Chereads / IRONA / Chapter 4 - Pertemuan Pertama (Flashback Satu)

Chapter 4 - Pertemuan Pertama (Flashback Satu)

Kota Bandung adalah kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota terbesar di wilayah Pulau Jawa bagian selatan.

Ciwidey adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini terletak di sebelah selatan Kota Bandung berjarak 50 km. Kec Ciwidey sebelum dimekarkan dengan kacamatan Rancabali memiliki wilayah sangat luas sampai ke Desa Baledgede Kec. Naringgul Kab. Cianjur.

Kecamatan Ciwidey terkenal dengan ladang stroberinya, sudah banyak pengunjung dari berbagai Kota, entah dalam maupun luar kota. Mereka menjadikan ladang stroberi sebagai tempat liburan dan juga belajar, karena selain bisa memetik langsung buah stroberi mereka juga akan mendapat pelajaran tentang buah tersebut.

Seperti saat ini, keluarga Aksadana sedang liburan di Kota Bandung tepatnya di kawasan ladan stroberi Ciwidey, mereka memanfaatkan liburan sekolah untuk berkunjung kesana.

"Yah, Aksa kesana dulu ya," anak kecil berusia delapan tahun itu langsung berlari tatkala melihat hamparan pohon stroberi yang sangat menakjubkan. Ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan nya, karena di Kota hingar bingar seperti Jakarta tidak ada yang seperti itu, atau jika ada pun tidak akan seperti ini.

Aksa kecil berbinar ketika melihat buah stroberi yang masih tumbuh di pohonnya, "wah.. Aksa baru liat buah stroberi yang belum di petik," Ia mengedarkan pandangan, lalu matanya terkunci pada seorang gadis yang juga sedang memetik buah stroberi, Aksa menhampiri gadis itu.

"Hai," sapanya sambil mendekat.

"Hallo," gadis cantik itu menoleh.

"Aku Aksa, nama kamu siapa?"

"Aku Irona"

"Aku boleh ikut ambil buah stroberi nya ngga?"

Irona hanya menoleh dan tersenyum, ia senang karena ada seseorang yang akan menemaninya, dan ia juga senang karena ia akan mendapat teman baru.

"Kamu bukan dari Bandung, ya?" Irona memerhatikan wajah Aksa.

Aksa mengangguk, "aku dari Jakarta, sedang liburan kesini," ia tersenyum. Irona hanya ber oh ria saja.

"Kamu sendiri asli orang Bandung?," Aksa bertanya kembali pada Irona.

"Iya, itu rumahku," Irona menunjuk ke arah rumah bercat merah muda, rumah yang sangat minimalis dan terlihat hanya satu-satu nya di sekitaran kebun stroberi ini.

"Kok rumah kamu cuman ada satu?," tanya Aksa penasaran, karena ia tidak melihat rumah penduduk lainnya disini.

"Iya, karena ibu aku itu yang merawat semua stroberi disini"

"Wah.. berarti kamu sering memetik buah stroberi ya?," seketika mata Aksa berbinar, karena pasti menyenangkan berada di temgah-tengah ladang stroberi, pikirnya.

"Ngga juga, aku hanya merawatnya"

"Oooohhhhh," Aksa membulatkan mulutnya.

"Aksa ayo kita pulang, Nak," Ayah Aksa, atau Malik Aksadana menghampiri putranya. Ia memperhatikan Aksa dari arah jauh, ia senang melihat Aksa mendapatkan teman baru dan mudah akrab dengan seseorang.

"Yah.. Aksa masih pengen disini," wajahnya memberenggut, tidak ingin pergi dari keindahan ini.

"Nanti kita kesini lagi, ya"

Aksa akhirnya mengangguk pasrah, "Irona aku pulang dulu ya. Nanti aku pasti kesini lagi," ia mengulurkan tangan dengan maksud berjabat tangan, dan Irona membalas uluran tangan Aksa. "Hati-hati ya Aksa" Irona tersenyum.

"Dadah Irona," Aksa melambaikan tangannya, entah mengapa ada rasa tidak rela ketika meninggalkan Irona.

Beberapa tahun berlalu, Aksa benar-benar menepati janjinya. Ia datang kembali untuk menemui Irona, tetapi sayangnya ia tidak menemukan gadis itu, hanya informasi yang mengatakan Irona akan melanjutkan sekolah di SMA Altamevia.

Lapangan SMA Altamevia begitu ramai, hari ini adalah hari terakhir Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Setelah tiga hari mereka melakukan tugas dari para senior, dan setelah ini mereka akan sah menjadi siswa Altamevia.

"Na, lo perhatiin deh cowok itu. Dari awal masuk dia kayak yang merhatiin lo," Arin menunjuk ke arah lelaki yang sedang berdiri sambil bersidekap dada.

"Perasaan lo aja kali," Irona hanya mengangkat bahu acuh, karena ia sama sekali tidak mengenal laki-laki itu.

" Gue serius Na, gue selalu merhatiin dia karena dia cakep"

"Makanya jangan nafsu banget liat cowok cakep," Irona beranjak meninggalkan Arin di lapangan, ia lapar, perutnya belum terisi apa-apa sejak pagi.

"Lo mah ya kebiasaan banget ninggalin gue," Arin sudah berada tepat disamping Irona, entah sejak kapan.

"Gue laper Arin sayang," Irona terlihat menarik nafas berkali-kali, kalau saja Arin bukan sahabatnya, eh.

"Gue cuman curiga sama cowok tadi Na"

"Udah ngga usah di pikirin, mending lo makan," Irona terlihat acuh dan malas sekali membahas perihal lelaki tadi.

***

"Baik anak-anak, hari ini adalah hari terakhir mpls. Bapak harap ilmu yang kalian dapat selama tiga hari ini bisa bermanfaat, dan selamat datang di SMA Altamevia"

"huuuuuuuu," suara riuh dan tepuk tangan terdengar menggema di lapangan SMA Altamevia, karena hari ini mereka sah menjadi siswa Altamevia.

Irona dan Arin bergegas membereskan semua barang-barang mereka, karena sudah waktunya mereka pulang. "Lo serius ngga mau mampir kerumah gue? ibu kemarin abis metik stroberi loh," Irona tersenyum jahil, karena biasanya Arin akan senang kalau ibunya memetik buah stroberi yang segar.

Arin terlihat melemaskan bahu, "gue pengennya kerumah lo. Tapi badan gue pegel-pegel kayaknya," ia terdiam untuk beberapa saat, "gue pengen banget srtoberi gratis".

Irona terkikik melihat raut wajah sahabatnya, "besok gue bawain," sambungnya.

Kedua bola mata Arina berbinar, "wah.. makasih Irona sayang," ia langsung memeluk Irona.

"Iya, udah lepasin," Irona berusaha melepaskan pelukannya.

Arin terkekeh melihat wajah Irona yang kesal karena ia peluk, begitulah cara Arin menunjukan sayang pada Irona.

Irona dan Arin berjalan menyusuri koridor yang mulai sepi, mereka berjala tanpa ada obrolan sedikitpun, hanya keheningan yang mendominasi.

"Ehem"

Sontak keduanya berhenti, dan menoleh ke arah suara deheman tersebut. Terlihat seorang lelaki bertubuh tegap dan atletis berdiri sambil bersidekap dada.

"Na, itu kan cowok yang tadi," Arin menyenggol lengan Irona. Irona hanya menoleh ke arah Arin sebentar, lalu berbalik ke arah lelaki tadi.

"Ada apa ya?" Irona bertanya sesopan mungkin.

"Kamu Irona?," ucap lelaki itu memperhatikan Irona.

Irona menatapnya aneh, "kok lo tau nama gue?," tanya nya penasaran.

"Tuh di papan nama lo, minggir. Lo berdua ngalangin jalan gue". Dengan wajah datar dan tampak tidak berdosa, lelaki itu berjalan dan menabrak bahu Irona.

Irona tertegun di belakangnya, "cowok gila," gumamnya.

"Lo kenal dia?," tanya Arin penasaran.

Irona mengangkat kedua bahunya, "enggak," dan berjalan kembali.

"Emang ya Na, itu cowok aneh banget," Arin masih tetap menggerutu, melihat kejanggalan dalam diri laki-laki tersebut.

"Gue ngga tau dia siapa sih, Rin. Kan dia kayak kita, sama-sama siswa baru," irona menjawab dengan logis. Memangnya mereka siapa harus dikenal banyak orang, pikirnya.

Aksa senang karena ia sudah menemukan Irona, gadis pujannya sejak kecil. Tidak sia-sia ia pindah ke Kota Bandung, walaupun sepertinya Irona tidak mengenali Aksa. Tapi wajar saja, mereka hanya bertemu satu kali dan terpisah kembali untuk beberapa tahun.