Chereads / OXEAN / Chapter 5 - 04

Chapter 5 - 04

Aku akan selalu buat kamu bahagia kapan pun dan dimana pun. Karena setiap kebahagiamu itu adalah kebahagiaku

~~~

Sesampainya di kelas,

"Oke anak-anak kita—"

Tok tok tok

"Permisi Pak," ucap Nana ngos-ngosan sembari masuk ke dalam.

"Habis dari mana kalian??!!" bentak Pak Dedi.

"Dari—"

"Udah, pasti kalian habis pacaran kan? Kalo gitu, sekarang kalian lari keliling lapangan 5 kali dan hari ini gak usah ikut mapel saya. Paham??!!"

"Paham, Pak," jawab mereka berlima serempak sembari menundukkan kepala.

"YAH ... BEBEP GUE KOK DISURUH LARI SIH."

"DENI SEMANGAT, YA!"

"HADUH PAK ... KALO GITU SAYA IKUT DONG BIAR BISA MODUS. KOK PELIT BANGET SAMA SAYA."

"Semuanya diam! Sekarang, cepat kalian lakukan!" usir Pak Dedi sembari menunjuk pintu kelas. Menyuruh mereka keluar dari kelas.

"Iya, Pak." Mereka pun keluar kelas dan berjalan menuju lapangan utama.

"Sebentar ya anak-anak, Bapak mau awasin teman kalian dulu," pamit Pak Dedi.

"Iya, Pak." Pak Dedi melenggang keluar kelas menyusul kelima anak didiknya.

"KOK PAK DEDI JAHAT SIH, KASIHAN ATUH BEBEP GUE."

"PAK DEDI JAHAT!"

"AKU JUGA MAU DONG PAK."

"PAK, PAK, YAH ... PERGI."

"Is ... Gara-gara kalian sih," kesal Vino sembari berjalan menuju lapangan.

"Kok kita sih, itu si Deni yang mulai duluan," ucap Kiki sembari melirik tajam ke arah Deni.

"Kok gue lagi sih," sungut Deni.

"Sudah! Kalian diam! Atau mau Bapak tambah hukumannya," ucap Pak Dedi naik satu pitam.

"Tidak, Pak."

"Sekarang, kalian silakan lari!" Mereka pun berlari mengelilingi kapangan bersama. Yang diawali dengan Deni, Kiki, Nana, Fafa, dan Vino.

~~~

Setelah berlari mengelilingi lapangan,

"Nih, air buat kamu."

Sontak, Nana yang sedang meluruskan kakinya mendongak dan mendapati Kiki yang memberinya sebotol air.

"Makasih." Nana menerimanya dan menegaknya hingga tersisa setengah botol.

"Kamu pasti capek kan? Kalo gitu yuk kita ke rooftop," ajak Kiki sembari mengulurkan tangannya.

"Hah? Ngapain?" Nana menolehkan wajahnya ke arah Kiki.

"Udah, ikut aja. Lagian Pak Dedi sudah pergi kok."

"Mm ... Oke." Nana pun menerima uluran tangan Kiki. Dan akhirnya, tangan mereka saling mengaitkan satu sama lain sehingga mereka saling berpegangan tangan.

"Guys, gue sama Nana pergi dulu ya."

"Lah, kok kita gak diajak?"

"Gak! Sudah ya, kita cabut dulu. Asalamualaikum," ucap Kiki sembari berjalan menuju rooftop dan meninggalkan mereka bertiga.

"Waalaikumsalam."

"Terus gue gimana?" tanya Fafa sembari menunjuk dirinya.

"Ya ... Serah lo," ketus Deni.

"Kalian mau kemana?"

"Entah, mungkin main basket," jawab Deni.

"Gue ikut, ya."

"Oke, kalo gitu yuk kita ke lapangan basket."

"Ayuk," jawab mereka serempak. Dan mereka pun berjalan menuju lapangan basket indoor.

Di lain tempat,

"Ngapain kita ke sini sih, Ki?"

"Udah, kamu diam aja." Kiki mengamati sekitar dan menarik tangan Nana mendekat ke arah pinggir rooftop.

"Um ... Sekarang kamu berdiri aja di tepi sana."

"Tapi—"

"Udah lakuin aja."

"Iya-iya." Nana pun berjalan menuju tepi rooftop dengan berjarak satu meter dari pinggirnya. Kiki berjalan ke arah Nana dan langsung merentangkan tangan Nana dari belakang.

"Sekarang, kamu tutup mata kamu dan rasakan semilir anginnya." Nana memejamkan matanya dan merasakan dirinya di terpa angin. Ia pun mengembangkan senyumnya yang membuat Kiki ikut tersenyum.

"Makasih ya Ki."

"Buat?"

"Segalanya," ucap Nana sembari memeluk Kiki. Kiki pun membalasnya dengan sangat erat.

"Kamu gak usah bilang makasih. Kan ini sudah tugasku buat ngbahagiain kamu."

"Aku beruntung, Ki."

"Beruntung kenapa?"

"Beruntung karna punya kamu. Kamu selalu ada buat aku bahagia. Tapi ...."

"Tapi kenapa?"

"Aku gak pernah buat kamu bahagia. Aku ingin sekali buat kamu bahagia, tapi aku tidak tau caranya." Kiki melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Nana sembari menatap lurus retina mata Nana sangat lekat.

"Nana, lihat kamu senyum aja aku sudah bahagia. Jadi, aku harap kamu selalu tersenyum ya agar kamu bisa ngbahagiain aku." ucap Kiki sembari menangkup wajah Nana. "Kamu mau kan janji ke aku buat senantiasa tersenyum bahagia? Demi kebahagiaanku," ucap Kiki sembari mengulurkan kelingkingnya.

"Tentu, aku janji akan selalu tersenyum." Nana pun menautkan kelingkingnya pada kelingking Kiki.

"Nah ... Gitu dong. Btw, yuk ke kantin, aku sudah laper nih. Soalnya kan tenaga aku sudah habis terkuras karena lari."

"Alesan aja kamu," ucap Nana sembari menoyor kepala Kiki pelan.

"Kok aku ditoyor sih ...," gerutu Kiki sembari mencebikkan bibir.

"Masa cuman lari begituan sudah terkuras habis sih tenagamu. Padahal kan, tadi kamu udah ambil baksoku."

"Ya kan.. Tadi aku semangat. Gak kayak kamu," ucap Kiki sembari menoyor balik.

"Enak aja, nggak ya. Aku tadi sudah semangat. Kalo gak percaya tanya aja ke Fafa sama Pak Dedi."

"Nggak salah kan maksud kamu. Lagian tuh ya emang aku gak percaya."

"Ih ... Kamu tuh ya,  ngeselin banget. Gak pernah percaya sama sahabatnya," ucap Nana sembari mencebikkan bibirnya dan berbalik badan.

"Yah ... Marah nih," goda Kiki yang langsung berjalan menuju hadapan  Nana.

"Tau ah." Nana pun membalikkan badannya kembali.

"Iya-iya, aku percaya kok sama kamu. I always trust you at any time." Nana tersenyum dan membalikkan badannya menghadap Kiki.

"Thank you for everything Ki."

"Your welcome Nana my best friend." Kiki tersenyum lebar menatap lekat wajah Nana.

"Yuk, kita ke kantin. Aku juga sudah enakan kok."

"Ayuk." Kiki mengulurkan tangannya di depan wajah Nana. Dan Nana pun menerimanya dengan senang hati.

~~~

Sesampainya di kantin,

"Bu, es jeruknya dua ya," ucap Kiki sembari mengangkat tangannya membentuk angka 2.

"Siap, mas ganteng."

"Kamu gak pesan makanan?" tanya Nana.

"Nggak ehehe ... Aku sudah kenyang."

"Terus kok kamu tadi bilang mau makan," sinis Nana.

"Itu cuma alibi biar kamu gak lama-lama disana. Entar kamu malah kebawa suasana lagi. Kan disitu gak ada pager pembatasnya."

"Iya sih, tadi aku hampir kebawa suasana."

"Tuh kan, bener ekspektasiku. Pasti kamu akan kebawa suasana. Jadi, aku khawatir aja kalo sampe kamu maju. Ntar jatuh lagi, kalo jatuh aku—"

"Sst ... Kamu diam. Gak usah dilanjutin," potong Nana sembari mendekatkan telunjuknya pada bibir Kiki. Kiki pun mengangguk dengan raut wajah khawatirnya.

"Ehem, Mas, Mbak, maaf ganggu. Ini pesenannya."

Sontak, Nana yang mendengarnya langsung menarik telunjuknya dari bibir Kiki.

"Makasih, Bu,"

"Iya, Mbak."

"Nih, diminum es jeruknya dan kamu sekarang lupain segala negatif thingkingya." Nana menyodorkan segelas es jeruk ke arah Kiki.

"Iya, makasih." Nana mengangguk. Mereka pun menghabiskan minuman mereka masing-masing.

Hening

"Na," panggil Kiki memecah keheningan.

"Ya?" Nana menolehkan wajahnya ke arah Kiki.

"Yuk, ke lapangan basket. Aku mau main basket," melas Kiki.

"Ayuk, aku juga mau main nih."

"Sebentar, aku bayar dulu."

"Oke." Kiki berjalan menuju counter makanan dan membayar pesanan mereka.

Setelah membayar, mereka berjalan menuju lapangan basket indoor.

~~~

Duk duk duk

"Hai guys, kok kalian gak ajak kita sih. Jahat!"

"Buat apa? Lo aja gak ngajak kita. Masa kita main ditingal-tinggal aja," kesal Deni yang masih memantulkan bolanya.

"Iya tuh, malah berduaan lagi," tambah Vino sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kasihan tau Fafa ditinggal Nana," ucap Deni.

"Yaelah, maaflah ... Kan kita cuman bentar doang."

"Bentar-bentar apaan? Ini sudah ada satu jam tau. Lagian, walaupun sebentar kan berkesan. Iya gak?" ucap Deni yang berheni memantulkan bola sembari menaik turunkan alisnya. Nana dan Kiki pun terdiam.

"Mm ... Kalo gitu mana bolanya. Gue juga mau main," ucap Kiki mengalihkan pembicaraan sembari merebut bola dari tangan Deni.

"Ya elah ... Kok lo alihkan sih," kesal Deni sembari mencebikkan bibir. Sedangkan Kiki tidak menanggapinya.

"Mm ... Lo sama Vino satu tim. Dan gue satu tim sama Nana."

"Yah ... Lo kok milih Nana sih? Dia kan jago. Pilih kasih deh."

"Udah buruan!"

"Lah gue?" ucap Fafa menunjuk dirinya.

"Lo jadi wasit yang berwibawa aja."

"Yah ...." Fafa berjalan lunglai ke arah kursi penonton dan duduk di sana. Sedangkan Kiki, Nana, Vino, dan Deni tampak tengah bersiap untuk bertanding basket.

"Satu, dua ... Ti ... Na, ambil!" Teriak Kiki sembari melempar bolanya ke arah Nana.

"Oke." Nana pun mengkapnya dan mulai mendribel.

"Nih, Ki." Nana melemparkan bola kembali ke arah Kiki.

"Siap." Kiki dengan sigap menangkapnya dan menshoot ke dalam keranjag.

"Yey, masuk!" seru mereka sembari hi five.

"Ya elah ...."

"Tangkap Ki."

"Oke." Mereka pun asyik bermain basket hingga bel pun berbunyi.

Kring ....

"Pemenangnya ... So pasti Kiki and Nana. Hore ... Dengan perolehan skor 5:0. Selamat ya, Na," ucap Fafa sembari memeluk Nana.

"Makasih." Nana pun membalas pelukan Fafa.

"Yah ... Kalian sih curang. Hah hah hah." ucap Vino ngos-ngosan sembari kedua tangannya menyentuh lutut layaknya orang rukuk.

"Sejak kapan kita curang? Korang kalian aja yang gak bisa ngalahin kita. Iya gak Na?"

"So pasti."

"Malesin banget sih kalian," kesal Deni.

"Sudah, ayuk kita balik ke kelas. Entar kena hukuman lagi," ajak Nana.

"Ayuk, gue juga sudah capek nih dihukum terus." Mereka pun berjalan menuju kelas.

Sesampainya di kelas, mereka beruntung karena guru yang mengajar pelajaran selanjutnya belum masuk ke kelas.

~~~