Raka Mahardika yang memiliki arti nama anak lelaki yang teguh dan berbudi luhur, tapi nyatanya namanya tidak sesuai dengan prilakunya. Wajah manisnya yang membuat para kaum hawa pecinta drama korea histeris dan juga insekyur karena wajahnya yang mulus sempurna menyaingi wajah-wajah wanita di luar sana. Tingginya 178 sentimeter dan ia memiliki kulit putih bersih.
Ia bekerja sebagai pemimpin perusahaan jasa desain interior cabang dari perusahaan Iki Furniture. Sudah banyak orang biasa, para penjabat, artis dan juga arsitek yang bekerja sama dengan perusahaannya. Bertemu dengan Kenan membuatnya mendapatkan keberuntungan yang tidak habis-habis.
Walau dirinya menjalin hubungan dengan Kenan, tapi terkadang ia masih melirik wanita ataupun pria yang menurutnya menarik. Hal itu kadang membuat Kenan marah-marah. Namun, Raka dengan mudah meredahkan emosi kekasihnya itu.
Raka tipe orang yang menyukai keindahan, dia bisa bergaul dengan siapa saja yang mampu membuat dirinya nyaman dan sejauh dia hidup, baru Kenan yang mampu membuatnya bertahan lama menjalin sebuah hubungan. Sudah banyak wanita dan pria yang ia kencani di belakang Kenan, tapi pada akhirnya hanya Kenan yang mampu mengerti dirinya walau terkadang kecemburuan kekasihnya itu membuatnya kesal.
Raka membuka matanya, ia mengucek matanya dengan satu tangan yang lain meraih handphonenya yang tergeletak di nakas untuk melihat siapa yang menelponnya. Nama Alura Abigail sang kekasih yang baru beberapa minggu ia kencani itu menelponnya. Dengan santai ia pun mengangkat telponnya dan turun dari ranjang sambil melepaskan tangan Kenan yang memeluk pinggangnya.
Ia berjalan ke luar kamar menuju ke balkon appartemennya. Terik matahari begitu terang membuatnya meyipitkan matanya. "Jika hari ini aku tidak sibuk, aku akan menjemputmu setelah selesai pemotretan. Bagaimana?" tanyanya saat sang kekasih menelpon untuk mengantarkannya ke pemotretan.
"Ayolah sayang, aku ingin mengenalkanmu pada teman-temanku," ucap Alura manja.
"Pagi ini aku sibuk, mengertilah," ucap Raka yang mulai kesal.
"Ya sudah kalau begitu, gak usah jemput sekalian! Lain kali aja!" kesal Alura dan ia langsung menutup telponnya.
Raka memasang wajah malas dan saat berbalik dia di buat terkejut karena Kenan ada di balik tubuhnya. Ia segera tersenyum untuk menyapa sang kekasih yang wajahnya sudah terlihat marah. "Siapa yang telpon?" tanya Kenan sambil bersedekap dan tatapan marahnya .
Raka tersenyum kemudian ia mendekatkan dirinya ke tubuh kekasihnya itu. Ia berjinjit dan memberi kecupan singkat di bibir Kenan. "Pagi, sayang. Sepertinya staminamu bagus, jam segini kamu sudah bangun," ucap Raka seraya tersenyum hangat.
"Jangan mengalihkan pembicaraan!" kesal Kenan.
Raka kembali tersenyum, "Alura yang menelpon," jawabnya kemudian melangkah menuju dapur.
"Kekasihmu?" tanya Kenan sambil menatap punggung kekasihnya itu.
"Ya," jawab Raka singkat dengan santai.
"Aku tidak suka di duakan. Bisa tidak, kamu berhenti menjalin hubungan dengan orang lain. Aku mau jadi satu-satunya, Ka!" kesal Kenan
Raka ternyum kemudian ia berjalan menghampiri kekasihnya yang sedang merajuk itu. Iya mengusap rahang kokoh kekasihnya yang sedang memalingkan wajahnya. "Kamu memang bukan satu-satunya, tapi aku menjadikanmu orang yang aku dahulukan. Buktinya aku masih bersamamu bukan?" tanyanya sambil menarik dagu Kenan agar menatapnya dan ia pun menampilkan senyuman manisnya.
"Tetap saja, aku bukan orang satu-satunya, " rajuknya.
Raka tersenyum kemudian ia menjijit dan mengecup bibir Kenan. Kecupannya pun berubah menjadi ciuman hangat. Ia menarik tengkuk Kenan supaya ia bisa lebih dalam memagut bibir kekasihnya itu. "Fuck, me," ucap Raka di selah-selah ciuman mereka.
Kenan menarik pinggang Raka supaya tubuh mereka saling menghimpit. Lama mereka berciuman bahkan satu tangan Raka sudah masuk ke dalam boxer Kenan dan menyapa belalai milik Kenan. Suara desahan tertahan pun terdengar membuat Raka semakin intens menggerakkan tangannya untuk merangsang belalai Kenan.
Kenan mendorong tubuh Raka hingga pagutan mereka terlepas. "Aku harus kekantor," ucap Kenan dengan wajah memerah karena gairah.
"Kamu tidak ingin melanjutkannya?" tanya Raka heran.
"Minggu depan, minggu depan kita akan lanjutkan," ucap Kenan dan ia segera kembali ke kamar untuk membersihkan diri.
"Kau tidak ingin aku membantumu?" teriak Raka saat pintu kamar akan di tutup.
Tidak ada jawaban, hanya pintu kamar yang tertutup sebagai jawabannya. Jika seperti itu pasti pekerjaan Kenan sedang menumpuk, karena hanya pekerjaan yang membuatnya menomor duakan keinginannya. Raka pun memilih untuk membuatkan sarapan untuk kekasihnya. Ia membuat omlet dan juga roti panggang, segelas kopi hitam dengan sedikit gula sebagai minumnya. Tidak lupa beberapa potongan buah untuk pencuci mulut.
Kenan sudah berangkat bekerja, Raka pun memilih membersihkan tubuhnya dan berangkat ke kantor. Saat ini sudah pukul 10 pagi, tapi Raka masih dengan santainya berjalan ke basement untuk mengambil mobil. Hari ini dia tidak banyak pekerjaan yang harus di kerjakan, itu sebabnya ia tidak masalah datang siang. Sesampainya di kantor ia pun memasang senyum terbaiknya, beberapa karyawan yang menyapanya dengan ramah ia pun membalas sapaannya tidak kalah ramah.
Raka masuk ke ruangannya, ia pun mulai membaca beberapa dokument yang harus ia tanda tangani di atas mejanya, sampai akhirnya waktu makan siang pun tiba. Ia berdiri dari kursinya, mengambil jas, dompet, kunci mobil dan handphonnye. Ia ke luar dari kantor selain untuk makan siang, ia juga akan membelikan hadiah kecil untuk Alura yang sedang kesal dengannya.
Raka pergi ke restourant untuk makan siang, selesai makan ia pun pergi ke toko boneka. Setelah mendapatkan boneka yang ia cari, ia pergi ke toko bunga dan memesan 100 bunga mawar putih yang di rangkai menjadi satu buket besar. Ia kembali melajukan mobilnya setelah mendapatkan bunganya.
Waktunya ia menjemput Alura dan memberikan boneka serta bunga sebagai permintaan maaf. Sampai di tempat pemotretan ia menunggu di mobil sambil chating dengan Kenan.
"Hallo," jawab Raka saat Kenan menelponya.
"Jangan lakukan," ucap Kenan dengan nada suara sedih.
"Ayolah, semalaman kita sudah melakukannya. Jadi, jangan takut jika aku bermain dengannya malam ini."
"Aku gak mau dia hamil, nanti kamu nikahin dia!" teriak Kenan marah.
"Sayangku, aku tidak mungkin menikahinya. Kamu tahu itu, sayang," jawabnya begitu manis.
Baru juga Kenan membuka mulut untuk kembali meyuarakan keinginannya, sambungan telpon sudah ia matikan karena melihat Alura yang sudah selesai pemotretan. Ia pun memilih ke luar membawa bunga dan boneka besar yang setinggi manusia.
Ia kini sudah berdiri di depan ruang ganti yang sebelumnya di tempati asisten Alura. Alura yang baru saja ke luar terlihat terkejut melihat boneka setinggi manusia sambil membawa bunga kesukaannya. "Hai Alura Abigail, namaku Bear. Aku mau mengirim pesan dari Raka untuk meminta maaf karena sudah menyakiti kamu. Kamu mau, kan memaafkannya?" tanya Raka dengan suara seperti anak kecil yang berdiri di balik boneka besar itu.
Alura tidak menjawab ia memilih langsung mengambil bunga dan memeluk bonekanya. Raka hanya tersenyum simpul melihat kekasihnya ini tidak merespon dengan ucapan.
"Mau jalan hari ini, pekerjaanku sudah selesai hari ini," ucap Raka seraya tersenyum hingga matanya menyipit dan kerutan di area matanya terlihat.
Alura tidak menjawab, ia memberikan buket bunganya pada Raka kemudian ia berjalan terlebih dahulu sambil membawa bonekanya dengan senyumannya yang tidak luntur. Usia Alura baru 20 tahun, mungkin itu yang membuatnya masih seperti anak kecil walau dia seorang model. Tingginya 171 sentimeter, ia memiliki wajah oriental dengan warna kulit sawo matang, matanya sediki sipit dan memilik bentuk wajah yang panjang.
Raka berjalan mengikuti Alura yang masih diam tanpa banyak bicara. Namun, ia pun tersenyum cerah karena Alura kini sudah berdiri di samping mobilnya.
Ia dengan cepat mengambil kunci dari saku celananya dan membuka kunci mobilnya. Alura membuka pintu belakang untuk memasukkan bonekanya. Ia membuka pintu depan dan duduk di samping Raka. Raka pun segera masuk dan memberikan buket bunga pada Alura. "Jadi, mau ke mana kita hari ini?" tanyanya sambil memasangkan seatbelt Alura.
"Aku mau pulang," jawabnya ketus.
"Masih marah, hum?" tanya Raka tepat di depan wajah Alura. Alura terdiam dengan mata yang menatap tepat ke manik mata kekasihnya, hembusan napas kekasihnya itu terasa di wajahnya.
Tangan Raka terulur untuk merapikan helaian rambut Alura dan menyampirkannya ke belakang telinga. Raka tersenyum kemudian mengecup kening Alura singkat. Ia menjauhkan tubuhnya dan memasang seatbelt. Mobil pun mulai melaju meninggalkan tempat pemotretan.
"Kamu belum makan, kan? Kita ke restourant favorit kamu, ya?" tanya Raka sambil melirik ke arah Alura.
"Terserah! " jawab Alura ketus.
Raka tersenyum, tangannya meraih satu tangan Alura yang terbebas. Alura masih menatap ke arah samping tanpa peduli dengan tangannya yang di genggam. Raka mengecup punggung tangan Alura dan sang empunya masih diam. "Maaf ya, bukan aku gak mentingin kamu. Hanya saja aku ada pekerjaan penting. Lagi pula, aku sekarang ada di sini, kan?" tanyanya dan kembali mengecup punggung tangan Alura.
Alura masih diam tidak menjawab, Raka tersenyum simpul dan dia kembali fokus menatap jalanan. Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan lagi. Handphone Raka pun terus berbunyi karena panggilan dari Kenan. Alura melirik Raka yang terus menekan tombol power untuk membisukan suaranya.
Raka tersenyum samar karena melihat tingkah Alura yang penasaran. "Bisa kamu angkat telponnya, aku malas mendengar kicauan burung," ucapnya seraya mengulurkan handphone pada Alura. Alura melirik ke arah handphone kemudian ia menatap Raka yang fokus ke depan.
"Angkatlah, kalau tidak mau tolong di buat nada getar," ucap Raka sambil menggerak-gerakkan tangannya.
Dengan kasar Alura mengambilnya kemudian ia mengangkat panggilan telponnya. "Hallo," jawab Alura sambil melirik ke arah Raka yang sedang meliriknya juga.
"Berikan telponnya pada Raka!" ucap Kenan yang begitu dingin.
"Raka sedang menyetir jadi dia tidak bisa mengangkatnya," jawab Alura.
"Dia punya earphone, suruh pasang, atau kau bisa memasangkannya."
"Dia tidak membawanya."
"Kalau begitu nyalakan loadspeakernya!" tegas Kenan yang mulai meninggikan suaranya.
"Pulang sekarang atau aku cabut jabatanmu sebagai pimpinan!" teriak Kenan marah setelah berucap seperti itu ia langsung mematikan sambungan telponnya.
"Lebih baik kamu ke kantor," ucap Alura dengan wajah khawatir.
"Jika aku di pecat, apa kamu akan meninggalkan aku?" tanya Raka sambil melirik ke arah Alura.
"Kamu bisa bekerja sebagai manajerku, jika kamu memang di pecat atau mungkin kamu bisa menjadi model karena wajah dan tubuhmu cukup menjual," ucap Alura yang malah tidak menjawab pertanyaan Raka
"Jadi, kamu akan pergi meninggalkan aku?"
Alura tersenyum, kemudian memberikan handphonenya pada Raka. "Semua butuh uang, gak mungkin kan, kak, kalau aku menikah dengan suami yang tidak bekerja? Keinginanku setelah menikah yaitu fokus pada suami dan anakku. Aku mau memberikan cinta sepenuhnya pada suami dan anakku karena aku gak mau anakku merasakan apa yang aku rasakan," jawab Alura seraya tersenyum manis kemudian ia pun kembali menatap ke depan.
Raka terdiam mendengar jawaban Alura, baru kali ini ia menemukan wanita seperti Alura. Dari luar tingkahnya seperti anak kecil, tapi di satu sisi dia pun bisa bersikap dewas. "Lebih baik kakak kembali ke kantor dan kakak bisa menurunkan aku di depan,"
"Kita makan dulu, ya," ucap Raka seraya tersenyum.
Alura kini menatap ke arah Raka karena tidak terima dengan keputusan Raka. "Gak, ada penolakan Al. Kita akan makan terlebih dahulu, setelah itu aku antar kamu pulang."
"Gak perlu, aku bi ... " perkataan Alura seketika berhenti bersamaan dengan Raka yang membanting stir ke kiri dan menginjak rem.
Alura membelalakan matanya terkejut atas tindakan Raka barusan. Ia pun memegang seatbeltnya begitu erat. Raka kini menatap Alura yang masih terkejut ia pun menghembuskan napasnya melihat Alura yang seperti itu. "Maaf," ucap Raka membuat Alura tersadar dari rasa terkejutnya.
Alura menoleh menatap Raka dengan tatapan sulit di artikan, "kakak mau bunuh diri?" tanya Alura dengan wajah marahnya.
"Iya, aku salah. Aku minta maaf, tapi bisakah kamu menuruti apa yang aku minta?"
"Tapi apa yang baru saja kakak lakukan itu buat kita hampir kenapa-kenapa!" marahnya.
"Iya, aku tahu," jawab Raka dengan raut wajah bersalahnya.
Raka meraih tangan Alura kemudian ia mengenggam dengan ke dua tangannya.
"Kamu gak perlu takut aku di pecat, karena Kenan memang orangnya seperti itu jika ada masalah. Aku mengenalnya sudah lama, jadi kamu enggak perlu takut, aku akan di pecat. Sekarang, kita makan dulu ya, aku yakin kamu hanya makan buah saja seharian ini karena kamu sedang kesal," ucap Raka dengan nada suara lembut.
Alura tidak menjawab, ia melepaskan genggaman tangan Raka kemudian ia bersedekap dan memalingkan wajahnya. Raka rersenyum, satu tangannya pun mengusap lembut puncak kepala Alura membuat sesuatu hal bergejolak di dalam hati Alura. Raka melajukan mobilnya untuk segera sampai di restourant favorit Alura.
Setelah menempuh jarak satu jam lebih dua puluh lima menit, akhirnya mereka pun sampai. Raka ke luar dari mobil dan segera berlari ke samping untuk membukakan pintu, tapi ternyata Alura membuka pintu mobilnya sendiri.
"Ya, mau di bukain, kamu malah buka duluan," ucap Raka.
"Aku bisa buka sendiri, kak. Gak usah ribet-ribet," ucap Alura seraya menatap malas Raka.
"Kan, mau romantis," ucap Raka seraya tersenyum menggoda.
"Emangnya bunga ini gak romantis?" ketus Alura sambil mengarahkan bunga pada Raka.
Raka tersenyum, kemudian ia menarik pinggang Alura. "Aku bisa kasih yang lebih romantis lagi, selain bunga."
"Masa?" tanya Alura tidak percaya sambil menoleh ke arah Raka. Raka hanya tersenyum kemudian ia pun mengajak Alura masuk ke dalam restourant seafood itu.