Arumi memakan sesendok es krim terakhirnya. Setelah dua jam berolahraga, ternyata dua gelas es krim tidak membuat dahaga Arumi hilang.
Arumi melirik kanan dan kiri, mencari keberadaan Gladis –sahabatnya.
Arumi memicingkan matanya. Di pojok sebelah kanan Arumi bisa melihat Bagus dan ketiga sahabatnya –Bima, Tio dan Raka, adiknya. Namun selain ketiga orang itu ada sesosok cewek yang menempeli Bagus.
Arumi meremas tangannya. Tidak bisa dibiarkan!
Dengan langkah menggebu Arumi mendekati keempat manusia itu.
"Bagus!" panggil Arumi seraya mendudukkan dirinya ditengah-tengah Bagus dan cewek itu.
Bagus menghela nafasnya, pengganggu telah datang. Sedangkan si cewek mendengus tidak suka.
"Heh, lo ganggu banget, sih!" sewot cewek itu membuat Arumi meliriknya sok polos.
"Loh? Ada manusia?" hampir saja tawa Bima, Tio dan Raka menyembur saat mendengar pertanyaan polos itu keluar dari mulut Arumi.
"Di sini cuma lo yang bukan manusia!" ketus Bagus seraya menghempaskan lengan Arumi yang merangkul tangannya, namun percuma. Lengan Arumi akan kembali merangkulnya.
"Iya, 'kan Arumi bidadari yang diciptakan untuk Bagus." ujar Arumi seraya terkikik-kikik.
Bima, Tio dan Raka membuat gerakan seakan ingin muntah. Sedangkan Bagus dan cewek tadi memutar matanya sebagai respon.
"Rumi!" panggilan dengan nada melengking itu membuat keenam orang itu menoleh.
"Gladis? Sini!" kata Arumi dengan tangan yang bergerak seakan menyuruh Gladis mendekat.
"Kamu dari mana?" tanya Arumi begitu Gladis duduk di sebelah Bima.
"Tadi gue di panggil Bu kepsek." jawab Gladis dengan napas memburu.
"Minum-minum! Pasti Gladis capek abis lari-lari." ujar Arumi seraya mengambil random gelas berisi es teh –entah milik Bima, Tio atau Raka.
Gladis menerima gelas itu dan meminumnya hingga tandas, membuat Bima –pemilik es teh, mendelik.
"Eh, anjir! Es gue itu, main abisin aja!" ujar Bima sewot seraya merampas gelasnya dari tangan Gladis.
"Yah, udah abis." ujar Gladis seraya menyengir sok polos.
Bima mendengus. "Ya abislah. Orang lo minum semua! Keluarin lagi gak, keluarin!!" ujar Bima seraya mengapit hidung mungil Gladis, membuat cewek itu meronta kehabisan napas.
"Eh, Bimo! Lepasin! Gue gak bisa napas, anjir!!" heboh Gladis.
"Nama gue Bima, bukan Bimo!" koreksi Bima seraya melepaskan tangannya dari hidung Gladis yang kini memerah. "Anjir, ingusan ya lo! Jorok banget." ujar Bima seraya mengelapkan telunjuk dan ibu jarinya kearah Tio.
"Eh, ibab! Sialan lo!" pekik Tio jijik.
"Bagus." panggil Arumi tanpa mempedulikan kerusuhan didepannya.
Bagus melirik Arumi tak berminat. "Cewek itu siapa?" tanya Arumi seraya menunjuk cewek itu dengan dagunya.
"Pacar gue." jawab Bagus. Bohong, sebenarnya cewek itu salah satu orang yang selalu mengejar-ngejar dirinya. Tapi ini kesempatan Bagus, siapa tahu dengan begitu Arumi akan menjauh darinya.
Arumi berdiri. Di hampirinya Gladis yang tengah ribut dengan Bima dan Tio. "Dis, ke kelas, yuk!" ajak Arumi dengan bibir mencebik kemudian melangkah meninggalkan meja yang ditempati Bagus dkk.
Gladis, Bima dan Tio menatap Arumi bingung. "Tumben?" gumam Gladis, namun tetap berdiri untuk menyusul Arumi. "Eh, Bimo! Makasih ya karena udah bersihin ingus gue!" teriak Gladis seraya mengacungkan jempolnya ke-udara namun langkahnya tetap mengikuti Arumi.
"Anjir! Nama gue Bima!" pekik Bima kesal. "Jorok banget sih, Ka. Teman Kakak lo itu." gumam Bima membuat Raka terkekeh.
***
"Rum!" bisik Gladis, matanya sesekali melirik kearah depan, takut jika guru didepan sana menyadari jika salah satu muridnya tidak memperhatikan jalannya pelajaran.
"Hmm." gumam Arumi dengan tatapan fokus kedepan. Pura-pura lebih tepatnya. Dirinya masih memikirkan ucapan Bagus. "Bagus udah punya pacar." kalimat itu terus Arumi ulang didalam benaknya.
"Lo kenapa sih?"
"Rumi gak apa-apa, kok." jawab Arumi dengan kepala menunduk, bibirnya mencebik seakan siap untuk menangis.
Gladis memutar bola matanya. Ia tahu ada apa-apa dengan sahabatnya ini. "Gue kenal lo bukan sehari, dua hari, Rum. Tahu banget gue gelagat lo." ucap Gladis seraya berdiri, guru didepan sana sudah berpamitan setelah mengingatkan untuk mengerjakan tugas. "Pasti gara-gara Bagus." tebak Gladis tepat sasaran.
Arumi melirik Gladis yang menyenderkan tubuhnya pada meja dengan ekspresi cemberut. "Sok tahu!"
"Seperti yang gue bilang, gue kenal lo bukan sehari, dua hari, Rum." ucap Gladis. "Lagian apa sih yang bikin seorang Arumi galau selain seorang Bagus? Gue rasa gak ada." ditaruhnya telunjuk di dagunya, berpose seakan tengah berpikir.
"Guys, kita jamkos ya. Tapi ingat, kerjain tugas di halaman 59!" seruan Tito disambut sorak-sorai murid lainnya, termasuk Gladis yang ber-'Yess' ria. Sedangkan Arumi tak bereaksi apapun, seandainya moodnya tengah baik-baik saja, mungkin Arumi akan ikut bersorak gembira bersama teman-teman sekelasnya.
"Ikut gue!" ujar Gladis seraya menarik pergelangan tangan Arumi.
Arumi mengikuti langkah penuh semangat Gladis dengan terseok-seok. "Pelan-pelan 'kan bisa, Glad."
"Pokoknya lo harus ceritain semuanya ke-gue." tandas Gladis membuat Arumi pasrah.
Gladis melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Arumi begitu keduanya tiba di roof top sekolah.
"Sekarang lo ceritain deh, sebenarnya lo kenapa?" tanya Gladis, kepalanya melongok kanan dan kiri, mengamati bangku yang akan didudukinya, barangkali ada kotoran cicak atau semacamnya.
Dirasa tak ada apapun yang akan merugikannya, Gladis mendudukkan tubuhnya kemudian menarik Arumi untuk ikut duduk disebelahnya. "Jadi?" ulang Gladis, diamatinya wajah Arumi yang nampak masam.
"Bagus punya pacar." ucap Arumi dengan bibir mencebik.
Gladis mengerjapkan matanya, jika begini ia bingung.
***
To Be Continue...