Kedua pemuda itu masih terdiam, berjalan di lorong asrama Sekolah Menengah Kosong, meninggalkan kamar si peramal kartu yang sampai sekarang Asak tidak tahu nama asli dan tingkat berapa pemuda itu berasal. Tapi sepertinya tidak begitu penting, lagipula Asak tidak ingin lagi menemui pemuda dengan penuh aksesoris di tangan dan lehernya itu.
Bukan Asak takut, bukan juga tidak suka dengan pemuda itu. Namun, dia masih terkejut lantaran semua ramalan kartu yang dilakukan pemuda si peramal kartu adalah benar. Dan ya, dia memang beberapa kali bertemu dengan sosok yang seharusnya tidak pernah dia temui, si jubah satin.
"Kamu bersekongkol dengan setan, Asak?" Thom membuka obrolan di atas cangkir yang kini menuju gedung kelas dengan pertanyaan yang membuat Asak menoleh cepat seraya mengernyitkan dahi.