Raga yang biasanya kokoh sekarang lunglai tersapu angin, menyapa langit-langit dengan putih sebagai dominasi.
Aku menggenggam tangan Ibu, rasanya tidak sehangat tadi malam. "Ibu, apa semua akan kembali seperti semula?" Ibu diam, lisannya tak berdaya hanya untuk menuliskan sejumput kata.
"Dasar penjilat!" aku menoleh kebelakang, melihat wajah orang yang berteriak di pagi buta hari ini. Dahiku mengernyit, "Apa maksudmu, Asrak?"
Langkah Asrak mendekat, jubah merah darahnya terlihat kusut dan basah, "Kau darimana, Asrak? Kau harus ganti baju, nanti kau demam." Asrak menatapku, dia membuang liurnya sembarang.
"Kau benar-benar penjilat, Asak. Lihatlah, kau masih saja mampu berakting di hadapanku." Asrak mengibaskan tangannya abai, sudut bibirnya terangkat, "Aku sudah tau sisi busukmu, Asak. Jika kau lupa, kita ini satu jiwa."
Kedua alisku menyatu, "Apa maksudmu, Asrak. Aku hanya menjalankan peranku sebagai kakak, bukan seperti yang kau katakan."