Alissa terdengar menarik nafasnya dalam-dalam, sekilas ekor matanya menangkap sosok lelaki yang saat ini mengisi hatinya. Wanita itu menoleh menatap wajah lelaki yang begitu dicintainya dengan lekat. "Zal..," seru Alissa dengan suara lirih.
"Iya sayang,"
Kini lelaki itu tampak terduduk disisi Alissa, tangan kokohnya memeluk erat sisi bahu sang kekasih. Kedua sudut bibirnya tertarik perlahan, membentuk senyuman.
"Sudah satu tahun kita pacaran zal. Kapan kamu akan melamarku?" Kata Alissa dengan nada kesal. Wanita itu menghela nafas dalam-dalam, menantikan jawaban dari Rizal. Sesaat Rizal tampak terdiam, sepasang matanya beralih menatap ke arah lain sebelum akhirnya kembali menatap Alissa.
"Nanti ya sayang, tunggu aku selesai kuliah dulu," jawab Rizal yang membuat Alissa semakin kesal. Kini hatinya meragu, apakah lelaki itu benar-benar mencintainya atau hanya sekedar mempermainkan hatinya. Bagaimanapun ia tidak ingin menjalin status yang tidak diridhoi Allah terlalu lama lagi, ia ingin hubungan dirinya dan Rizal segera diresmikan dalam ikatan pernikahan. Bukankah jika kedua orang yang saling mencintai, maka menikahlah solusinya. Tapi nyatanya ilusi cinta telah membuat mata Alissa tertutup, kini wanita itu justru membangun pilar dosa bersama Rizal dalam status pacaran.
"Ya sudah, aku mau pulang," sambung Alissa sambil melangkah pergi meninggalkan Rizal di kursi taman. Sesaat ia merasakan perih dihatinya, jika menemui berbagai kenyataan yang terus berputar di fikirannya. Kenyataan jika suatu saat Rizal akan meninggalkannya, kenyataan jika suatu saat keluarganya mengetahui hubungan dirinya dan Rizal. Ia tidak membayangkan bagaimana wajah kecewa kedua orang tuanya, saat mengetahui putri yang mereka didik dan ajarkan kebaikan justru malah melakukan kemaksiatan. Bukankah pacaran itu maksiat?
"Alissa, tunggu!" teriak Rizal yang sontak membuat langkah kaki wanita itu terhenti. Terdengar helaan nafas kasar darinya, lalu perlahan ia tampak membalikan badannya. Sesaat pandangan keduanyapun bertemu, sebelum Alissa memutuskan terlebih dahulu.
"Dengerin dulu penjelasan aku," tutur Rizal dengan nada memohon. Alissa masih tak bergeming untuk beberapa saat, menciptakan keheningan kala itu.
"Aku janji, akan melamarmu Alissa. Tapi tunggu sampai kita selesai kuliah. Lagi pula itu tidak lama lagi,"
Jelas Rizal. Jemarinya tampak mengusap lembut sisi wajah Alissa, menyalurkan kehangatan antara satu sama lain. Perlahan tapi pasti wanita itu menjadi luluh, dan tenggelam dalam cinta palsu. Kedua tangan Rizal mulai meraih tubuh wanita yang dicintainya, dan membawanya kedalam pelukan. Melerai segala amarah yang sempat membara.
"Aku takut Zal, kita salaah! Hubungan kita ini salah!" rintih Alissa sambil melepaskan pelukanya dari tubuh lelaki dihadapannya itu. Sepasang matanya menatap sayu pria yang dicintainya, hingga bulir mutiara bening menitih membasahi pipi Alissa.
"Kita gak salah Alissa, Tuhan menciptakan kita dengan rasa cinta. Lantas apa salahnya jika kita ingin mencurahkan rasa itu dengan pacaran?" Kata Rizal kembali melontarkan syair penahluknya. Jemarinya menyeka lembut sisa-sisa air mata yang menetes dari sudut mata Alissa.
Lelaki itu memang begitu pandai membuat hati wanita menjadi luluh, setiap kata yang ia lontarkan menebarkan racun yang membuat korbannya tertunduk luluh olehnya. Seolah terhipnotis dengan ucapan lelaki yang kini tengah kembali memeluk tubuhnya, Alissa hanya terdiam dan terhanyut dalam limbahan dosa.
"Lagi pula, pacaran kita ini pacaran sehat," sambung Rizal menambahkan.
Perlahan ia tampak kembali menraik sudut bibirnya, membentuk senyuman yang terlihat semakin jelas. Wajah sumringahnya menandakan bahwa ia telah berada dalam kemenangan, karena kembali berhasil menakhlukan hati kekasihnya.
Terkadang manusia menyalah artikan cinta, yang seharusnya membawa seseorang pada kebaikan, justru malah menjerumuskan mereka pada kemaksiatan.
"Aku mencintaimu zal," ucap Alissa lirih. Tampaknya wanita manis itu begitu mencintai Rizal, sehingga membuat dirinya dibutakan akan cinta palsu. Begitu besar harapan Alissa terhadap kekasihnya, membayangkan suatu saat ia akan bersatu bersama kekasih yang dicintainya dalam ikatan suci pernikahan. "Aku juga mencintaimu Alissa," balas Rizal lembut.
*****
Pernikahan adalah impian setiap insan. Tidak ada hal yang lebih membuat wanita bahagia, selain dinikahi. Terkadang memikirkan sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi, memang begitu menyakitkan. Selayaknya kita terbang dan singgah di awan-awan yang mempesona, lalu kemudian di hempas angin dan terjatuh ke kebawah, rasanya begitu sakit.
"Alhamdulillah sayang, akhirnya kita sudah wisuda," kata Rizal sembari mencekal kedua tangan kekasihnya itu. Alissa membalas dengan senyuman manis, kemudian diam sesaat.
"Kapan kamu akan melamarku Zal?"
tutur Alissa yang sontak saja membuat Rizal terkejut.
Lelaki itu tidak menyangka bahwa wanita yang kini berada di hadapanya akan melontarkan pertanyaan itu kembali. Padahal baru saja mereka selesai mengemban pendidikan, namun ia sudah harus dihadapkan oleh pertanyaan seberat itu. Tampaknya Rizal memang belum siap untuk membangun surga kecil dalam ikatan pernikahan, lelaki rupawan itu masih ingin menghabiskan waktu untuk berkarya dan melakukan kesenangan. Tetapi dalam sisi lain ia sangat takut kehilangan Alissa, bagaimanapun ia sangat mencintai wanita itu.
"Heemmmm.., " gumam Rizal sembari menarik nafas panjang. Jantungnya berdegup sangat kencang, tangannya sedikit gemetar, takut wanita itu kecewa dan pergi meninggalkannya.
"Kamu sudah janji looh," ujar Alissa mengingatkan.
"Begini sayang, kita baru saja wisuda. Tunggu aku kerja dulu ya, aku kan ingin membahagiakan kamu," timbal Rizal berusaha memberikan penjelasan.
"Kita kan bisa berjuang bersama-sama Zaaaaaal..," ucap Alissa sambil melepaskan cekalan tangan Rizal. Terlihat wajah yang semula manis, kini berubah kusut menahan kecewa yang telah lama dipendam.
"Sayang,,," seru Rizal sambil menatap pekat mata indah wanita yang menjadi kekasihnya itu.
"Aku janji,akan melamarmu ketika aku sudah kerja," sambung Rizal mengumbar janji.
"Janjimu itu dusta Zal. Sudah satu tahun aku menjalin hubungan ini bersamamu, tanpa kepastian," wanita itu meluapkan segala kekesalannya yang selama ini ia pendam. Sambil menarik nafas dalam-dalam, ia pergi meninggalkan pria yang kini berdiri mematung.
Alissa pergi dengan memendam rasa kecewa, yang teramat mendalam. Hatinya telah tergores untuk yang kedua kalinya.Ternyata Berimajinasi itu sangat menyakitkan, tat kala kenyataan yang di alami berbeda.
Terlihat sesekali wanita itu mengusap air matanya yang hampir habis itu.
Ia duduk perlahan di sebuah kursi, menghela nafas dalam-dalam.
"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.
Ali bin Abi Thalib
******
"Aku sudah pernah mengingatkanmu sebelumnya Alissa," ucap seorang lelaki tampan, yang sontak memecahkan lamunan wanita itu.
Perlahan lelaki itu melangkah mendekati wanita yang kini tengah menangis disebuah bangku disisi jalan, namun tetap memberikan jarak antara dirinya dan Alissa.
"Yusron..," kata Alissa sembari menatap pekat lelaki yang kini berdiri dihadapannya.
"Seorang lelaki yang tidak siap menghalalkanmu, tetapi mengajakmu ke jalan kemaksiatan, sudah jelas ia lelaki yang tidak pantas untuk menjadi imamu," tutur lelaki itu dengan penuh kelembutan, namun memberikan penekanan di setiap ucapanya.
Kedua pasang mata Alissa kini sudah tidak sanggup lagi menahan air mata, yang sekarang telah tumpah ruah membasahi pelupuk matanya. penyesalan telah menyelimuti batinnya saat ini, membuat dirinya terlihat semakin rapuh. Wanita itu tampak begitu menyesali segalanya, terbuka beberapa kenangan saat dimana ia bersama Rizal. Menggoreskan tinta dosa dalam lembar amalnya, perlahan air matanya kembali menetes dengan begitu derasnya.
"Tangisanmu tidak akan merubah apapun Alissa, bertaubatlah dan kembali kepada jalan yang Allah ridhoi," sambung Yusron memberikan penerangan pada Alissa.
"Maafkan aku Yusron, seharusnya dari awal aku mendengarkan ucapanmu," ucap Alissa Lirih dengan penuh penyesalan.
"Tidak ada yang perlu di maafkan Alissa, kamu tidak salah," timbal lelaki rupawan itu dengan penuh kelembutan.
"seandainya waktu dapat ku putar,
Aku ingin malam itu terulang kembali yusron.." tutur Alissa dalam batin.
"Alissa," panggil Yusron yang sontak saja menghancurkan lamunan Alissa.
"Terima kasih untuk semuanya, aku mau pulang," ucap Alissa sembari bangkit dari duduknya.
"Biar ku antar sampai rumah," jawab lelaki itu tegas.
"Tidak perlu, terima kasih," balas Alissa tertunduk kaku, batinnya begitu malu menatap wajah lelaki baik yang ada dihadapannya. Ia begitu menyelasi segalanya, hingga air matanya kembali menetes perlahan.
"Jangan membuatku berdosa Alissa, karena sudah membiarkanmu pulang sendirian. Aku hanya ingin memastikanmu pulang dengan selamat," tutur Yusron dengan penuh kelembutan, namun terkesan tegas.
Wanita itu hanya mematung, kini kedua pasang matanya menatap pekat lelaki rupawan itu, sementara batinnya semakin sesak akan penyesalan.
*****
Terlihat keduanya berjalan berurutan dengan jarak yang cukup jauh, lalu perlahan mereka menaiki sebuah angkutan umum yang kini melaju sangat cepat. Di dalam bus pun mereka tidak duduk berdekatan, melainkan berjauhan. Yusron memang selalu menjaga jarak pada wanita yang bukan mahramnya, ini adalah cara lelaki itu menjaga satu sama lain.
Samar-samar Yusron mendengar bising-bising didalam angkutan umum yang ia naiki, perlahan lelaki itu mulai membuka matanya. Seketika ia terkejut melihat seorang lelaki berbadan besar, tengah memperebutkan sebuah tas dengan Alissa. Sang pemilik berusaha mempertahankan, sementara sang pencuri berusaha memiliki barang yang bukan miliknya.
"BUUUK... "
Sebuah tendangan melayang di tubuh pencopet itu, membuat tubuh kekarnya tergusur di lantai bus. Terlihat kedua matanya menatap tajam Yusron, memandanginya dengan penuh rasa benci.
"Bajingan.. Mau sok jadi pahlawan," ucap sang penjahat dengan nada tinggi.
Perlahan lelaki keji itu mulai mengeluarkan senjata tajam dari balik sakunya, terlihat jelas sebuah belati yang begitu tajam dalam genggaman sang pencopet. Kedua kakinya melangkah perlahan mendekati Yusron, sementara beberapa penumpang yang menyaksikan berteriak riuh ketakutan.
Kini belati yang tampak begitu tajam telah mendarat dengan begitu cepat diperut Yusron, dan perlahan darah segar mulai mengalir dari bekas tusukan, bersamaan dengan belati yang dicabut dengan keji oleh sang pencopet yang memiliki wajah sangat itu. Ada beberapa goresan bekas sayatan di wajahnya, membuat penampilannya semakin menyeramkan. Setelah merasa puas, ia berlari cukup kencang dan melompat dari bus yang melaju perlahan.
"Yusron..," teriak Alissa, wanita itu tampak begitu panik. Kini kedua tangan Alissa menompang kepala Yusron, sementara darah terus mengalir dari bekas hujaman belati itu.
*****