Oleh: Polar Muttaqin
Kalian sudah mendengar beberapa cerita dari para Penghuni Surga. Kini, giliran aku yang menceritakan kisahku. Cerita yang bertempat ribuan tahun lalu, ketika reinkarnasi kedua Pohon Kehidupan, awal mula lahirnya generasi ketiga. Ya, aku tahu, aku mendramatisirnya, semua cerita kita di pertemuan ini bertempat di era generasi ketiga.
Di masa itu, seorang gadis Guntak (suku Listrik) turun dari Angkasa untuk meneliti fenomena reinkarnasi Pohon Kehidupan, perempuan ini adalah ibuku. Ia memeriksa dan menganalisa setiap fenomena yang terjadi di hadapannya, baik itu pertumbuhan tanaman, sikap para hewan, ataupun tingkah laku manusia. Namun sayang penelitiannya harus terhenti di depan pintu hutan Umanacca, para pohon raksasa tidak mengizinkannya masuk.
Tetapi Pohon Kehidupan tertarik dengan rasa ingin tahunya, sehingga ia pun mendatangi gadis itu langsung dalam wujud manusianya.
Karena merasa terhormat dengan kehadiran Pohon Kehidupan, si gadis spontan menundukkan pandangannya, walau seperti yang kita semua tahu, Pohon Kehidupan tidak peduli dengan hal itu. Ia langsung menawarkan si gadis untuk merasakan efek reinkarnasi dari dirinya.
Sebagai peneliti, Ia tak kuasa tergoda oleh rasa ketertarikannya yang tinggi, dan tanpa berpikir panjang si gadis menerima tawaran Pohon Kehidupan.
Aku yakin Pohon sial itu menyeringai keras pada wajahnya. Beliau menempelkan akar-akarnya ke punggung si gadis, lalu menghilang bersama dedaunan.
Tak lama hingga gadis itu mulai merasakan hal aneh pada tubuhnya, sayapnya terasa berat, tubuhnya menjadi panas, mukanya mulai memerah dan nafasnya menjadi tak beraturan.
Dalam kondisi tak stabil, ia memaksakan dirinya berjalan melalui dataran kosong Tarauntalo yang belum terselimuti salju, menuju Mitralhassa, berusaha mencari pertolongan.
Dan begitu sampai di perbatasan, ia bertemu dengan seorang pria raksasa yang tak lain ialah seorang penambang Ambawak, tak pernah ia bertemu dengan pria yang begitu besar lagi mempesona dalam hidupnya. Setidaknya itulah yang terjadi di pikirannya, padahal ini semua hanyalah efek dari reinkarnasi Pohon Kehidupan.
***
Singkat cerita, mereka akhirnya menikah, dan aku adalah anak mereka. Aku terlahir cacat karena merupakan seorang hibrida, anak hasil perkawinan Ilmuan Langit dan Penempa Bumi. Aku tidak memiliki sayap layaknya ibuku, serta tak memiliki kekuatan besar layaknya ayahku. Dan yang terparah, aku tidak memiliki elemen listrik ataupun tanah.
Rambutku digambar biru gelap dengan serpihan keungunan, dan mataku dilukis dengan warna oranye gelap yang menyala terang. Kedua ciri fisik itu sungguh unik, bahkan menyeramkan. Ditambah warna-warna ini terus berputar layaknya spiral, menghipnotis yang melihatnya.
Ibu bilang, melihat diriku mengingatkannya dengan fenomena lubang hitam di luar angkasa. Pada awalnya aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan, namun tak butuh waktu lama bagiku untuk akhirnya memahaminya.
Ya, semuanya bermula dari sana…
*
Di usiaku yang ke-7 sekumpulan Ilmuan Langit datang ke rumah kami di Mitralhassa. Mereka menunjukkan selembar surat kepada ayahku ketika dirinya selesai membukakan pintu, mukanya mendadak muram sehabis membacanya.
Para Ilmuan Langit tiba-tiba menarik ayah dan ibu keluar dari rumah, keduanya melawan, namun mereka kalah telak. Mereka berdua pun diikat pada batang kayu tebal yang di tancapkan ke tanah, lalu salah satu dari mereka mulai berkata pada ibu.
"Ahh, Hafa. Kamu adalah peniliti yang cukup dihormati di kalangan kita, tak kusangka kamu akan turun serendah ini hanya karena cinta." Pria busuk itu tersenyum sinis ketika mengucapkannya.
"Tunggu, tuan Rudra! Aku bisa jelaskan, ini semua salah Pohon Kehidupan!" Ibu terus meronta dengan panik.
"Menyalahkan Dia Yang Agung karena dosa manusiawimu? Benar-benar memalukan." Ditariklah rambut ibuku dengan bengisnya.
"Hei, raksasa Ambawak kau dengar itu? Dia tidak benar-benar mencintaimu." Nada bicara Ilmuan biadab itu begitu penuh dengan penghinaan.
Tapi ayahku tak membalas satupun perkataannya.
"Tak mau bersuara, hah? Akan kubuat kau memekik bising seisi Daratan dengan suaramu setelah ini!" Ia menendang ayahku sekeras yang ia bisa, dan raksasa tanah itu tetap tak membalas.
"Hafa! Kamu tahukan apa hukuman untuk Ilmuan Langit yang berkumpul dengan jenis lain!?" Ia membentak.
"Tidak, tunggu, tuan Rudra! Anakku masih kecil, sekiranya biarkan kami membesarkannya!" Aku bahkan bisa mendengar tetesan air matanya.
"Tenang saja, Hafa. Kami yang akan menanggung buah dosamu dan membesarkannya sebagai aset Ilmuan Langit."
Para Ilmuan Langit menodongkan tongkat mereka pada kedua orangtuaku, dan lingkaran sihir pun mulai bermunculan.
"RUDRA!!!!" Ibuku melengking hingga putus pita suaranya.
[Sihir Angin]
[Tingkat 4]
"(Pusaran Angin)"
"Bayu Intlunasia…"
Muncullah pusaran angin setajam ribuan belati, mencabik habis tubuh mereka hingga tanah di sekitarnya digenangi air merah yang pekat, mereka berdansa di bawah iringan teriakan ibu dan ayah.
Saat itu aku berhenti melihat dan berusaha menutup kupingku serapat-rapatnya. Namun apapun yang kulakukan, aku tetap bisa mendengar mereka.
Setelah sekian lama suara mereka akhirnya berhenti, aku yakin Azrael sudah selesai menjemput keduanya. Tetapi di tengah itu semua ada suara lain yang terdengar olehku, para Ilmuan Langit mulai saling berbicara.
"Pak, apa yang akan kita lakukan dengan anaknya?" Tanya salah satu Ilmuan Langit.
"Kita bawa ke Angkasa, mungkin saja ada yang bisa kita pelajari darinya." Jawab Rudra.
Aku yakin mereka berdua saling berbisik, lalu mengapa aku bisa mendengar mereka dengan begitu jelas? Dan kemudian suara yang lebih kecil lagi mulai bisa aku dengar, aku yakin itu adalah suara hati mereka.
*!!!*
Tiba-tiba kepalaku mulai terasa luar biasa pusingnya, triliunan suara mendadak datang kepadaku. Aku bisa mendengar semuanya, angin, nafas, aliran darah, detak jantung, tangisan pepohonan, segala hal di Bumi ini.
Ilmuan-Ilmuan itu masuk ke rumah dan menemukanku sedang kesakitan sembari memegangi kepalaku. Mereka kasihan kepadaku, aku bisa dengar suara hati mereka, tapi mereka tetap menjalankan tugas mereka dan membawaku keluar.
"Sungguh anak yang malang, sayang peraturan tetaplah peraturan, tenang nak kami akan merawatmu dengan baik." Suara Rudra terdengar begitu tulus, tapi aku benci mendengarkannya.
Aku mulai merasakan energi aneh mengalir menuju diriku, semuanya terasa ringan, semuanya terasa tak berbeban.
Tanah dan udara di sekitarku mendadak menjadi tidak stabil. Para Ilmuan Langit mengira gempa akan terjadi, mereka pun bergegas mengembangkan sayap mereka, bersiap untuk terbang pergi dari tempat ini.
Tetapi ketika mereka hendak mengangkat kaki dari Daratan...
*Bruk!*
Sesuatu yang kuat membanting mereka keras menghantam tanah.
Aku mulai merasakan kekuatan yang luar biasa, semua energi itu tertarik kepadaku, begitu berat dan lapang, seakan aku bisa menggenggam seisi alam ini di atas tanganku. Aku yakin, kini gravitasi, adalah teman terbaikku.
Memang pelan, tapi aku mulai bisa mengontrol kekuatan ini.
*Krak*
*Fuhhh!*
Tanah mulai pecah dan melayang di sekitarku, begitu pula air dan udara.
Para Ilmuan Langit ikut melayang bersama mereka, tapi bukan karena sayap yang terkepak, melainkan karena aku yang mengatur di mana mereka berada.
Aku melihat jasad ayah dan ibu melayang di depanku, membangkitkan tiap benih amarahku. Dan kekuatanku yang belum bisa sempurna kukendalikan, kini menjadi liar.
*Brak!*
Kuayunkan tanganku ke bawah dan membanting mereka semua ke Bumi. Kudirikan mereka kembali bagai samsak-samsak yang siap dihantam. Lalu kupecah tanah, ku angkat, dan kutabrakkan pada mereka satu demi satu. Akhirnya kugerakkan tongkat-tongkat mereka dan kusuruhnya untuk membabi buta pemiliknya.
Aku terus menghajar mereka hingga datang kekuatan yang tak kuasa kuat mengalir ke dalam diriku. Spontan begitu saja, seakan aku memahami mereka sejak lahir, mantra-mantra pun terpekik keras dari mulutku.
"Paksina!"
Muncullah sebuah portal menuju Kutub Magnet Utara.
"Daksina!"
Dan sebuah portal menuju Kutub Magnet Selatan.
Kemudian kutaruh Ilmuan-ilmuan biadab itu di antara keduanya dan kutarik badan mereka serentak ke Utara dan Selatan bersama energi magnetik mengalir melalui Bumi.
"!?"
*Bzzt*
Badan mereka sudah hampir terbelah dua, tetapi sebuah jaring listrik raksasa tiba-tiba menghantamku jatuh ke tanah, jaring itu menyengatku hingga membuatku kehilangan setiap kesadaranku.
Aku tentu mendengarnya datang, tapi aku masih belum tahu itu apa.
*
Begitu sadar aku menemukan diriku terduduk di sebuah kursi logam yang sangat kuat, aku bisa mendengar aliran listrik di dalamnya. Dan di sekitarku terdapat 17 Ilmuan Langit yang terlihat sangat... sangat kuat.
Mereka mulai berbicara soal keunikan yang terjadi pada diriku, mereka bilang seorang hibrida seharusnya cacat dan tidak bisa mewakili elemen apapun atau hanya satu dari elemen orangtuanya, tetapi aku mewakili sebuah elemen yang tidak diketahui. Untuk itu, mereka berkata ingin melakukan penelitian kepadaku.
Lucunya mereka meminta izin kepadaku untuk melakukannya, padahal di dalam hati, mereka tidak peduli dan akan tetap melakukannya walaupun aku menolak. Jadi, aku terima permintaan mereka, aku sebenarnya juga penasaran mengenai apa yang ada di diriku.
Setelah beberapa bulan penelitian, akhirnya mereka bisa dibilang selesai menelitiku. Aku mendapati diriku mampu menggerakkan gravitasi dan gaya magnetik pada setiap benda yang ada di Bumi, bahkan Kutub Utara dan Selatan.
Aku bisa menggerakkan benda, terutama logam, dari mana saja, tetapi untuk gravitasi berdaya tinggi hanya untuk radius tertentu.
Aku mampu terbang dengan mempermainkan gaya gravitasi, kini aku tak perlu memikirkan soal kecacatan sayapku.
Aku juga mampu menopang benda seberat apapun melalui kontrol gaya gravitasi, kini aku tak perlu khawatir tentang kecacatan fisikku.
Ada banyak hal yang mereka dapat mengenai keunikanku, tetapi mereka tetap tidak tahu tentang kemampuanku mendengar dan berteman dengan gelombang elektromagnetik.
Dunia ini memiliki Kutub Magnet Utara dan Selatan. Dan di antara keduanya terdapat rotasi energi magnetik yang terus berjalan, mengakibatkan seisi bumi di penuhi energi magnet. Rotasi ini membawa banyak informasi dunia.
Aku memiliki kemampuan untuk bisa dibilang, berbicara dengan gaya magnet, atau lebih tepatnya mendengar setiap informasi yang tersentuh gaya dan gelombang magnetik.
Pendengaran ini meliputi hampir semuanya, getaran di tanah, suara air sungai, suara aliran darah, detak jantung, suara hati, suara rambut di kulit yang tertiup angin, semua suara yang ada di Bumi ini.
Setelah sekian lama aku mulai hafal akan tiap-tiap suara mereka, dan mulai bisa melihat mereka dengan meraba bentuk suara yang terjadi.
Para Ilmuan Langit menawariku sebuah kesepakatan yang menarik. Mereka memintaku untuk menjadi penjaga abadi Angkasa, mereka akan membiayai segala macam kebutuhan hidupku sebagai bayarannya. Aku bertanya,
"Apa maksudnya abadi?"
Mereka berkata bahwa Ilmuan Langit mempunyai sebuah benda yang bernama 'Sanaatan Herdayam', jantung abadi atau jantung keabadian. Benda ini cuma ada satu dan diperebutkan banyak Ilmuan Langit, tetapi sekarang mereka malah menawarkanku untuk memilikinya, lucu.
Sayangnya ada satu hal yang unik dari benda ini, keabadian jantung ini hanya akan bertahan pada sebuah janji, dan jika orang yang ditanami jantung ini ingkar pada janjinya, si jantung akan berhenti, dan Azrael akan menjemput orang itu pada saat itu juga.
Janji yang mereka tawarkan adalah untuk melindungi Angkasa dengan seluruh kekuatanku. Tetapi mereka tak sadar akan betapa ambigunya ucapan mereka. Yang mereka minta adalah untuk melindungi Angkasa, bukan penghuninya. Ini mungkin hanya sebuah permainan kata, namun efeknya bisa begitu kuat jika berbicara soal janji.
Dengan cepat aku menerima tawaran mereka, aku tak ingin mereka sadar dengan celah dalam tawaran ini. Atau mungkin mereka sengaja agar suatu saat mereka bisa menggunakanku untuk mengeleminasi beberapa Ilmuan Langit. Intinya aku tidak peduli, selama aku tak perlu melindungi mereka, aku akan ambil janji itu.
Aku pun mulai mengikrarkan janji di depan jantung itu, setelahnya mereka membawaku ke suatu ruang bedah untuk menukar jantungku dengan Sanaatan Herdayam. Mereka membiusku selama operasi ini, jadi aku tak tahu apakah ada hal aneh yang terjadi saat jantungku diganti.
***
Kini aku hidup abadi, di bawah janji untuk melindungi Angkasa. Mereka membangun tembok baja yang mengitari kota Angkasa milik Ilmuan Langit, dan sebuah gerbang di bagian atas dan bawah kota, siapapun yang ingin masuk harus atas seizinku.
Tembok dan gerbang ini tidak dibangun kokoh, melainkan dalam keadaan hancur dan terbelah-belah, kekuatankulah yang mebuat mereka menjadi tembok yang kuat dan rapat, alasannya adalah agar aku bisa bertarung dengan menggunakan logam ini, baik untuk menghancurkan sesuatu, atau melindungi sesuatu.
Kini setelah adanya kehadiranku, seisi kota Angkasa melayang dengan kekuatanku, tak lagi dengan teknologi para penyihir angin. Mereka pun mulai memperluas kota ini dan mengembangkannya seenak hati mereka. Dan tidak, ini tidak sama sekali memakan kekuatanku.
Burung-burung sok pintar ini pikir mereka aman di bawah pengawasanku, namun sedikit yang kalian tahu, aku yang akan menjadi awal dari kehancuran kalian semua.
Aku tetap tidak akan pernah memaafkan apa yang kalian lakukan pada orangtuaku. Akan kupastikan Amartya dan Naema menguasai dunia, menghapus peraturan bodoh mengenai perkawinan antar jenis, lalu dengan anak mereka, akan kami tunjukan kekuatan sejati seorang hibrida.
Setidaknya itu yang aku pikirkan pada saat itu.