Chapter 6 - SWEET

Sheila menjadi lebih pendiam setelah berbicara dengan Joy diruang tamu tadi, dan Liam sangat menyadari itu. Sheila tampak meliriknya sesekali lalu memalingkan wajah saat Liam menatapnya balik. Hingga saat makan malam tiba pun sikap Sheila masih sama.

"Jadi kamu pacarnya Liam?" Bryce membuka suaranya ditengah-tengah kebisuan mereka. Sheila menegang tidak menyangka Bryce akan mengajaknya berbicara terlebih dahulu.

Sheila mengangguk pelan. "Iya Om, saya pacarnya Prince." Mendengar hal itu membuat Liam mengulum senyum bahagia, setidaknya Sheila mau mengakuinya didepan Joy dan Bryce. Liam tidak tahu apa yang harus dia lakukan jika saja Sheila mengatakan yang sebaliknya.

Bryce bersiul menggoda mendengar panggilan Sheila terhadap anaknya, "Seharusnya kamu jangan mau sama dia. Liam itu jarang mandi, palingan kalau Mamanya yang turun tangan aja baru beraksi."

Liam tersedak makanannya sendiri dan menatap Bryce tajam, seolah memperingatkan Papanya itu untuk tidak berkata yang macam-macam. Bryce mengacuhkan pandangan menusuk Liam, malah membalas dengan alis naik. "Dia juga malas makan, lihat aja badannya nggak bagus begitu." Berbanding terbalik dengan yang diucapkan Bryce, badan Liam bahkan dapat dikatakan bagus dan atletis dikalangan anak Sma.

"Pa, jangan bicara waktu makan." Liam menasihati Bryce—yang sebenarnya merupakan peralihan agar Bryce tidak berbicara lebih. "Fokus." Bryce hanya tersenyum tipis melihat Liam. Anaknya sudah besar.

Setelah selesai makan malam, Sheila memutuskan untuk pulang diantar Liam. Sheila berusaha mati-matian menghindari kontak mata dengan Liam. Sheila terdiam disamping Liam yang sedang mengemudikan mobil sport miliknya, "Kamu kenapa jadi diem?"

Sheila tersentak kaget mendengar suara Liam yang mendadak. "Hah? E-enggak,"

Liam menggeram rendah, kemudian menepikan mobilnya dengan cepat. "Jujur Shei, aku nggak suka dibohongin."

Sheila mendesah pelan. "Aku nggak kenapa-kenapa Prince," Liam tidak habis pikir dengan Sheila, jika memang memiliki masalah setidaknya berbagi dengan Liam. Dia tidak ingin dibuat bingung seperti ini. "Nggak kenapa-kenapa gimana, buktinya kamu diem aja dari tadi."

Menimang-nimang sejenak akhirnya Sheila menatap mata Liam yang kini juga melihatnya. "Aku mau kamu berhenti Prince, jangan jadiin aku mainan lagi." Liam menegang mendengar permintaan Sheila. Tidak, Liam tidak akan melepaskan Sheila secepat itu.

"Kamu bicara apasih, aku nggak jadiin kamu mainan!" sentak Liam gusar, perasaannya mendadak tidak tenang. "Aku nggak akan lepasin kamu Shei, kamu milik aku." Cowok tampan itu tidak membutuhkan jawaban Sheila, dia kembali menjalankan mobilnya menyisakan kebisuan diantara mereka.

****

"Prince aku nggak mau, ih." gerutu Sheila sambil menatap Liam yang kini berjongkok dihadapannya, mengobati luka dikaki Sheila. "Sakit, aku nggak kuat." Kali ini suara Sheila telah bergetar menahan tangis.

Liam mendesah kasar, "Salah siapa kamu jalan nggak lihat-lihat?!" seolah masalah dimobil tadi adalah sebuah sampah kecil, kedua remaja itu kembali bersikap biasa saja. Liam mengajak Sheila menuju pasar malam sebelum mengantar pulang untuk menghilangkan kecanggungan diantara mereka. Sheila dengan cerobohnya malah terjatuh karena tersandung batu. "Kan aku seneng banget tadi, jadi nggak lihat ada batu." Cicitnya pelan menatap Liam takut-takut.

"Jangan pasang wajah gitu Shei, aku nggak bakalan mengurungkan niat untuk mengobati kaki kamu." Liam mengalihkan wajahnya dari Sheila, bisa dipastikan dia akan kembali luluh jika sedetik saja menatap gadisnya. "Kamu tega, ya, biarin pacar kamu kesakitan?" tanya Sheila masih menahan tangan Liam.

"Karena aku nggak tega makanya diobatin, lepasin tangan aku sekarang!"

"Nggak mau, perih!"

"Cepetan, Sheila."

"Aku bilang enggak!"

"Sayang, jangan gini dong, nanti kalau infeksi gimana?" Liam mengepalkan tangannya berusaha sabar, Sheila ini memang lebih keras dari batu sifatnya.

"Perih banget nanti, aku nggak mau..."

"Ya ampun, kamu bisa peluk aku nanti kalau beneran perih."

"Kamu modus!"

"Terserah kamu, sekarang cepetan lepasin tanganku atau kamu aku ikat?" peringatan Liam yang terakhir mampu membuat Sheila gelagapan dan melapaskan pegangannya pada tangan Liam. "Jangan takut, aku nggak bakalan sakitin kamu." Liam tersenyum lembut dan mengelus kepala Sheila sebelum kembali fokus terhadap luka dikakinya.

"A-ahh!"

"Udah, udah!"

"Prince ini perih!"

"Mama, perih banget!"

"Berhenti Prince!"

"Prince Liam Hussein aku nggak tahan lagi!" Liam memutar bola matanya malas melihat betapa berlebihannya Sheila. "Udah Sayang, nggak usah nangis gini." Liam mengusap air mata yang jatuh dipipi gadisnya.

"Tapi beneran sakit, tau nggak sih kamu!"

Liam tergelak kencang "Maaf ya." Liam meraih Sheila kedalam pelukannya dan mendekapnya erat. "Kamu gemesin banget sih,"