Happy Reading ...
Hari ini Anna dan kedua orang tuanya akan berkunjung ke rumah keluarga Wadihan—adik ipar ayah Anna. Devan—ayah Anna—berencana mengajak Anna melihat kamar baru yang sudah disiapkan oleh pamannya. Anna akan sering menginap di rumah Wadihan saat memulai perkuliahaan nanti. Karena kampus yang jaraknya dekat dengan rumah pamannya, Devan tidak mengizinkan Anna untuk membeli rumah baru di dekat kampus.
"Anna, ayah harap kamu akan serius dengan sekolahmu kali ini," ucap Devan dengan tegas. Ia bahkan tak melirik ke arah Anna sama sekali. Matanya fokus pada jalanan di depan.
Anna yang mendengar ucapan Devan hanya mengangguk patuh, ia takut jika tidak diberi uang jajan jika membantah. "Ayah, aku hanya akan menginap di rumah paman jika aku pulang larut, kan? Aku masih bisa naik angkutan umum jika jadwal kuliahku selesai siang hari."
Devan hanya menanggapi dengan anggukan. Ayahnya pasti akan memperketat Anna mulai sekarang. Jika saja Anna tau akan begini ia tidak akan pernah main-main saat di bangku SMA. Akibat peringkatnya turun di urutan ke-20 membuat Devan kecewa dan memutuskan untuk meminta bantuan Wadihan. Devan menyuruh Wadihan untuk mengawasi Anna, pria itu tau jika adik iparnya sangat disiplin dan teratur. Anna akan menjadi gadis baik jika Wadihan mendidiknya, begitu pikir Devan.
Setelah memarkirkan alphard hitam kesayangannya, Devan masuk ke rumah Wadihan yang di sambut ramah oleh Yulia—adik kandung Devan. Yulia mempersilahkan Devan dan keluarganya masuk. Anna yang sedari tadi merasa pegal akhirnya bisa meregangkan sendi-sendinya yang terasa kaku akibat kelamaan duduk di dalam mobil.
"Kak Anna?" Arfa datang dari lantai atas saat melihat mobil asing terparkir di halaman rumah. Ibunya bilang jika Devan akan mengajak Anna berkunjung dan itu membuat Arfa senang. Ia sudah lama tidak bertemu Anna.
Anna yang tadi sedang berbaging di sofa ruang TV segera menegakkan badan saat rungunya mendengar seseorang memanggil. Ia melihat Arfa yang berjalan tergesa dengan meneteng sekantung besar makanan yang ia yakin jika tante Yulia yang membeli.
"Kau baik sekali, Adik. Aku sangat lapar dan kau membawa sekantung penuh makanan." Tanpa sepatah kata lagi Anna menyerobot sekantung makanan yang tadinya dipegang Arfa.
"Anna!" Devan yang melihat tingkah Anna melotot tajam, ia tidak suka dengan kelakuan tidak sopan putrinya. Selia yang melihat kelakuan Anna hanya menghela napas pasrah, ia tidak ingin berdebat apalagi ini bukan rumahnya. Jika biasanya Seila akan ceramah panjang lebar saat Anna melakukan kesalahan maka kali ini ia akan diam. Seila akan membiarkan Devan menghadapi putrinya untuk kali ini.
"Hum, baiklah. Arfa apa aku boleh makan ini." Tunjuk Anna pada sekantung makanan yang sudah diletakkan di meja. Arfa mengangguk ia tidak mungkin melarang Anna memakan makanan itu karena Yulia memang membeli untuk Anna.
Setelah memastikan Anna tidak bertingkah, Devan duduk di ruang tamu dengan tenang. Di sana sudah ada Wadihan, Seila, Yulia, dan Arfa. "Anna jadi masuk di kampus itu?" Devan mengangguk.
Wadihan menghela napas pasrah. Karena terlalu mengatur putrinya Devan malah membuat Anna kehilangan kepercayaan diri dan melewatkan ujian masuk sekolah yang sudah ditentukan oleh Wadihan. Ya, Wadihan yang akan mengatur pendidikan Anna mulai sekarang. Devan terlalu protektif pada Anna hingga tidak membiarkan gadis itu tinggal terlalu jauh darinya. Maka untuk memastikan kehidupan Anna akan layak di masa depan maka Wadihanlah yang akan mengaturnya.
"Anna akan mengikuti ujian itu tahun depan, tidak boleh terlewatkan lagi," pungkas Wadihan, "Arfa akan membantu Anna mempersiapkan diri untuk ujian mendatang." Arfa mengangguk patuh saat keempat orang tua itu menatapnya.
Setelah diskusi yang telah mencapai final. Arfa mendatangi Anna yang sedang asik dengan ponselnya sambil berbaring di sofa. Ia meminta Anna untuk datang ke ruang tamu karena Wadihan memanggilnya.
"Ada apa?" Anna menempatkan diri duduk di samping Arfa, tepat di hadapan Wadihan. Anna menangkap raut serius pamannya. Ia merasa ada yang akan terjadi padanya saat itu, mungkin hidupnya akan lebih terikat mulai sekarang … atau entahlah.
"Mulai minggu depan kamu akan ikut kursus bahasa Inggris bersama Arfa." Anna mengernyit. Untuk apa? Batinnya.
"Kamu harus memiliki sertifikat dengan nilai yang baik, Anna. Paman ingin kamu belajar dengan baik. Ayah dan ibumu juga setuju, kamu hanya tinggal berangkat Rabu depan karena Arfa yang akan mengurus pendaftaranmu," terang Wadihan dengan nada yang teramat tenang.
Anna sedikit gugup, pamannya ini terlalu angkuh dan mendominasi. Jauh melebihi keluarga Ranudiputra, keluarga Wadihan lebih ketat dan mengikat. Bahkan sejauh yang Anna tau, Arfa dan Dania harus bekerja keras untuk menjadi seorang atlet renang karena keinginan tuan Wadihan sendiri.
Tak bisa membantah Anna akhirnya setuju. Mungkin memang Anna harus setuju entah ia ingin atau tidak. Jalan hidupnya ada di tangan keempat orang itu, akan sangat sulit jika ia memberontak.
"Anna, ada yang ingin paman tanyakan padamu." Anna menjadi gugup, pasalnya sekarang yang ada di ruang tamu hanya dia, Yulia, dan Wadihan, kedua orang tuanya sedang pergi melihat kamar baru Anna.
"Kamu sudah punya kekasih?" Tak terlintas di benak Anna jika Wadihan akan menanyakan hal itu.
Anna menggeleng sebagai jawaban. Wadihan tersenyum melihatnya. "Bagus, kamu tidak boleh sembarangan menaruh hati pada seorang pria." Wadihan menatap Yulia penuh arti dan itu membuat Anna semakin gugup.
"Anna, kamu mau ikut bibi ke restoran?" ucap Yulia.
"Kenapa, Tan?" tanya Anna penuh rasa penasaran. "Ada pelanggan tetap tante yang mungkin cocok denganmu, dia seorang manager yang bekerja di perusahaan kontruksi dekat restoran tante." Yulia menatap Anna penuh harap.
What the---, apa maksudnya? Jangan bilang mereka akan menjodohkan aku, Batin Anna kesal. Anna baru saja lulus sekolah, dia bahkan memiliki usia yang sama dengan Arfa. Mereka ingin menjodohkannya dengan pria tua? Big no, dude.
"Anna, apa kamu pikir orang yang tante maksud adalah pria tua?" tanya Yulia, "Huh, dia masih muda, Ann. Dia bahkan tampan dan tinggi."
Anna bergidik ngeri, walaupun tampan dan tinggi Anna akan tetap menolak. Lagipula jika sampai masalah jodohnya yang di atur ini sudah keterlaluan. Anna ingin menemui pria yang benar-benar membuat dia nyaman dan mampu melupakan dia.
"Maaf, Tan. Anna mau fokus pada kuliah dulu," tolak Anna secara halus. Yulia tersenyum maklum dan tidak memaksa. Anna sangat bersyuku karena ia tak perlu buang-buang tenaga untuk berdebat.
"Anna, kamu harus paham. Ranudiputra adalah gelar yang disandang ayahmu dari Ranudikrama—Kakekmu—kamu tidak boleh jatuh hati pada sembarang orang. Ingat Anna kamu cucu tertua Adam Haidar. Kamu harus bisa menggambil kembali hak milikmu." Anna menghela napas, ia sekarang tau kenapa ayahnya tidak pernah menggunakan nama belakang Kakek Haidar dan malah memilih menyandang nama belakang Ranu.
Orang-orang itu berambisi agar aku bisa mengambil apa yang menjadi milikku. Mereka ingin aku menyingkirkan Bella Rahma Haidar—cucu kedua keluarga Haidar. Itu artinya aku harus mengunggulinya di segala bidang.
Mereka gila! Mana mungkin aku mampu bersaing dengan Bella, Anna mengeluh dalam hatinya.
Setelah diskusi panjang untuk menentukan jalan hidup Anna, keluarga Ranu pamit untuk pulang. Mereka meninggalkan Kalila dan Naomi sendirian di rumah, Devan tak ingin kedua putri bungsunya itu kesal dan memintanya membelikan hal-hal aneh sebagai ganti karena tidak mengikutsertakan mereka.
Minggu depan Anna akan mulai hari-harinya lebih berat dari sebelumnya. Anna berharap ini akan segera berakhir dan dia bisa bebas seperti dulu lagi.
TBC ...
Sampai jumpaa