat coklat.

Cengiran khas gadis itu terlihat. "Lo belinya dimana? Enak banget."

"Di Kang Agus, depan cafe biasa," jawabnya.

Yena mengangguk ringan, "Kapan-kapan gue beli disana deh. Sekali lagi makasih martabaknya," ujarnya.

"Eh ada Joshua, kapan datang Jo?" kedua remaja yang duduk di kursi ruang tamu itu menoleh kearah tangga, Rahel—Mama Yena turun dengan mengenakan piyama tidur.

"Baru aja Tan, Yena minta di beliin martabak," jawab cowok itu.

"Gue nggak minta ya!! Tadi cuma curhat, eh elonya malah datang bawa martabak," sela gadis itu saat Joshua hendak berbicara kembali.

Rahel menggeleng kecil. Kelakuan dua remaja di hadapannya ini persis seperti dirinya saat berpacaran dengan Fito—Ayah Yena dulu. "Yaudah, Mama mau kedapur dulu. Jangan sampai larut ya, bahaya, nanti ada setan."

"Iya Tan," balas Joshua diiringi kekehan kecil.

Setelah Rahel berlalu, Joshua dan Yena kembali dilibatkan dengan obrolan kecil. Keduanya memang cukup dekat, setelah tiga bulan lalu Joshua untuk pertama kalinya mengajak cewek itu mengobrol. Entah status mereka apa. Jika teman, Yena merasa mereka lebih dari itu. Tapi jika di bilang pacaran, keduanya hanya sebatas teman. Ini mah namanya kejebak friendzone.

Joshua melirik sekilas kearah jam besar di dekat ruang tamu. Cowok itu meraih jaket miliknya lalu bangkit. "Gue pulang ya, udah malem banget," pamitnya.

Yena turut bangkit setelah sebelumnya mengangguk. Ia mengantar Joshua sampai di depan gerbang lalu kembali masuk dan memakan martabak manisnya kembali.

---

Senyum manis untuk pagi yang cerah. Hari ini adalah hari Senin, kabar bahagianya ialah upacara bendera ditiadakan karena guru tengah mengadakan rapat. Yena yang merasa kantuk mulai menyerang, merebahkan kepalanya di lipatan tangan.

Semalam, setelah memakan martabak pemberian Joshua, ia melanjutkan acara menonton drakor hingga larut. Matanya terlihat sayu, sesekali gadis itu tampak menguap.

"Na, pulpen gue yang Lo pinjem Jumat lalu mana?"

Yena menoleh perlahan kearah suara, Caca, sekretaris kelas yang merupakan juara umum seangkatan bahasa. Pikirannya yang lambat membuat gadis itu hanya diam seraya berpikir keras. "Pulpen apa?" tanya nya, namun lebih condong bergumam karena suaranya sangat pelan.

"Jangan pura pura bego, pulpen pink yang ada gantungan buku kecil punya gue," geram Caca, "buruan elah gua mau nulis jurlan."

"Oh, hilang," jawabnya enteng bahkan kelewat tenang.

Caca yang sedari tadi sudah geram menggerakkan tangannya seperti hendak mencekik Yena, namun ia hanya mencengkram angin. "Ogeb, nggak akan gue pinjemin pulpen lagi lo!" sungutnya.

"Gue lupa naruh dimana, kayaknya diambil Rehan deh," ucapnya, "Han, Lo ada ngambil pulpen pink yang isi gantungan buku kecil di meja gue nggak??" teriak Yena.

Rehan yang sibuk menyalin PR menggeleng tanpa menatap lawan bicaranya. "Enggak, kayaknya."

"Ah, pulpen baru lagi. Nyesel aing," ujar Caca seraya berlalu dari meja Yena.

"Drama banget anjir, cuma pulpen doang. Jangan kaya orang susah deh, tinggal beli yang baru," celetuk Airin yang sejak tadi diam memperhatikan drama pulpen hilang ini.

"Yang holkay diem! Harga pulpen mahal, lumayan buat beli cilok depan sekolah," sahut Caca.

"Entar gue beliin lo pulpen satu lemari," kata Airin.

"Alah, kamu pulpen aja masih minjem. Bingung aku, orang kaya tapi berlagak sengsara. Padahal uang Airin bejibun di lemari tapi soal pulpen tetep minjem," seru Hani.

"Tulisan bakal lebih bagus kalau pake pulpen temen," jawab Airin disertai kekehan.

"Uyut ajan, bak tenang. Cang nu nyalin tugas!" (Ribut banget, coba tenang. Gue masih nyalin tugas!) ketus Adi menggunakan bahasa Bali.

"Hani nggak ngerti kamu ngomong apaan," tutur Hani.

"Pagi, Juan yang ganteng nya melebihi Shawn Mendes datang," teriak Juanda, ketua kelas XI Bahasa 1.

"Bacot!" seru Geo.

"Iri bilang bos," balas Juan.

"Iri? Stroberi, mangga, apel.

Sorry nggak level," pungkas Adi.

"Kalian kenapa jadi ribut?!?! Ini pulpen gue gimana?" kesal Caca.

"Nih, pulpen. Jangan salahin Yena," celetuk seseorang membuat keempat gadis yang sedari tadi berdebat menoleh ke arah Joshua yang baru saja tiba dengan sepuluh buah pulpen.

"Loh?"

"Wah, banyak banget. Buat aku ya? Lumayan hemat uang pulpen," ucap Hani.

Caca mendelik garang, "Enak aja, 'kan itu buat gantiin pulpen gue yang hilang."

"Pulpen Lo hilang cuma satu, ini ada sepuluh. Kita bagi rata aja," ujar Airin.

Asik berdebat tentang pulpen. Ketiga gadis itu tidak sadar bahwa Yena telah dibawa kabur oleh Joshua.

To Be Continued