Baik Mamoru maupun Saori tidak mampu berkata lebih banyak dan mereka mulai saling berpandangan. Lenka menatap pemandangan yang tak biasa dari kedua teman barunya dan melirik ke arah Riki sejenak.
Grak!!!
Pintu tersebut tertutup dengan sendirinya dan Riki masih tetap pada posisinya "Kenapa kalian tidak mau menjawab? Apa kalian takut padaku?" Tatapan Riki jauh lebih menusuk dari sebelumnya.
"Hoshikawa-san, tolong hentikan.... "
"Padahal aku sudah berada di sini selama 24 tahun lamanya."
"Cukup, Hoshikawa-san!!!"
Lenka memegang lengan kiri Riki untuk menahan sang vampire tersebut bertindak lebih jauh. Manik biru safir milik gadis bersurai coklat tersebut menatap manik merah milik Riki dengan tatapan serius. Mamoru dan Saori mulai mengerti ucapan pemuda bersurai hitam tersebut.
"Kalau bukan kau dalangnya, lalu siapa yang melakukannya?"
Manik merah milik Riki mulai menyala dan menatap kedua manik yang berbeda warna tersebut "Seseorang yang ingin melenyapkan kita dan membuat kegelapan di SMA Akatsuki."
"Apa ada kaitannya dengan kejadian 24 tahun yang lalu?"
"Ya."
Wush....
Surai milik mereka berempat berhembus melalui salah satu jendela yang pecah tersebut. Suasana ruangan kembali tegang dan terlihat keheningan di ruang tersebut. Manik hijau milik Mamoru langsung membulat sempurna karena apa yang dikatakan Riki berbeda dengan yang dirumorkan di SMA Akatsuki.
"Lenka, apa itu benar?" Mamoru menoleh ke arah Lenka yang masih berpegangan tangan tersebut.
"Ya, Aonuma-san."
Hening sejenak....
Jeda lama sekali....
"Lalu, kenapa kau bisa ada di sini?"
"Etto.... anoo.... " Lenka tidak mampu berkata lebih banyak lagi karena dia sudah ketahuan oleh kedua temannya.
"Lenka merusak kenop pintunya."
Jawaban Riki membuat Mamoru dan Saori tercengang dan menoleh ke arah Lenka dengan tatapan hening sedangkan Riki hanya diam saja.
"Ternyata kau cukup menakutkan, Lenka."
"Ya, kau benar, Mamoru-san."
Dalam sekejap mata, raut wajah Lenka berubah menjadi malu. Dia bersembunyi di belakang Riki karena malu. Riki hanya tertawa kecil melihat reaksi gadis bersurai coklat tersebut.
"Kau seperti Hazuki saja."
"Ho-Hoshikawa-san!!!" Wajah Lenka berubah menjadi merah padam dan memasang ekspresi cemberut.
"Hahaha.... "
Crash!!!
Kriet!!!
Kedua telinga milik mereka berempat mendengar suara yang cukup asing di telinga mereka. Tiba-tiba, manik merah milik Riki membulat sempurna dan diapun keluar dari ruangan tersebut.
"Haruskah kita mengikutinya?" Saori terlihat ragu dengan tindakan Riki.
"Ya, kita harus mengikutinya."
Dengan cepat, ketiga remaja tersebut berlari mengikuti langkah Riki keluar dari ruangan tersebut. Beberapa menit kemudian, langkah mereka bertiga terhenti di sebuah ruangan yang tak asing bagi mereka.
"Ruang olahraga?" Mamoru menatap tak percaya dengan tempat pemberhentian mereka.
"Mungkinkah di sini.... "
"Argh!!!"
Ketiga remaja tersebut mendengar sebuah suara teriakan dan tanpa berpikir panjang, mereka masuk ke dalam ruang olahraga. Mereka menatap seorang gadis bersurai ungu tergantung di atas ringan basket. Tubuh gadis tersebut penuh luka dan bersimbah darah. Manik biru safir milik Lenka langsung membulat sempurna melihat gadis tersebut.
"Crystalisia-san.... " Lenka menutup mulutnya sendiri melihat pemandangan tersebut.
"Ke-kenapa bisa begini?" Lalu, Mamoru menoleh ke arah Riki "Hoshikawa Riki, apa ini ulahmu?"
"Bukan, ini bukan aku yang melakukannya." Riki hanya menatap ke depan dan tanpa sadar, manik merahnya mulai menyala "Aku tidak tahu nama gadis itu."
"Lalu, siapa lagi, Riki-san?" Saori akhirnya berbicara setelah sekian lama diam
"Entahlah, ini masih misteri sampai sekarang."
Gadis bersurai coklat tersebut langsung terduduk di lantai dan menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Riki melihat reaksi Lenka yang terkejut tersebut dengan manik merahnya.
"Sebaiknya kita pergi dari sini sebelum ada yang mengetahuinya."
"Lalu, bagaimana dengan Seira-san?"
Riki hanya berpikir sejenak dan mengeluarkan belati sambil melirik Mamoru "Aonuma Mamoru, tolong tangkap jasadnya. Aku akan memotong talinya."
"Eh? Oh, baiklah."
Dengan cepat, kedua pemuda tersebut melesat untuk melepaskan jasad gadis bersurai ungu tersebut. Riki memotong tali pada perut gadis tersebut sedangkan Mamoru menangkap tubuh gadis tersebut.
Bruk!!!
"Hoi, cepat bantu aku, para gadis!!"
Lenka dan Saori menghampiri mereka berdua dan jasad gadis yang bernama Crystalisia Seira tersebut dibuat terbaring di lantai sedangkan darah yang tergenang di lantai dibersihkan oleh Riki. Setelah selesai, Riki menutup mata Seira dengan hati-hati dengan tangan pucatnya.
"Semoga kau tenang di sana."
"Anoo, Hoshikawa-san.... Apa ada kaitannya dengan kejadian 24 tahun yang lalu?"
"Dari mana kau tahu tentang itu?"
"Ayahku yang menceritakannya padaku."
Riki mengangguk paham dan mulai bangkit " Sebaiknya kita pergi dari sini sebelum ada yang menyadari kehadiran kita."
"Baik."
Mereka berempat berlari meninggalkan ruang olahraga dengan cepat. Terlihat sosok gadis berdiri di depan jasad Seira dalam kondisi mengenaskan. Sosok tersebut terlihat hampa dan berharap misteri yang menimpa SMA Akatsuki segera berakhir.
****
Blam!!!!
Keempat remaja tersebut berhasil masuk ke dalam ruangan perpustakaan lama. Lenka, Mamoru dan Saori terlihat lelah sedangkan Riki hanya menatap ke arah jendela yang terhubung dengan dunia luar.
"Kalian sudah tahu kan bahwa bukan aku pelakunya."
"Lalu, bagaimana bisa terjadi kematian yang bahkan kita tidak tahu penyebabnya, Riki?" Mamoru semakin penasaran dengan apa yang dilihatnya barusan "Kalau bukan kau, lalu siapa dalangnya?"
Muncul perempatan di kepala Riki dan menatap manik hijau Mamoru dengan manik merah miliknya "Nee, Mamoru.... Mumpung sekarang aku bukan manusia, aku bisa mendatangkan hantu lho."
Dalam sekejap mata, raut wajah Mamoru berubah memucat "Ba-bagaimana kau bisa tahu hal itu, Riki?"
"Aku kan vampire, jadi aku bisa membaca pikiranmu."
Hening sejenak....
Jeda lama sekali....
Ketiga remaja tersebut langsung sweatdrop mendengar ucapan Riki yang terlampau aneh tersebut. Lenka hanya menggelengkan kepalanya sejenak karena heran dengan sikap Riki yang berbeda dengan yang dirumorkan selama ini.
Bruk!!!
Kedua telinga milik mereka berempat mendengar sebuah suara yang terdengar seperti benda jatuh. Dengan cepat, mereka keluar dari ruangan tersebut dan manik milik mereka berempat yang berbeda warna tersebut membulat sempurna melihat seorang pemuda yang terbaring dalam kondisi tubuhnya membeku dan kedua matanya membelalak. Terlihat ada lubang besar di dadanya.
"Kyaa!!!" Lenka dan Saori langsung berteriak histeris melihat kejadian yang baru sahabat dilihat mereka tersebut.
"Ba-bagaimana bisa terjadi??" Mamoru terlihat syok melihat jasad pemuda tersebut.
Namun, tidak dengan Riki. Dengan hati-hati, dia mendekati pemuda tersebut. Manik merah miliknya membulat sempurna melihat ada beberapa organ dalam tubuh pemuda tersebut hilang.
"Nee, teman-teman.... "
"Ada apa, Riki?" Mamoru menanggapi ucapan Riki yang terlihat kaku tersebut "Apa yang terjadi?"
"Ada beberapa organ dalam yang sepertinya dimakan oleh zombie." Pemuda bersurai hitam tersebut menjeda ucapannya "Dan lubang ini... terlihat masih baru."
Deg!!!
Jantung ketiga remaja tersebut dipacu dengan cepat mendengar ucapan pemuda bermanik merah tersebut "O-organ dalam hi-hilang??!!"
"Ya, sering terjadi seperti ini di zamanku dulu. Aku tidak tahu penyebabnya, jadi masih misteri sampai sekarang."
"Termasuk kematianmu, Hoshikawa-san?"
"Ya."
Groar!!!
Groar!!!
Kedua telinga milik Riki menangkap sebuah suara yang berasal dari lorong yang telah lama tak terpakai teri, lalu manik merahnya menatap mereka bertiga "Sebaiknya kalian bertiga segera kembali ke kelas. Biar aku yang mengurus jasad ini."
"Apa kau yakin semua akan baik-baik saja, Hoshikawa-san?" Gadis bersurai coklat tersebut terlihat khawatir dengan sesuatu yang telah terjadi di depan mata mereka tersebut "Aku takut terjadi apa-apa padamu."
"Aku baik-baik saja, Lenka. Semua akan baik-baik saja selama kalian berhati-hati."
"Ummm.... Baiklah."
Mereka bertiga hanya mengangguk dan berlari ke arah yang berlawanan. Riki mengangkat jasad pemuda tersebut dan mendudukkan pemuda tersebut di dinding. Dia menutup mata pemuda tersebut dengan tangannya.
"Semoga kau tenang di sana."
Setelah selesai, Riki segera kembali ke ruangan tersebut. Manik merah miliknya menatap ke arah atas dengan tenang "Sudah 24 tahun tiada, ternyata kejadiannya semakin parah saja." Diapun menghela nafas frustasi melihat apa yang terjadi selama 24 tahun lamanya "Apa yang kau pikirkan, Kurohaku Amano?"
Groar!!!
Kedua telinga milik Riki menangkap sebuah suara yang memekakkan telinga tersebut "Sudah saatnya ya.... kegelapan SMA Akatsuki dimulai."
Jeda sejenak....
"Ini harus diakhiri."
Dan diapun masuk ke dalam ruangannya. Pintu ruangan tersebut tertutup dengan sendirinya tanpa ada yang mengetahuinya. Di dekat jasad tersebut terlihat sosok pemuda yang berdiri dengan tatapan hampa dan sosok tersebut menghilang secara misterius.