Hujan dijam kedua ujian tadi cukup membuat suasana pulang sekolah kali ini menjadi dingin. Rerumputan hijau di pekarangan sekolah pun tampak basah hingga beberapa tempat juga terlihat ada genangan air. Melodi kali ini tidak berjalan di koridor, lebih memilih berjalan di rerumputan hijau sekolah yang terdapat genangan air itu menuju ke parkiran. Sama sekali tidak menghiraukan panggilan dari sahabatnya Rena yang berjalan di koridor.
"Woi! Ngapain disitu! Sepatu lu basah bego!" teriak Rena tetapi tetap saja tidak dihiraukan oleh Melodi.
Entahlah, sejak kemarin moodnya bertambah buruk, dan sekarang ia sedang berusaha mencari hiburan sendiri dengan bermain air. Sebenarnya hujan belum berhenti, masih turun gerimis dari langis. Sehingga membuat Melodi bertambah ingin bermain air dibuatnya. Oh, ya. Jangan lupakan bahwa Melodi sangat menyukai hujan.
Sedang asik-asiknya bermain hujan, tiba-tiba saja tas gadis itu ditarik seseorang dari belakang. Bahkan tubuhnya juga tiba-tiba dibalut oleh seseorang itu dengan jaket dari belakang.
"A-apaan nih?!" ketus Melodi menoleh ke belakang, mencari siapa pelaku dari semua ini.
"Bandel banget. Suka hujan boleh, tapi inget waktu," ucap si pelaku menggendong Melodi bak karung tiba-tiba setelah membalut tubuh gadis itu dengan jaketnya.
"E-eh apaan nih! Turunin kagak?!" bentak Melodi sakingkan kesal dan terkejutnya.
Sementara si pelaku itu terus berjalan membawa Melodi menuju parkiran, tanpa peduli kalau sepatunya juga basah.
"Dito! Turunin kagak?! Gue tampar ya lu?!"
"Woi Dito sialan! Turunin gue goblok!" bentak Melodi yang sudah emosi.
Ya, pelakunya adalah Dito. Mantan terindah gadis itu.
"Brengsek emang! Turunin gak! Gue tampar beneran nih punggung lo!" bentak Melodi mengancam lagi.
Sesampai di parkiran, tiba-tiba saja Dito berhenti. Membuat Melodi tersenyum bangga.
"Takut juga 'kan lu, sekarang turunin gue!" perintah gadis itu yang tidak juga diindahkan oleh Dito.
"Dito turunin ...!" rengek Melodi tetapi masih tidak juga dituruti.
"Turunin calon istri saya!" tegas seseorang yang Melodi kenali suaranya, dan gadis itu yakini sekarang presensi si pemilik suara itu berada di depan Dito.
Dito mendengus kesal, lalu akhirnya pasrah dengan menurunkan Melodi dari sana.
Melodi bukannya senang sekarang telah turun, tetapi malah berubah masam. Membuat lelaki yang dari kemarin-kemarin di cueki olehnya itu yakin sekali ada yang tidak beres.
"Kamu, pulang sama saya!" perintah lelaki yang 'tak lain dan 'tak bukan itu adalah Dareen. Lelaki itu memerintah sambil menunjuk gadis di depannya.
Melodi menurut, membuka jaket yang dipasangkan oleh Dito di tubuhnya lalu memberikannya pada Dito. Setelahnya gadis itu masuk ke dalam mobil Dareen yang bertengger di dekat sana.
"Maaf merepotkan. Dan oh, ya ... pesan saya jangan sekali-kali menyentuh yang bukan milikmu," sarkas Dareen berlalu dari sana.
Pesan yang terasa begitu menusuk bagi Dito, tetapi berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Dito mengangguk, cukup paham dengan pesan atau lebih tepatnya peringatan itu.
Sesampai Dareen di dalam mobil, Melodi langsung berpaling menatap jendela kaca Mobil. Terlalu malas untuk bersitatap dengan Dareen.
"Dilepas dulu sepatunya," ujar Dareen lembut tetapi seakan bingal Melodi tidak menghiraukannya.
"Nanti kamu masuk angin, Mel. Ayo lepas, udah basah itu," ucap Dareen mengingatkan lagi.
Dareen membuang nafas frustasi lalu beralih menatap ke-jok belakang. Tangan panjangnya terlihat berusaha meraih plastik putih yang terletak di sana.
Setelahnya Dareen langsung membawa plastik itu ke pahanya, lalu membuka plastik putih itu. Sendal jepit cantik, itulah yang Melodi lihat dengan satu lirikan kilat barusan.
'Punya cewek kemaren kali,' ucap Melodi membatin.
Sendal itu berwarna ungu, masih terlihat baru dan entah siapa yang memilikinya.
"Ayo buka, terus pake ini," ucap Dareen meletakkan sendal jepit yang masih baru itu di dekat kaki Melodi.
Melodi akhirnya menurut, melepaskan sepatu hitamnya yang sudah basah lalu mengenakan sendal itu. Kaki mungil yang cantik itu terlihat pucat di sana, membuat Dareen semakin gemas melihatnya.
"Sakingkan lamanya main air, sampe pucat tuh kaki kamu," ucap Dareen tersenyum gemas. "Ternyata ukuran kaki Kak Oliv sama kaki kamu gak jauh beda, yah."
Deg
Dugaan Melodi sekali lagi salah, terasa nyata bagi Melodi rasanya pepatah yang mengatakan kemarau setahun dihapuskan hujan sehari. Yang artinya hanya membuat satu kesalahan, bisa menghapus semua kebaikan yang dilakukan Dareen padanya.
Segalanya yang di perbuat Dareen sekarang buruk di mata Melodi. Hingga niat menolong Dareen pun masih sempatnya buruk di mata Melodi tadi.
***
Hening, seperti itulah sedari tadi suasana di mobil Dareen. Tidak seorangpun yang mau mangajak bercakap. Hingga tiba-tiba mobil hitam itu berhenti di pinggiran jalan yang cukup sepi.
Melodi tidak takut sama sekali, bahkan ia tetap diam menatap jendela luar meski mesin mobil itu sudah dimatikan. Melodi sama sekali tidak ada berfikiran lain-lain dengan apa yang dilakukan Dareen saat ini. Karena Dareen tidak mungkin mau melakukan hal yang buruk padanya disaat seperti ini.
Sementara Dareen, lelaki itu membuang nafasnya pelan. "Sekarang jelaskan, apa kesalahan saya hingga kamu begini?" tanya lelaki itu menjaga nada bicaranya agar tidak terkesan menuntut.
Melodi hanya diam, menoleh pada lelaki itu pun enggan.
"Melodi, saya sedang bicara. Tatap mata saya," ujar Dareen tetapi masih tidak diindahkan oleh gadis itu.
"Kamu boleh nanya apapun sama saya, dan kamu boleh minta apapun sama saya," ucap Dareen lagi yang mulai frustasi dengan sikap dingin Melodi.
"Mel ...."
"Aku ingin nagih janji Kakak."
Seketika Dareen bungkam, seperti sambaran petir dibenaknya yang diucapkan Melodi.
Badannya kaku. Setelah selama ini kebersamaan mereka, berbagai kenangan manis bahkan dibuat oleh mereka, Melodi dengan mudahnya menjatuhkan Dareen. Menghempaskan raga lelaki itu dari sisinya, seakan tidak dibutuhkan lagi di hidupnya.
"K-kamu boleh minta apa aja asal jangan itu--"
"Janji dibuat untuk ditagih Kak, begitulah definisi janji yang sebenarnya. Janji gak akan hilang sebelum aku mengikhlaskannya, dan aku sekarang lebih memilih menagihnya," balas Melodi panjang lebar 'tak ingin lagi menerima penolakan dari lelaki itu.
"Apa karena kamu melihatku dengan perempuan waktu itu? Kamu salah paham, Mel. Dia Ena, teman kuliahku dulu ...."
"Oh, jadi Kakak menyadari kehadiranku waktu itu. Tapi maaf, bukan itu alasanku untuk menagih janji."
"Lalu apa? Aku masih belum siap melepas kamu."
"Kita bahkan belum terikat apapun, hanya ucapan-ucapan Ayah, Bunda, dan Kakak yang mengikat kita berdua. Dan itu pun tidak sah, jadi kita ini masih dua orang asing," tegas Melodi yang semakin membuat hati Dareen berdarah.
"Alasanku karena masa depan. Aku belum mau menggendong anakmu diusia dini, bahkan mengurus orang yang bahkan tidak aku cintai. Aku tidak siap mengabdi dengan orang yang sama sekali tidak aku cintai," jelas Melodi.
Sakit sekali bagi Dareen, bagai ditusuk, disayat, dan banyak lagi yang lebih sakit hingga membuat Dareen menangis ke dalam.
Melodi sama sekali tidak mencintainya, bagaimana bisa Dareen melupakan hal itu?
"Aku harap ini pertemuan terakhir kita Kak, dan aku ingin Kakak yang menjelaskan kepada orang tuaku alasan kita tidak melanjutkan ini. Sebab Kakaklah yang membuat janji," ucap Melodi lagi tanpa sadar setiap kata yang ia ucapkan perlahan membuat hati Dareen hancur.
Dareen mengangguk paham, 'tak ingin berkata apa-apa lagi. Semuanya sudah jelas, dan ia akan berusaha paham.
Dihidupkannya kembali mesin mobil itu, mulai mengemudi untuk mengantarkan pulang gadis yang bukan berstatus gadisnya lagi.
Ah, salah. Tidak ada status apapun di antara mereka, tidak ada hal apapun yang sah mengikat mereka. Bahkan tunangan pun tidak.
TBC.