"Apa kamu yakin?" Laten menatap mata indah milik Rair lekat, seringainya menyembul tipis-tipis di sudut bibirnya, jangan lupakan wajahnya yang kini sudah tidak dihiasi tesmak lantaran kedua lensanya sudah tanggal dan dilempat sembarang olehnya.
Rair membalas tatapan pemuda dihadapannya, tak kalah lekat, tak kalah tajam. Dia mencoba untuk terus mempertahankan dindingnya, berusaha agar Laten tidak dapat menggunakan teknik membaca mata.
Pemuda dengan kulit sewarna madu itu sebenarnya juga sedang menggunakan teknik membaca mata, dengan sekuat tenaga dia mencoba untuk masuk ke dalam sepsang netra di seberang sana. Tapi semuanya sia-sia, dia hanya mampu mempertahankan diri sekarang, setidaknya jikalau dia tidak bisa melakukannya maka Laten harus mendapatkan perasaan yang setimpal pula.
Alarm pertanda pertarungan dimulai berbunyi keras, lantas membuat kedua petarung itu saling memundurkan langkah, menjauh sedikit agar leluasa mempersiapkan kuda-kudanya.
