Chereads / Stay: 'Berjanjilah Untuk Selalu Menetap' / Chapter 18 - 17. Calon Menantu

Chapter 18 - 17. Calon Menantu

Hari ini adalah hari Minggu, dmana semua orang akan bersantai di rumah ataupun bersenang senang bersama keluarga. Tapi berbeda dengan Daren yang masih merapatkan tubuhnya di dalam selimut, masih terlelap di alam bawah sadarnya.

Hingga bantingan pintu membuatnya sedikit terganggu sebelum kembali tertidur dengan tenang. Sedangkan cewek yang sudah membanting pintu kamar Daren berdecak malas dan mendekat pada Daren.

Ia menarik selimut Daren hingga membuat sang empu menggeliat dan sedikit berdecak kesal. Menarik kembali selimutnya untuk menutupi tubuhnya.

"Kak Daren bangun" ujar Ambar menggoyang goyangkan tubuh Daren.

"Um?.... Nanti" gumam Daren semakin menyelimuti tubuhnya hingga ke lehernya.

Merasa kesal Ambar memukuli tubuh Daren menggunakan bantal yang tak di pakai oleh Daren dengan kuat hingga membuat Daren membuka matanya dengan kesal dan mendudukkan tubuhnya di tepi ranjangnya.

"Bangun ih" kesal Ambar masih memukuli sang kakak.

"Apaansih?! Kakak masih ngantuk" balas Daren merebut bantal yang berada di tangan sang adik.

"Kebo banget. Cepet mandi, mama sama papa nungguin tuh di bawah" ujar Ambar sebelum keluar dari kamar Daren.

Dengan gerakan malas Daren memasuki kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Hanya beberapa menit, kini ia sudah menyiapkan dirinya dengan kaus hitam berlengan pendek dan celana training panjang berwarna hitam, tak lupa menyisir rambutnya kebelakang yang membuat pesonanya meningkat.

Ia berjalan santai keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga dengan wajah segarnya. Ia berjalan ke arah meja makan yang sudah terdapat keluarganya menunggunya.

Ia mendudukkan tubuhnya di samping sang adik, sedangkan Ambar mendesis kesal pada sang kakak.

"Lama banget" gumam Ambar kesal.

Daren yang mendengarnya pun terkekeh pelan, "Maaf! Kakak kan harus mandi dulu"

"Kelamaan mandinya" balas Ambar yang membuat kedua orang tuanya menggeleng pelan.

"Udah udah jangan ribut, kita sarapan dulu" ujar Shinta menengahi pertengkaran antara kakak beradik itu.

Keempatnya memakan makanan mereka dengan tenang sesekali melontarkan pertanyaan. Seperti sekarang, dengan jahil Ambar menanyakan suatu hal pada Daren.

"Kakak udah punya pacar ya?" Tanya Ambar dengan nada menggoda.

"Pacar? Kenapa nanya gitu?" Tanya Daren yang memasukkan makanannya ke dalam mulutnya.

"Kalo gak punya pacar kakak pasti selalu nganterin Ambar berangkat sekolah" jelas Ambar dengan kekehannya.

"Oh Daren punya pacar ya sekarang?" Tanya Edgar dengan nada jahilnya.

"Emang gak wajar Daren punya pacar?" Tanya Daren balik yang membuat Edgar dan Ambar tertawa lalu ber 'tos' ria bersama.

"Oh ya Ren mama mau cewek yang kemaren kamu bahas itu kerumah" ujar sang mama yang membuat Daren menghentikan aksi makannya dan menatap sang mama.

"Sekarang?" Tanya Daren yang diangguki oleh sang mama.

Mendengar hal itu Daren menghela pelan dan menganggukkan kepalanya. Ia merogoh ponsel di saku celananya dan mengetik sesuatu di ponselnya sebelum ia mendekatkan benda persegi itu di telinganya.

"Halo" sapa Daren.

"Halo kak. Kenapa telfon pagi pagi?"

Daren terdiam sebentar, "Siap siap sekarang! Aku mau ke rumah kamu"

"A-aku? Maksudnya?"

Daren memutar bola matanya malas dan melirik ke arah kedua orang tuanya yang masih fokus memperhatikan Daren.

"Kamu siap siap aja! Aku otw ke rumah kamu"

"Tap---"

Sebelum Lauren melanjutkan kalimatnya, dengan segera Daren memutuskan sambungan telfonnya dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana miliknya.

Ia melirik ke arah jam dinding yang mengarah ke angka setengah sembilan. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan santai ke arah kamarnya yang berada di lantai dua.

Ia mengambil kunci motor dan jaket kulit miliknya. Memakai sepatu hitamnya dan sedikit meyisir rambutnya kebelakang dengan jemari tangannya.

Merasa sudah rapi, ia berjalan menuruni anak tangga dan kembali ke arah meja makan. Daren mencium kedua telapak tangan orang tuanya dan mengusak pelan surai Ambar.

"Daren pergi dulu" pamit Daren dan keluar dari pintu utama.

Ia menaiki motornya, tak lupa memakai helm. Melajukan motornya dengan kecepatan sedang membelah jalanan di pagi yang cukup cerah.

🌹🌹🌹

Lauren tengah bersantai bersama sang kakak di depan televisi. Mereka menonton film yang baru saja rilis di tahun ini. Tapi atensi Lauren terganggu karena ponselnya yang berdering.

Ia mengambil ponselnya yang berada di meja tak jauh darinya dan menatap aneh orang yang tengah menelfonnya.

Sedangkan Allan yang juga terganggu pun menatap ke arah Lauren yang masih diam tanpa mau menjawab telfon dari orang itu.

"Lau angkat kek! Ganggu tau" kesal Allan yang membuat lamunan Lauren terganggu dan menatap sang kakak kesal.

"Iya iya" balas Lauren dan menggeser telfon itu lalu mendekatkannya ke telinganya.

"Halo"

Lauren tersenyum tipis saat mendengar suara yang terkesan lembut dan manis itu.

"Halo kak. Kenapa telfon pagi pagi?"

"Siap siap sekarang! Aku mau ke rumah kamu"

Lauren terdiam saat mendengar kata kata janggal yang keluar dari mulut Daren. Apa katanya tadi? Aku? Kamu? Apa Daren sedang mempermainkan Lauren?. Lauren menggeleng pelan.

"A-aku? Maksudnya?"

"Kamu siap siap aja! Aku otw ke rumah kamu"

"Tap--- Halo? Kak?" Lauren menatap ponselnya dengan mempoutkan bibirnya.

Dengan perasaan kesal ia meletakkan ponselnya di atas meja dengan keras yang membuat Allan terkejut dan menatap Lauren aneh.

"Kenapa Lau?" Tanya Allan yang membuat Lauren menatapnya kesal.

"Tau" balas Lauren dan memilih untuk memasuki kamarnya.

Hanya membutuhkan beberapa menit, kini ia sudah siap dengan hoodie hitam dan celana jeans panjangnya. Tak lupa ia mengepang rambutnya agar terlihat rapi, memakai tas selempangnya dan memoles tipis bibirnya dengan lipbalm.

Ia tersenyum tipis saat melihat dirinya di depan cermin. Ia berjalan membuka pintu kamarnya dan terkejut karena Allan yang berada di depan kamarnya.

"Ngapain sih kak? Ngagetin tau gak!" Kesal Lauren yang membuat sang kakak terkekeh.

"Ada Daren di bawah. Temuin gih" ujar Allan yang diangguki oleh Lauren.

Dengan cepat Lauren menuruni anak tangga dan mendekati Daren yang tengah mengobrol dengan sang mama.

"Kak" panggil Lauren yang membuat Daren dan Iris menoleh ke arah Lauren.

"Wah anak mama udah rapi. Mau kemana?" Tanya Iris.

"Daren mau ajak anak tante jalan. Boleh tan?" Tanya Daren meminta izin pada Iris.

"Tante bolehin. Tapi jangan sampai papanya Lauren ngeliat kalian, kamu tau kan papanya marah sama kamu saat itu? Tante harap kalian pulang sebelum om David pulang" jelas Iris yang diangguki oleh Daren.

Daren berdiri dari duduknya dan mencium punggung tangan Iris yang diikuti oleh Lauren.

"Lauren pergi dulu ma" pamit Lauren dengan senyumnya.

Iris mengangguk, "Hati hati"

Lauren tersenyum singkat sebelum menyusul Daren yang sudah lebih dulu berjalan mendahuluinya.

Lauren mendekati Daren yang tengah memakai helmnya dan menaiki motor miliknya. Daren yang melihat Lauren sudah berada di dekatnya pun memberikan helm yang sengaja ia bawa pada Lauren.

Dengan cepat Lauren menerima helm itu dan memakainya. Ia menaiki motor Daren dengan memegang pundak Daren agar tak terjatuh saat menaiki motor milik Daren yang cukup tinggi.

Merasa sudah siap, Daren melajukan motornya mendadak yang membuat Lauren terkejut dan tanpa sadar memeluk erat pinggang Daren.

Daren yang melihatnya pun terkekeh pelan di balik helmnya. Dan melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju ke arah rumahnya.

Hanya membutuhkan beberapa menit kini keduanya sudah berada di depan rumah mewah milik Daren. Lauren turun dari motor Daren dan meletakkan helm itu di atas motor Daren.

Ia menatap bangunan mewah itu dengan kagum sesekali mengerjapkan matanya. Daren yang melihatnya pun menggelengkan kepalanya pelan sembari terkekeh pelan.

"Lo mau disini terus atau masuk ke dalam?" Tanya Daren dengan nada dinginnya.

Laure yang mendengar penuturan Daren pun beralih menatap Daren.

"Kita ngapain kesini? Ini rumah siapa?" Tanya Lauren yang membuat Daren memutar bola matanya malas.

"Rumah gue" ujar Daren seadanya.

Tapi tidak dengan Lauren, ia membelalakkan matanya tak percaya. Ia menatap Daren dengan kesal.

"Ngapain ke rumah kakak?" Tanya Lauren dengan kesal.

"Nyokap gue mau ketemu sama lo" balas Daren yang malah membuat Lauren terdiam.

Jantungnya berdegup dengan kencang. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gugup, bagaimana bisa Daren mengatakan hal itu dengan santai padahal Lauren yang mendengarnya sudah sangat takut.

Daren yang menyadari hal itu pun menautkan jemarinya di antara jemari Lauren. Ia menatap Lauren yang juga menatapnya dengan memelas.

"Gak usah takut. Cukup senyum dan jangan kaget sama sikap gue nanti" ujar Daren dan menarik Lauren memasuki rumahnya.

Lauren berjalan di samping Daren dengan jantung yang masih berdebar debar. Ia mengeratkan genggamannya pada Daren, menundukkan kepalanya saat Daren membawanya ke arah dapur.

"Ma" panggil Daren yang membuat Shinta menoleh menatap sang anak.

"Udah pulang? Ini ceweknya?" Tanya Shinta yang membuat Daren mengangguk.

Dengan perlahan Lauren mendongak menatap Shinta dan tersenyum kaku. Ia mencium punggung tangan Shinta dan kembali berdiri di samping Daren.

"L-lauren tante" ujar Lauren dengan gugup yang malah membuat Shinta terkekeh pelan.

"Gak usah gugup gitu Lauren! Tante gak galak kok" ujar Shinta yang membuat Lauren tersenyum kaku.

"Kita ke depan aja yuk" ajak Shinta berjalan mendahului mereka.

Ketiganya duduk di sofa ruang tamu. Shinta menatap Lauren dengan senyum hangatnya sedangkan Lauren yang di tatap hanya mengeluarkan senyum tipisnya.

"Lauren ini temennya Daren?" Tanya Shinta.

"Iy---" belum sempat Lauren menyelesaikan kalimatnya dengan cepat Daren berbicara.

"Lauren pacarnya Daren ma. Dia juga adik kelasnya Daren, dan anak baru di sekolah Daren" jelas Daren yang membuat Lauren menatapnya kesal sebelum kembali menundukkan kepalanya.

Sedangkan Shinta yang mendengarnya pun ber'oh'ria. Ia mengode Daren untuk meninggalkan mereka berdua. Daren yang peka pun mengangguk pelan dan dengan perlahan melepaskan genggamannya dari Lauren.

Tapi Lauren yang merasa genggamannya akan di lepas oleh Daren pun mengeratkan kembali genggaman itu dan menatap Daren dengan memelas.

Sedangkan Shinta yang melihat hal itu terkekeh pelan, "Tante boleh ngobrol sebentar sama kamu gak Lauren?"

Lauren yang merasa pun beralih menatap Shinta dan mengangguk pelan tanpa mau melepaskan genggaman tangannya dari Daren.

Daren yang sudah jengah pun mendekat wajahnya ke telinga Lauren.

"Mama gue baik, gak usah takut. Kalo ada apa apa kirimin gue chat" bisik Daren sebelum menjauhkan wajahnya dari Lauren.

Lauren yang mendengar bisikan Daren pun dengan terpaksa memgangguk dna melepaskan genggamannya dari Daren yang membuat Daren tersenyum dan meninggalkan keduanya untuk berbicara.

Di rasa Daren sudah jauh, Shinta berjalan mendekat pada Lauren dan tersenyum hangat pada Lauren. Ia mengusap pelan surai Lauren yang membuat sang empu mendongak dan menatapnya dengan senyum tipis.

"Capek ya pacaran sama anak tante?" Tanya Shinta yang membuat Lauren terdiam sesaat sebelum menggelengkan kepalanya pelan.

Shinta yang melihatnya pun menghela mafasnya pelan dan sedikit memberi jarak antara dirinya dan Lauren.

"Tante mau kamu jujur Lau! Tante gak bakal marah sama kamu, selama ini Daren suka pulang malam terus sering berantem" ujar Shinta dengan wajah sendunya yang membuat Lauren terdiam sebelum tersenyum hangat pada Shinta.

"Tapi kak Daren selalu lindungin aku kok tan. Dia juga pinter, dia juga selalu perhatiin aku dan gak biarin orang orang ngebully aku di sekolah" ujar Lauren berusaha menghibur Shinta.

"Daren pernah permaluin kamu kan?" Tanya Shinta menatap Lauren yang kini tengah terdiam karena ucapan Shinta.

"Daren nyakitin hati kamu ya? Tante minta maaf ya Lau, karena Daren kamu jadi di malu dan di bully" ujar Shinta menggenggam tangan Lauren.

Sedangkan Lauren yang mendengarnya pun dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Enggak tan! Jangan minta maaf lagian kak Daren udah selesaiin semuanya, dia udah ngomong ke semua murid. Sekarang udah gak ada yang bully aku lagi" balas Lauren dengan senyum hangatnya yang membuat Shinta ikut tersenyum.

"Loh siapa ma?" Tanya seseorang yang membuat Lauren dan Shinta menoleh ke belakang.

"Ini pacarnya Daren pa. Cewek yang pas itu di ceritain dama Daren" ujar Shinta yang membuat Edgar mengangguk.

Lauren yang melihatnya pun berdiri dan mencium punggung tangan Edgar dan tersenyum tipis pada Edgar.

"Lauren om" ujar Lauren yang membuat Edgar terkekeh.

"Jangan kaku kaku ngomongnya sama om..." ujar Edgar menggantung kalimatnya.

"... Yaudah om pergi dulu! Jangan sungkan sama keluarga ini" lanjut Edgar dengan senyumnya sebelum meninggalkan keduanya.

Sudah cukup lama Lauren berbincang bersama Shinta dan Ambar yang kebetulan melihat keduanya di ruang tamu. Kini Lauren tersenyum hangat pada keduanya sembari memakai tas selempangnya.

"Lauren pulang dulu tan! Makasih udah baik sama Lauren" ujar Lauren dengan senyum cerahnya.

Shinta terkekeh pelan, "Harusnya tante yang makasih, kamu udah dateng ke rumah ngobrol sama tante! Tante suka ngobrol sama kamu Lau"

Lauren yang mendengarnya pun tersenyum malu.

"Yaudah ma Daren mau nganter Lauren dulu" ujar Daren yang diangguki oleh Shinta.

"Hati hati, jangan macem macem kamu sama calon mantu mama" peringat Shinta.

"Iya ma" ujar Daren mencium punggung tangan Shibta yang diikuti oleh Lauren.

Daren menatap Lauren sekilas sebelum menautkan jemarinya di jemari Lauren dan menariknya keluar dari rumah.

🌹🌹🌹

Lauren turun dari motor Daren dengan wajah cerahnya. Ia menatap Daren yang juga menatapnya, Daren menaikkan alisnya sebelah.

"Apa?" Tanya Daren.

"Makasih" ujar Lauren yang malah membuat Daren semakin bingung.

Merasa peka, Lauren kembali membuka suaranya.

"Makasih udah nemuin aku sama tante Shinta" ujar Lauren tersenyum pada Daren.

Daren mengangguk pelan, "Hm..."

"... Masuk" lanjut Daren yang diangguki oleh Lauren.

Baru saja ia ingin melangkah, tiba tiba ia tersenyum malu dan berbalik menatap Daren yang masih setia menunggunya memasuki rumah.

"Hati hati" gumam Lauren dan langsung berjalan cepat memasuki rumahnya.

Sedangkan Daren yang mendengarnya pun terkekeh pelan sembari menggelengkan kepalanya pelan.

"Makasih"