Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Petaka Malam Pertama

Umi_Ghani17
--
chs / week
--
NOT RATINGS
10.3k
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Petaka di awal pernikahan

"Apa ini, Mas? Kenapa kamu menipuku dengan cara seperti ini?" ucap wanita berparas cantik itu. Suaranya meninggi dan sedikit parau, hatinya berguncang hebat mengetahui sesuatu yang tak pernah bisa ia hadapi. Bahkan untuk membayangkannya saja, rasanya bagai menggenggam duri.

Sementara pria di hadapannya itu bergeming. Ia tak bersuara sedikit pun, hanya menunduk, menyembunyikan wajahnya yang tampan.

Mega dan Adrian baru saja menikah. Namun, petaka pernikahan datang diwaktu yang tidak tepat. Harusnya mereka menikmati indahnya malam pertama setelah sah menjadi sepasang suami istri layaknya pengantin baru pada umumnya, akan tetapi masalah besar justru menghadangnya.

Saat suaminya itu tengah sibuk di kamar mandi usai melangsungkan acara resepsi pernikahannya, sebuah pesan singkat masuk di ponsel Adrian. Merasa sudah sah menjadi istri Adrian, Mega memberanikan diri membuka pesan itu.

Betapa terkejutnya wanita berusia dua puluh lima tahun itu membaca nama pengirim pesan tersebut dengan memakai bahasa inggris, yang artinya 'istriku'. Terlebih kala ia membaca isi pesannya.

'Mas, kapan pulang? Bintang sakit, mungkin dia kangen sama kamu. Cepatlah pulang ... kami merindukanmu.' Begitu bunyi pesan yang tertulis di ponsel Adrian.

"Katakan, Mas. Apa kamu sudah punya istri? Dan siapa Bintang? Apa dia anakmu?" Mega memberondong pertanyaan pada laki-laki yang baru beberapa jam yang lalu menjadi suaminya.

Adrian mendongak, ia menatap sendu istrinya. Ada rasa bersalah menggunung di benaknya, juga sedikit menyesal karena telah membohongi Mega. Seandainya saja ia bisa mengatakan sejujurnya dari awal, jika dirinya sudah beristri dan memiliki anak. Mungkin semua ini takkan terjadi.

Namun, Adrian terlalu takut. Hubungan mereka berjalan begitu cepat, tanpa saling bertanya, adakah hati yang akan tersakiti dengan hubungan mereka. Sama-sama sibuk dan saling memberi perhatian kecil. Sampai mereka terjebak dalam zona nyaman, hingga akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius.

Kini, nasi sudah menjadi bubur. Waktu terus berputar, hanya ada satu pilihan yang harus mereka ambil. Melanjutkan atau berhenti dan mengakhiri sesuatu yang baru saja dimulai.

"Katakan, Mas!" teriak Mega dengan membanting ponsel Adrian. Benda pipih itu hancur dan berserakan di lantai.

"Maafkan aku, Mega," jawabnya lirih. Ia berusaha mendekati istrinya. Namun, Mega segera menjauh.

"Maaf? Maaf apa, Mas? Bukan itu jawaban yang aku tunggu, tapi kamu cukup jawab, iya atau tidak?" teriaknya lagi.

"Iya, aku sudah punya istri dan anak! Kenapa? Apa kamu keberatan?" Merasa disudutkan, ucapan Adrian tak kalah meninggi.

Seketika tubuh Mega ambruk. Seakan sesuatu yang besar telah menghantam tubuhnya. Bersama deraian air mata yang membasahi pipi. Kedua tangannya menutupi wajah, menyamarkan isakan tangisnya yang begitu memilukan.

Adrian mendekat, ia berusaha memeluk Mega dan terus mengucapkan maaf padanya. Sungguh pria beralis tebal itu tak tahan melihat wanita yang sangat dicintainya menangis dan hancur karena perbuatannya.

Namun, sekali lagi. Mega menepis tangan kekar suaminya itu. Hatinya sudah terpaut jauh dengan rasa bernama kecewa. Bahkan ia jijik berada di dekat Adrian. Tak perlu lama untuk menjatuhkan hatinya pada laki-laki itu, akan tetapi dengan mudahnya hati itu retak dan hancur.

Berulang kali Adrian mengucap maaf padanya, tetapi tak mengubah perasaan Mega. Hatinya terlalu lemah dan cengeng, saat cinta tulusnya harus dihadiahi dengan sebuah kebohongan.

Adrian meninggalkan kamar yang seharusnya ia abadikan bersama Mega di malam pertama mereka. Namun, kesalahannya sudah mengubah keindahan menjadi petaka. Ada dua wanita yang akan ia hadapi, ada dua hati yang harus ia tanggung dan jaga perasaanya.

Sementara Mega masih terisak. Setelah merasa suaminya itu pergi, ia bangkit mengambil vas bunga dan melemparnya ke arah cermin hingga pecah. Mungkin seperti itulah hatinya, retak dan hancur.

Tubuhnya kembali ambruk, ingatannya kembali saat ia pertama kali bertemu dengan Adrian.

"Sial! Kenapa mesti bocor sih?" gerutu Mega sambil menendang pelan roda mobilnya yang terlihat kempes. Lalu mengecek arloji berwarna keemasan di tangan kirinya. Hari sudah cukup siang, ia ada janji bersama rekan kerjanya sebentar lagi.

Wanita berpenampilan modis itu berusaha menelepon montir langganannya, akan tetapi tidak dijawab. Kemudian matanya menyapu jalanan sekitar, mencari bengkel yang bisa menggantikan ban mobilnya. Nihil, yang dicari pun tak menampakkan wujudnya.

"Ada yang bisa aku bantu, Nona?" Tiba-tiba suara laki-laki menawarkan diri untuk membantunya, bak pahlawan yang datang di waktu yang tepat.

Mega menoleh ke arah pria berkacamata hitam itu. "Oh ini, Mas. Ban mobilku sepertinya bocor, apa Mas bisa menggantinya?" jawabnya sungkan.

"Tentu saja, apa ada ban serep?" Adrian membuka kacamata hitam yang bertengger apik di wajahnya.

"A-ada, Mas. Di bagasi." Mega tampak senang, akhirnya ada orang yang bisa membantunya. Bergegas Mega pergi ke belakang, membuka pintu bagasi dan menunjukkan benda yang dimaksud.

Laki-laki tampan itu tak sungkan mengambil benda berat itu dan segera menggantinya. Beruntung Mega juga memiliki alat-alat yang diperlukan untuk mengganti ban mobilnya. Alhasil semua bisa diatasi dengan mudah oleh Adrian.

***

"Thanks, ya. Aku nggak tahu kalo nggak ada Masnya tadi," ungkap Mega saat Adrian sudah selesai melakukan tugasnya.

"Sama-sama," jawab pria beralis tebal itu seraya tersenyum.

"Kenalkan, aku Mega." Gadis berambut sebahu itu mengulurkan tangannya.

Dengan cepat Adrian membalas uluran tangan wanita di hadapannya. "Adrian."

Sejak saat itu mereka saling komunikasi, dengan berkenalan dan bertukar nomor handphone. Keduanya semakin dekat, sering ketemu dan kencan. Hampir enam bulan lamanya mereka menjalani hubungan yang ternyata adalah hubungan terlarang.

'Kini, semua terungkap. Mengapa? Mengapa aku baru menyadari itu? Dia yang pandai berbohong, atau aku yang sangat bodoh?' batinnya menjerit.

Sepanjang malam Mega menangisi kesialan yang baru saja tersingkap. Ia merutuki kebodohannya, ia menyesal telah salah memilih laki-laki. Baginya, Adrian hanya pria hidung belang. Laki-laki brengsek yang tak pernah ia sadari sebelumnya.

Mega keluar kamar, ia bermaksud ke dapur membuat makanan. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Adrian tengah sibuk menata makanan di atas meja. Beberapa makanan sudah siap di sana.

'Mas Adrian masih di sini? Untuk apa? Kenapa di tidak pergi saja? Bila perlu lenyap dari hidupku!' umpatnya dalam hati.

Seketika Mega membalikkan tubuhnya, ia begitu malas melihat pria yang sangat dicintainya itu. Namun, rasa itu tengah tertutup oleh kabut kekecewaan.

"Mega tunggu!" seru Adrian. Melihat Mega mematung tanpa menoleh ke arahnya, ia berjalan mendekati istrinya.

"Makanlah dulu, Sayang. Kamu pasti lapar, 'kan? Mas sudah buatkan makanan kesukaan kamu," pinta Adrian begitu lembut.

Ada sedikit rasa senang menyelinap di hatinya. Adrian selalu bisa membuatnya merasa dicintai dan diperhatikan, ia kembali teringat saat-saat mereka menjalin kasih sebelum menikah. Adrian selalu datang ke rumah meski sekedar memasak untuknya.

Namun, ia masih kecewa. Hatinya masih belum bisa menerima kebohongan yang diciptakan Adrian. Andai saja ia tahu sedari awal, mungkin rasa sakitnya tak sedalam ini.

"Aku tidak lapar," tolaknya. Mega kembali melangkah bermaksud ke kamarnya.

Namun, dengan cepat Adrian mencengkeram kuat-kuat tangan Mega, lalu dia tarik hingga berada dalam dekapannya.

Mega terdiam, ia bisa merasakan hangatnya dekapan lelaki halalnya itu. Yang ternyata telah memiliki istri sebelum dirinya. Ada rasa nyaman, getaran cinta yang wanita cantik itu rasakan tak sedikit pun berubah pada Adrian.

Namun, sekali lagi ia masih terlalu sakit menatap semua kenyataan pahit yang tengah menghantam hubungan mereka. Entah bagaimana ia akan menghadapi semua itu.