Chereads / Another Winter / Chapter 24 - Dua Puluh Tiga

Chapter 24 - Dua Puluh Tiga

Bunyi lonceng kecil yang tergantung di pintu membuat Adele yang sedang menopang dagu, mengangkat wajah. Lalu orang yang baru saja berjalan memasuki kafe membuat Adele tersenyum. Orang itu berdiri sejenak, menggerakkan kepalanya seperti sedang mencari seseorang lalu ketika pandangannya mendarat padanya, lelaki itu berjalan menghampiri mejanya.

"Halo, Nick," sapa Adele ketika Nick duduk di seberangnya.

Nick tidak terlihat senang, tidak seperti yang selalu terjadi setiap saat Adele memanggilnya dulu.

"Jadi? Apa yang harus dibicarakan? Sesuatu yang penting?" tanya Nick, terdengar tergesa-gesa.

Adele menarik napas dalam-dalam lalu menjawab, "Bayi ini milikmu, Nick."

Lelaki itu tertegun. Rahangnya mengeras lalu kedua alisnya berkerut, bingung. Kemudian ia tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Setelah sekian lama tidak bertemu, membuangku saat tidak diperlukan dan sekarang kau memberitahuku kau mengandung... anakku?"

"Memang terdengar gila."

"Ini lebih dari gila. Ini mustahil," bantah Nick, mencondongkan tubuhnya sambil mengecilkan suara. Orang-orang yang duduk di sekeliling mereka tampak tak peduli.

Adele menggigit bibir bagian bawahnya kemudian menjawab, "Apa kau ingat pembukaan Metrolax di Manhattan tiga bulan yang lalu?"

Nick mengangguk. Ia mengerutkan keningnya, bingung. Namun setelah berpikir keras mengingat-ingat kejadian waktu itu, Nick perlahan-lahan menarik diri dan bersandar ke punggung kursi.

Adele lalu tersenyum lemah, "Ya, semuanya terjadi di sana."

***

"Oh, cepatlah James! Aku tidak mau lama-lama berada di sini," gerutu Nick ketika memasuki klub berisik yang ramai dipenuhi tamu-tamu undangan. Lampu warna-warni yang berkedip-kedip membuat Nick lebih pusing dari keadaannya sebelum memasuki gedung.

Nick baru saja berhasil menjual gedung yang tak kunjung terjual, tua dan usang kepada mantan selebriti yang sudah pensiun, Rio Francis. Selebriti itu merubuhkan gedung kemudian mengubahnya menjadi klub tingkat tiga yang banyak didatangi aktor dan penyanyi terkenal. Dan dalam hari pembukaannya, Nick menerima undangan untuk hadir. Tentu saja ia tak bisa menolak meskipun ia benci sekali tempat bising dan padat.

James mengikuti Nick dari belakang seperti pengawal pribadi, menuju bar penjual minuman yang dikerumuni orang-orang. "Kau mau minum apa?"

Nick tak begitu menghiraukan James. Namun ia berkata dengan asal, "Whiskey."

Minumannya keluar lebih cepat dari dugaannya. James belum sempat duduk di bangku ketika Nick berkata, "Aku akan mencari Rio, mengobrol sebentar lalu pergi dari sini. Tunggu aku dan kalau aku tidak kembali dalam tiga puluh menit, kau boleh pulang."

"Ay-ay, Cap."

Setelah menegak habis minumannya, Nick menerobos lautan manusia yang sibuk menari di lantai dansa. Wanita-wanita sengaja menabrakkan diri padanya, mengajak menari, menarik jasnya dan sesekali menyapanya dengan panggilan 'tampan'. Nick sedang tidak mood untuk berurusan dengan wanita-wanita mabuk yang akan memeloroti pakaian serta uangnya. Entah mengapa akhir-akhir ini ia tak berselera seperti dulu.

Nick akhirnya berhasil menginjakkan kaki di seberang ruangan. Dan tepat ketika kedua matanya menangkap sosok yang ia cari, langkahnya terhenti oleh seseorang yang mendadak berdiri di hadapannya. Seorang wanita berambut pirang emas dengan mata biru laut.

"Aku tidak tahu kau di sini, Nick."

Di dalam ruangan redup bercahaya minim seperti ini, Nick memerlukan usaha keras untuk mengenali siapa wanita itu. Terutama suaranya yang ditimpa musik keras yang bercampur dengan obrolan para tamu yang riuh. Namun ketika wanita itu tersenyum, Nick langsung tahu siapa yang bicara dengannya.

"Gedung ini milikku, sebelumnya. Aku berhasil menjualnya pada Rio Franciz dan beliau mengundangku," jelas Nick.

Sudah lebih dari setahun Nick tak melihat Adele. Dan meski dalam kegelapan, entah mengapa wanita itu tetap terlihat mempesona. Tubuhnya yang ramping, kakinya yang jenjang, rambut emasnya yang selalu mengeluarkan bau bunga... Nick tak ingin mengakui kalau ia merindukan wanita itu namun faktanya perasaannya tak dapat berbohong.

Adele melihat ke kanan dan kiri, seperti sedang memastikan sesuatu. Wanita itu sesekali memberi salam pada teman wanitanya yang lewat sebelum kemudian berpaling lagi pada Nick, "Oh, begitu."

"Bagaimana denganmu?" tanya Nick.

Adele tak menjawab. Ia berjalan mendekat lalu meletakkan sebelah tangannya di atas bahu Nick, "Kau terlihat menawan hari ini...," bisik Adele di telinga Nick dengan suara kelewat pelan, "...Xavier."

Nick mengerutkan keningnya, bingung. "Xavier? Siapa di-,"

Nick tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Adele lebih dulu menarik wajahnya dan mendaratkan ciuman di bibir Nick. Ciuman itu begitu liar dan cepat, membuat Nick tak memiliki waktu untuk mencerna apa yang terjadi. Ia menyalahkan alkohol yang ia konsumsi karena membuatnya merasa bergairah saat wanita itu menciumnya.

Ia tahu ia seharusnya tak membiarkan Adele memperlakukannya seperti ini... ia tahu ia seharusnya melawan, tapi... kenapa Nick justru menggerakkan bibirnya dan malah menikmati apa yang sedang terjadi?

Nick belum sempat melakukan apapun dan hal terakhir yang ia ingat, Adele menarik kerah jasnya dan membawanya ke dalam sebuah ruangan gelap yang kecil dan sesak.

***

Ingatan itu menarik Nick ke masa kini. Kedua matanya melebar, takut. Ia memandang Adele dengan tatapan syok yang kemudian membuat Adele was-was.

Nick menelan ludah. Ia memutar otak, memastikan kalau ia mungkin melewati beberapa hal dalam ingatannya. Tidak mungkin. Kalau memang semua ini terjadi seperti itu, mengapa ia merasa ada yang tidak beres? Mengapa ia merasa ada yang tidak benar?

Adele mengulurkan sebelah tangannya kemudian meletakkannya di atas permukaan tangan Nick yang tergeletak lemas di atas meja. "Kau... mengingatnya?"

"Entahlah, Adele. Aku tidak yakin. Ingatanku... samar," ucap Nick, lirih.

Kemudian seulas senyum lega tersungging di wajah Adele yang kemudian berusaha menyembunyikannya. "Aku tahu ini semua sulit dicerna. Ini terjadi padaku tiga bulan yang lalu. Aku mengerti perasaanmu. Tapi, kita akan melalui ini semua bersama. Sebagai keluarga."

Perkataan Adele bermaksud untuk menenangkannya, namun ia sama sekali tak merasa demikian. Ia tidak bisa tenang. Jantungnya berdebar kencang, melonjak-lonjak tak keruan hingga membuat aliran darahnya mengalir deras di bawah permukaan kulitnya. Napasnya tak beraturan, seperti baru saja melakukan lari maraton puluhan kilometer.

Nick tidak yakin ini semua benar. Ia tidak mempercayai ingatannya karena hatinya tak selaras dengan penjelasan Adele dan semua yang terjadi. Dan dalam keadaan sekacau ini, Nick bertanya-tanya bagaimana mungkin orang pertama yang muncul dalam benaknya adalah Naomi.