sesi 1-
Kota Yogyakarta diguyur hujan malam itu, derajat minus akrab menyelimuti setiap sudut rumah yang kini sepi seperti tidak ada nyawa yang menempati. Masih teringat jelas dibenak Arfy pertengkaran hebat malam itu, beberapa tahun yang lalu. Berharap hujan yang mengguyur ikut meluruhkan luka-luka yang selama ini Arfy pendam sendirian, tapi nyatanya nihil. Semakin teringat, semakin membekas rasanya. Tentu, tak ada yang paham mengenai suasana jiwa seseorang. Bak semusim singkat mampu meluruhkan segalanya.
Arfy Veyndra, seorang remaja pria yang sudah menginjak usia 19 tahun. Ia terlahirkan oleh sepasang suami istri yang sukses secara karir. Yah ! Pak Beny dan Bu Resya, mereka adalah seorang pengusaha sekaligus pedagang yang terkenal didaerahnya. Jadi tak heran bila mereka itu selalu sibuk akan karir masing-masing. Tak hanya itu, mereka dikaruniai oleh 2 anak, yaitu Arfy dan adiknya, Alya Sasya. Mungkin itu telihat sudah sebagai keluarga yang sempurna. Akan tetapi kesempurnaan itu tertunda, semuanya terasa hampa kala kesibukan diantaranya.
"Hey fy, kenapa kamu hanya termenung saja? Apa kamu tak ingin keluar? Tumben sekali.." ucap seorang gadis kecil menggema di sudut kamar Arfy.
"Bisakah kamu menjaga mulut mu itu? Bukankah aku itu lebih senior darimu?"jawab Arfy sambil menatap gadis itu.
"Ihh kenapa si fy? Kamu nggak suka ya? Lagipula Alya lebih seneng manggil itu... hahahah"ucap gadis itu sambil menutup pintu menuju keluar.
"Dasar! Huffft!" Jawab Alfy sambil merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurnya yang empuk itu.
Terdengar samar kala itu suasana dirumah. Disebabkan hujan yang masih dengan setianya mengguyur kota itu. Dan kini, Arfy hanya berdiam diri didalam kamarnya. Yang seharusnya ia sudah keluar rumah dan terkadang sangat jarang ada di rumahnya. Ditambah oleh bayang-bayang sang ibu yang mengharuskannya untuk ikut bagian dalam pendaftaran abdi negara. Namun hal tersebut sangat bertentangan dengan keinginan Arfy. Dan sang ayah yang tak memberikan kesempatan untuk ia mencurahkan perasaannya.
"Kamu kenapa si mas? Kenapa kamu itu sebegitunya? Aku sekedar bertanya saja loh mas...hikss.. hikss..hikss" ujar sang ibu dalam sesegukan tangisnya.
"Jelas kamu yang tak tau menau soal saya.. lalu saya harus bagaimana? Sudahlah! Sudah!"jawab sang ayah sambil mengayunkan barang ke lantai.
"Sini nak! Ibu mau peluk kamu.. kamu anak hebat! Jangan didengar ya! Ini hanya sebentar kok.. sabar ya sayang"ujar sang ibu sambil mengelus rambut Arfy.
"Hey! Tak perlu lagi kamu bermain drama disini.. dan semuanya itu tergantung pada diri kamu! Aku sudah nyerah.. lebih baik kita pisah!" ujar sang ayah.
"Argggghhhhhh!" Sontak Arfy yang terbangun dalam lamunan tidurnya. Ia mengingat jelas kejadian itu. Kejadian dimana segala bermula lamunan yang singgah di jiwanya. Kini, hal itu teringat kembali. Sesuatu yang tengah membunuh pikirannya seketika.
"Kenapa harus terulang lagi? Kali ini bagaikan pisau menyayat jiwa ku... ahhhh! Sakit sekali ya Allah!" Gumam Arfy seraya menyentuh bagian kepalanya.
Segala haluan mampu menerobos pikirannya kala itu. Rasa tak mampu pun mulai terasa. Lelah juga menghampiri kini. Baiklah! Malam hampir terlarut, dan hujan masih menunggu diluar sana. Arfy mulai tertidur dalam kondisi disaat itu.