Hari ini, mereka (Kinan-Putra) resmi menjadi sepasang kekasih. Hah! Jika saja Maya tahu, hidup Putra takkan tenang dibuatnya.
Maya meminta seseorang untuk memata-matai Putra. Ia sudah meminta izin pada Adit, meskipun semula Adit keberatan, tapi, akhirnya ia perbolehkan juga. Ini demi kebaikan Putra. Jika perempuan yang sedang bersama Putra adalah gadis baik-baik, Maya takkan melanjutkan aksi pengintaian ini. Namun, kalau gadis itu sebaliknya, bukan tidak mungkin, ia sendiri yang akan turun tangan menghancurkan hubungan kasih anaknya itu.
***
***
Kinan merasa menjadi gadis yang paling bahagia di dunia saat ini. Tak henti ia bersyukur di dalam hati. Memiliki kekasih setampan dan sebaik Putra, ia yang penuh perhatian meskipun juga sering membuatnya jengkel. Tapi, saat bersama pemuda itu, Kinan seakan meraih lagi masa mudanya yang indah, sebelum terenggut oleh si bajingan Andi.
~Tuhan kucinta dia, kuingin bersamanya, kuingin habiskan nafas ini berdua dengannya, jangan rubah takdirku, satukanlah hatiku dengan hatinya, bersama sampai akhir.~
Kinan bersenandung, suaranya merdu. Membuat Putra semakin terbuai. Ia tak menyangka gadis ini bisa menyanyi.
"Bagus suaranya."
Puji Putra.
Kinan tersedak, saking bahagianya, ia sampai tak sadar mendendangkan lagu itu.
Gadis itu malu, ia lalu menghidupkan musik di mobil Putra, yang dari tadi tak terdengar suaranya.
"Jangan, loe aja yang nyanyi, Nan."
Putra menahan tangan Kinan yang baru akan memencet tombol on.
"Nggak, nanti gue haus, loe nggak ngasih gue minum, nggak ngasih makan. Gue udah laper."
Putra tertawa canggung. Ah, ada-ada saja. Kenapa mobil ini harus sampai ke daerah ini? Sudah terlalu jauh mereka pergi.
Putra kemudian meningkatkan speed, hampir full. Ia tampak seperti pembalap saja, di jalanan nan lengang itu. Kinan yang memang menyukai kecepatan, tersenyum lebar, ia menikmati perjalanan ini. Sambil ditemani musik Pop Up Beat.
Putra tersenyum melihat tingkah kekasihnya. Ia seperti anak-anak yang sedang bahagia berada dalam permainan yang diinginkan. Kinan bahkan menurunkan jendela, dan mengeluarkan kepala sedikit, gadis itu menikmati angin yang cukup kuat menghantam wajahnya, lalu menerbangkan rambut indah, yang ia ikat itu.
Putra merasa hal demikian berbahaya, pemuda itu lalu menaikkan kembali kaca jendela itu. Kinan mendesis, kepalanya hampir terjepit. Putra lalu mengunci, dari central lock, di dekatnya.
"Bahaya tau!"
Kinan cengengesan. Tak boleh kesal hari ini. Ini hari bahagianya.
"Makasih Putra…" teriaknya benar-benar terlihat sangat bahagia.
Putra sampai terkejut dan menutup sebelah kupingnya. Setelah itu, ia ikut tertawa melihat Kinan yang tergelak begitu riang.
^^ Begini saja Kinan, hiduplah seceria ini. Dunia itu tidaklah sekelam yang selalu kau rasakan. Lihatlah langit di luar sana, warnanya biru. Lihatlah mentari itu, sinarnya teramat terang, lihat juga pepohonan itu, hijaunya menenangkan. Lihat tanah tebing itu, lihat pemandangan sawah itu, lihat jalanan yang menurun lalu mendaki itu, lihat alam ini. ^^
^^ Bebaskan dirimu, Kinan. Berhentilah mengurung jiwa dalam hasrat yang membutakan matamu untuk melihat dunia yang indah ini. Lihat pula aku, orang yang akan menggenggam tanganmu untuk berlari bersama, menikmati dunia yang indah ini. ^^
^^ Begini saja Kinan, lepaskan tawamu itu. Jangan lagi lihat mereka yang menghancurkanmu. Lupakan dan tinggalkan semua luka dibelakangmu. Berhentilah mengingat masa kelam itu. Keluarlah melihat dunia yang cerah ini, bersamaku. ^^
***
***
Aisyah si Polwan manis akhirnya landing juga di kampung halaman dengan selamat. Arsy sudah berada di bandara untuk menjemput. Saat melihat putri sulungnya, Arsy buru-buru mengejar.
"Ibu…"
Aisyah segera meraih tangan Arsy, lalu mencium takzim. Ow, meskipun seorang perwira polisi, ia tetaplah anak yang santun pada orangtua.
"Aisyah bilang kan nggak usah jemput."
"Ibu kangen."
Arsy lalu merangkul lengan putrinya yang jauh lebih tinggi.
"Agak kurusan kamu, Nak. Jarang makan?"
Aisyah hanya tersenyum sedikit, "Banyak kerjaan, Bu."
"Ibu udah bisa bawa mobil?" tanya Aisyah kemudian. Setahunya, Arsy tak bisa menyetir.
Arsy menggeleng. "Taksi kan ada."
Aisyah tersedak, "Ah, Aisyah pikir."
Mereka lalu menaiki taksi yang sudah mengantri untuk dinaiki penumpang.
"Berapa lama cuti, Nak?"
Arsy tak berhenti melihat putrinya yang manis itu. Aisyah berpakaian kasual seperti biasa, dan menggunakan topi serta kaca mata hitam. Rambutnya yang seleher, sesekali dirapikannya karena diterbangkan angin, yang masuk dari jendela taksi yang sengaja ia buka. Aisyah selalu mual kalau naik mobil, jika pakai AC. Apalagi, kalau mobil yang ia naiki, menggunakan pengharum.
"Ibu minta Aisyah lama, ya Aisyah ambil dua pekan."
"Wah… Ibu seneng dengernya, Nak."
Aisyah tersenyum sambil melirik ibunya, yang kelihatan manja sekali kali ini. Arsy bergelayut di lengan Aisyah yang tegap.
"Ada apa, Bu? suruh Aisyah pulang segala."
"Kan Ibu bilang kangen."
"Kangen ngapain dulu ni."
Aisyah curiga, Arsy sejak dulu, selalu memanfaatkannya untuk mengantar kemana-mana. Sekar belum dibolehkan Ajay menyetir mobil. Adiknya itu tak seperti dirinya. Sekar cenderung manja dan lemah. Lemah mental dan fisik.
"Ai, kamu ingat Putra nggak? Anaknya tante Maya."
"Putra si sipit?"
"Kok bilang gitu?"
"Ya emang matanya sipit kan?"
"Kamu nggak boleh bilang gitu, Ai. Dia udah gede sekarang, ganteng lagi."
Arsy mulai memancing.
Dan Aisyah mengerutkan kening. Ah! Polwan manis itu sudah bisa menangkap maksud dari perkataan ibunya. Ia lalu menggeleng tanpa menanggapi, dan melempar pandangan keluar. Tak banyak yang berubah di kota ini.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah. Aisyah membayar biaya taksi, sebelum turun.
Tak ada orang di rumah, Sekar sedang kuliah. Ajay bekerja.
"Ibu kangen Aisyah atau naik ini."
Aisyah masih menggoda ibunya, sambil menepuk atap mobil tipe sedannya itu. Yang selama ia tak ada, juga sangat jarang sekali keluar dari sangkar. Meskipun begitu, Ajay tetap tekun melakukan pemeliharaan, agar mobil putri sulungnya itu selalu terawatt.
Arsy hanya tersenyum, bukan itu sebenarnya. Ia memang kangen putrinya. sekalian hendak melancarkan rencana perjodohan.
Arsy mengirimi Maya sebuah pesan, memberitahukan kalau Aisyah sudah sampai di rumah.
Tak lama, Maya pun menghubungi Putra. Ia akan ke sana, dan minta Putra mengantar. Si sulung itu, belum juga pulang ke rumah, ia pergi sejak tadi pagi.
Telepon dari Maya mengagetkan Putra. Mereka baru akan turun untuk makan siang, ia juga baru sampai di kota.
{Bang, bisa tolong antar Bunda ke rumah tante Arsy?}
Maya to the point saja, ia tak ingin bertele-tele. Tak perlu tanya anaknya dimana, dengan siapa, sedang apa? tak perlu, ia hanya ingin anaknya pulang, itu saja.
"Loh, kok tiba-tiba aja Bun?"
{ Sejak tadi Bunda tunggu, Abang nggak pulang-pulang. Bisa pulang sekarang, Bang?}
Putra menelan ludah. Ia lalu melirik Kinan.
"Bisa Bunda."
{Bunda tunggu.}
Setelah telepon ditutup. Putra menggenggam jemari Kinan dan berkata, "Bunda suruh pulang, loe nanti order via ojek online atau kita drive thru junk food aja?"
Kinan menghela nafas, baru juga jadian, ibunya Putra sudah merecoki kebahagiaannya.
"Drive thru aja, di pom bensin, deket ke rumah gue, ada."
Putra lalu mengangguk, dan segera memutar mobil keluar area parkiran restoran yang hendak mereka singgahi.
"Maaf ya, Nan."
Kinan mengulum senyum, lalu mengangguk.
***
***