Di suatu hari yang gelap di tutupi oleh awan gelap, aku duduk di kursi kesayangan ku dan bermain game. Game yang kumainkan adalah Minecraft. Siapa yang tidak tahu Minecraft? Walaupun di dalamnya hanya berisi kotak-kotak, game ini menduduki peringkat satu sebagai game yang paling disukai.
Awalnya semua baik-baik saja, sampai akhirnya...
Monitorku mulai menjadi semakin terang hingga berubah menjadi putih. Mataku tak sanggup melihat cahaya itu.
Apa yang terjadi? Mata ku tidak kuat lagi menahan cahaya yang kuterima dari monitorku. Penglihatanku pun menjadi sepenuhnya putih.
Di mana ini? Itulah yang kupikirkan saat cahaya itu pudar.
Aku melihat sekitarku padang rumput yang luas serta beberapa pohon menari dihembus angin. Awan putih dikelilingi langit biru yang cerah. Pemandangan seperti ini sudah jarang ditemukan di zaman sekarang.
Aku mencoba mengidentifikasikan tempat aku berada ini, tapi semua sia-sia saja. Aku tidak pernah melihat ini di seluruh dunia melalui internet.
Dari awal apakah ini memang duniaku? Tidak mungkin. Aku terlalu banyak bermain game sampai-sampai aku mengira kalau ini adalah dunia lain.
Pertama-tama aku harus mulai menjelajah di sekitar sini untuk mencari pemukiman.
Aku pun berdiri dan mulai berjalan entah ke mana berharap menemukan sesuatu.
Setelah beberapa menit berjalan, aku melihat seekor Kocheng Oren. Kucingnya sangat lah imut. Dengan bulu yang halus dan lebat membuatku ingin mengelusnya. Aku pun jongkok dan mengarahkan tangan ku ke arahnya.
Namun alangkah terkejutnya aku ketika melihat mata dari kucing itu berubah menjadi merah terang dan gigi taringnya membesar.
Aku yang melihat itu pun berusaha menghindar, tetapi sudah terlambat.
Kocheng Oren itu pun melompat ke arahku dan menggigit dan merobek daun telingaku.
"Ahhhh...."
Itu adalah kesakitan yang belum pernah kurasakan selama hidup.
Setelah telinga ku robek dia mulai berpindah ke arah perutku dan mencakarnya hingga terbuka dan memperlihatkan isi perutku.
Apakah ini adalah akhir hidupku?
Aku mengingat kembali semua yang kulakukan selama hidupku. Inikah flashback sesaat sebelum seseorang mati? Semua yang di sekitarku menjadi gelap total.
Tak lama setelah itu aku pun merenggang nyawa.
...
Di mana ini?
Aku membuka mata ku dan melihat sekitar lagi.
Betapa terkejutnya aku setelah melihat aku bangun di tempat yang sama ketika kejadian aku berpindah tempat.
Aku pun berdiri dan melihat sekitar sekali lagi untuk memastikan tempat ini. Semuanya persis dengan apa yang kulihat tadi. Lalu aku berlari ke arah tempatku mati tadi. Darah merah segar dan Kocheng Oren itu masih ada di sana. Yang tidak ada di sana adalah tubuhku.
Apakah aku hidup kembali? Aku masih tidak bisa berpikir dengan jernih. Tidak mungkin seseorang bisa hidup kembali. Tapi bekas darahnya masih ada di sana dan rasa sakitnya masih ku ingat.
Aku pun mencoba untuk menghindari Kocheng Oren itu. Saat aku menghadap ke belakang aku melihat 6 Kocheng Oren lagi menungguku. Dengan cepat aku melarikan diri tapi tidak bisa.
Alhasil aku dimakan hidup-hidup lagi dan rasa sakit yang tak tertahankan kembali kurasakan.
Apakah aku akan mati lagi?
Aku pun membuka mata lagi. Pemandangan yang sama menghiasi mataku. Aku benar-benar hidup kembali.
Aku menjadi semakin bingung. Untuk mencari tahu apa yang terjadi aku berjalan ke arah yang berlawanan dari tempat tadi aku menemukan Kocheng Oren.
Di sepanjang jalan aku mengalami hal yang sama berulang kali. Dimakan harimau, jatuh dari tebing yang sangat tinggi, digigit ular berbisa dan mati kelaparan. Semua sudah kualami.
Dalam perjalananku menuju entah kemana aku sudah mati lebih dari 30 kali sampai-sampai aku tidak merasa kesakitan lagi dan sudah terbiasa dengan semua ini.
Aku sudah bosan dengan darah segar yang berceceran. Bahkan aku sampai minum darah ku sendiri yang tersisa saat tidak menemukan air. Setelah 100 kali mati, rambutku tanpa sadar menjadi putih dalam sekejap.
Kurasa inilah yang di sebut dengan Sindroma Antoinette di mana terjadi pemutihan rambut secara tiba-tiba karena depresi dan ketakutan. Aku rasa aku sudah tidak bisa merasakan ketakutan lagi.
Akhirnya pun malam dan aku tertidur pulas di sebuah hutan. Keesokan harinya aku mulai berjalan lagi dan mati lagi karena terpeleset dengan badanku di tembus oleh kayu yang tajam. Jantungku yang tertusuk dan berada di ujung kayu itu. Apakah aku akan memulai semua dari tempat itu lagi?
Aku pun membuka mata dan yang kulihat adalah hutan tempat kemarin aku tidur. Kenapa aku tidak mulai dari tempat itu lagi? Aku pun mencoba memuaskan rasa penasaran ku dengan cara pergi ke suatu tempat lalu tidur setelah itu mati lagi.
Kematian ku tidak sia-sia. Aku mendapatkan sebuah informasi penting dari kejadian ini. Aku hidup kembali hanya di tempat aku tidur atau bisa kusebut dengan CheckPoint. Hal ini langsung mengingatkan ku dengan Minecraft.
Dengan ini aku bisa melanjutkan perjalanan tanpa harus mulai dari awal lagi. Mulai hari ini aku akan memaksimalkan tidurku. Aku ingin bilang begitu tapi, aku diterkam oleh harimau lagi dari belakang ku.
Aku pun bangun lagi dan melanjutkan perjalanan dengan arah yang tak jelas sembari tidur di saat aku beristirahat.
Setelah sekitar 500 kali aku mati dan beberapa hari di hutan itu, akhirnya aku menemukan padang rumput lagi. Di sana aku melihat 3 orang dengan zirah di tubuhnya, perisai, pedang dan panah di tangan mereka.
Aku melihat mereka sedang membunuh beberapa Kocheng Oren. Aku melihat lagi ke sekitar ku karena Kocheng Oren itu. Pemandangan yang sama lagi dengan saat aku tiba di sini.
Apakah aku berjalan selama beberapa minggu dan mengalami sekitar 500 kematian hanya untuk kembali ke sini?
Salah satu perempuan di antara mereka melihat ku dan berbisik kepada temannya.
Mereka pun segera mengakhirinya dan menghampiriku.
"Hey! Siapa namamu? Apa yang kau lakukan di sini?", tanya satu orang di antara mereka.
"Aku Touya. Aku sedang....."
Aku tidak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin aku memberitahu mereka kalau aku tiba-tiba di pindahkan ke sini dan memiliki kemampuan CheckPoint.
"Kau sedang?"
"Tunggu sebentar Lief. Kau terlalu memberikan tekanan kepadanya", potong perempuan yang tadi menyadariku.
Lief? Nama yang aneh.
"Iya aku setuju. Harusnya kita memperkenalkan diri terlebih dahulu", balas seorang perempuan lagi mengiyakan.
"Baiklah", ucap Lief.
"Namaku Windel, dia Ezer dan laki-laki ini Lief", kata perempuan yang tadi memotong pertanyaan Lief.
Windel, Ezer, Lief. Itu adalah deretan nama yang tidak pernah ku dengar.
"Namaku Touya. Salam kenal", balasku.
"Touya? Salam kenal ya...", balas Ezer.
"Aku ingin tanya sesuatu", kata ku.
"Iya silahkan saja", balas Windel tersenyum.
"Ini di mana?"