Hujan turun membasahi bumi. Jalanan pun tak terlalu dipadati pengendara. Hanya beberapa saja yang lalu lalang.
Putra dan Aisyah sudah hampir mendekati kendaraan yang dikejarnya, yang membawa kekasih hati si pemuda, Kinanti Maya. Darah Putra menggelegar mana kala ia membayangkan sesuatu yang buruk menimpa kekasihnya. Pedal gas pun diinjak semakin dalam, kian dalam dan hampir tak terkendali.
Untunglah ada Aisyah yang mengejutkannya. Kesadaran Putra kembali.
"Keselamatan gue juga mesti loe pikirin!" pungkas Aisyah cemas.
Putra pun menarik nafas dalam. Jalanan mulai licin.
Mereka sudah memasuki daerah rawan kecelakaan. Jika tak berhati-hati melewati jalan yang tak lagi datar, pun banyak tikungan tajam ini, salah-salah bisa terjun ke jurang tepat di sisi kanan, arah menuju luar kota.
Telepon Putra berdering, dari Maya.
"Tolong Ai."
Dan Putra pun meminta Aisyah untuk mengangkat, sebelum ponsel itu diberikan kepadanya.
"Hallo Tante, ini Aisyah."
{Kalian kemana?}
Aisyah mangap, bingung mau menjawab apa, ia melirik Putra yang tetap fokus ke jalan.
"Aisyah nemenin Putra ada urusan bentar."
Ya, itu alasan yang tepat, agar orangtua mereka tidak cemas.
{Ya sudah, hati-hati ya. Acara kantor sudah selesai. Mobil kamu tinggal di kantor aja dulu Ai, nanti pulang minta antar Putra aja. Ibumu sama Sekar bareng ayahmu.}
"Oh iya Tante. Tolong bilang Ibu, nggak usah tunggu Aisyah, kalau ngantuk, tidur duluan aja."
{Oke… Hati-hati ya, Nak.}
"Iya Tante."
Telepon pun diakhiri.
Maya bisa bernafas lega, ia mengira kedekatan Putra dan Aisyah mengalami peningkatan. Bunda Putra itu pun lalu menghampiri Arsy yang menunggu kabar dengan cemas. Setelah mendengar jawaban dari Maya, Arsy juga menghela nafas lega.
Jika dengan Aisyah, Maya percaya Putra akan baik-baik saja. Begitu pun sebaliknya. Jika dengan Putra, Arsy yakin putrinya akan baik-baik saja.
Acara kantor di akhiri dengan ucapan terima kasih dari sang Direktur. Pukul sepuluh malam, semua sudah berangsur pulang.
"Kemana Putra, Bun?" tanya Adit sebelum mereka meninggalkan ruangan acara.
Maya tersenyum, "Dia pergi sama Aisyah, Ayah nggak perlu khawatir."
Tapi, kali ini feeling sang Ayah sungguh tidak baik. Ia lalu memanggil Joko untuk menemuinya.
Beruntung, staf istimewa yang selalu siap dua puluh empat jam itu belum beranjak pulang. Ketika menerima panggilan dari Adit, Joko meminta istrinya untuk pulang saja duluan bersama putri mereka. Dan syukurnya lagi, tak pernah ada protes dari sang istri mengenai jam kerja suaminya yang tak terbatas.
"Lho Mas, ada apa?"
Maya tampak bingung, dengan kehadiran Joko di ruangan acara. Padahal, jelas sekali semua karyawan dan keluarga sudah pulang.
"Perasaan Mas nggak enak, Dik."
Adit menghampiri Joko yang sudah berada tak jauh di depannya.
"GPS di mobil Putra sudah jadi dipasang kan Jok?"
Joko mengangguk.
Jum'at lalu, kebetulan Putra meminta seorang staf untuk menukar oli mobilnya ke bengkel showroom. Di saat itu lah, Joko melaksanakan tugas khusus dari pimpinan teratas. Bukan apa-apa, Adit melakukannya karena memiliki kekhawatiran tersendiri di dalam dadanya. Mengenai keselamatan sang anak.
"Sudah kamu hubungkan ke ponselmu?"
Joko lagi-lagi mengangguk.
"Dimana posisinya sekarang?"
Joko lalu mengeluarkan ponsel. Ia hanya akan melacak keberadaan Putra jika sudah mendapat perintah. Aplikasi penghubung ke GPS di mobil Putra sudah terbuka. Joko langsung memperlihatkan pada Adit.
Saat melihat lokasinya, Adit menghela nafas.
"Di luar juga tengah hujan lebat, Pak."
Adit mengusap dahi.
"Lokasi itu, tepat sebelum air terjun di Malibo Anai."
Joko kembali memberikan informasi.
Adit tahu, ia mengangguk gelisah.
"Bisa ikuti mereka, Jok?"
Entah untuk alasan apa, tapi, Adit benar-benar tidak tenang.
Maya yang berdiri tepat di sampingnya, juga tertular kecemasan yang sama. Ia sama sekali tak menduga, mereka, Putra dan Aisyah akan pergi sejauh itu. Kemana mereka? Dan ada urusan apa?
"Siap, Pak."
Joko, yang memiliki perawakan tegap dan tegas, juga berfisik kuat, mengangguk. Ia akan melakukan apa saja yang diperintahkan Adit dan Maya, sebagai bentuk terima kasih yang tak terhingga pada kedua orang itu. Jika bukan karena kebaikan hati Adit dan Maya, yang tanpa peduli latar belakangnya, bersedia memberi pekerjaan, di saat kesulitan hidup dialami.
Joko mantan narapidana, yang sudah bertaubat. Dulunya, ia adalah seorang preman kelas kakap. Yang cukup disegani dalam dunianya. Perkelahian karena memperebutkan daerah kekuasaan, telah melemparnya ke dalam penjara. Di saat yang sama, ia baru saja menikahi sang kekasih, istrinya sekarang.
Berkat kesabaran dari istrinya lah, akhirnya dirinya bersumpah untuk bertobat dan takkan kembali lagi ke dunia itu, jika bebas nanti. Tiga tahun mendekam dalam penjara, dan itu karena mendapat remisi.
Lima belas tahun yang lalu. Saat Malik Estate mulai membuktikan diri, dan menyejajarkan nama dengan perusahaan-perusahaan besar nasional lainnya. Ketika Joko ditemukan Adit, sedang berdiri di depan kantor dengan membawa satu map mengenakan pakaian kemeja dan celana dasar yang terlihat lusuh.
Dari wajahnya, benar-benar terlihat ketidak percayaan diri untuk mengantarkan berkas lamaran itu.
Tapi, sungguh beruntung sekali nasibnya. Adit tergerak saja menghampiri, menerima langsung berkas itu.
Alhasil, setelah diskusi dengan Maya. Dan melakukan penyelidikan terhadap latar belakang keluarga Joko. Maya menyetujui untuk menerima pria, yang lima belas tahun lalu masih menjadi pemuda yang lusuh dan memprihatinkan.
Apa yang membuat Maya yakin? Adalah istri Joko. Wanita itu tampak sholehah dan baik hati.
Benar saja, hingga saat ini pun, tak sedikit pun Joko berkhianat. Ia bahkan sudah bersumpah akan mengabdi pada Adit hingga nafas terakhir. Inilah bentuk kesetiaan yang berawal dari sebuah kebaikan.
***
***
Putra sudah melihat mobil itu, bertuliskan "Pengantaran Paket Kilat". Rahangnya mengeras, Putra meremas stir kuat, dan menginjak pedal gas dalam.
Aisyah di sebelah terkejut, seketika berpegangan seperti tadi. Jantungnya berpacu cepat. Tikungan tajam di depan, dan Putra malah menaikkan speed mobil.
Ia menutup mata, saat melewati tikungan itu. Dan kembali membuka ketika merasa jalan yang dilalui kembali lurus. Aisyah menarik nafas.
"Tra…"
Panggilnya gemetaran. Tikungan tajam kedua juga sudah di depan mata.
Putra tak mengindahkan, ia yakin bisa melewatinya.
Tapi, kejadian tak terduga menimpa mereka. Hentakkan keras dari belakang, membuat kendali Putra hilang. Dan mobil yang membawa mereka menabrak pembatas jurang di sisi kanan.
"Putraaa…!"
Aisyah berteriak.
Mobil itu terjun ke dalam jurang.
Putra pun pucat pasi.
Beberapa detik kemudian, terdengar bunyi keras di bawah sana.
Mobil Putra terhempas. Kepalanya terbentur sisi pintu, dan juga terkena pecahan kaca. Putra terluka parah, dan seketika tak sadarkan diri.
Sementara Aisyah, melindungi wajah dan kepalanya dengan kedua tangan. Meskipun hempasan keras juga menghenyakkan pertahanan fisiknya.
***
***