Chereads / Harum Manis / Chapter 5 - .| Feeling

Chapter 5 - .| Feeling

"Jangan tersenyum.Kau harus tau,ada hati lain yang juga ikut jatuh karenanya.

Dan aku tak suka itu"

-----------------------------------------------------------------

"Nek,Harum pulang!!"

"Nek?"

Karna sahutannya tak juga di sambut oleh nenek nya,Arumi memasukkan sepedanya perlahan.Melewati pagar klasik bercat putih gading seraya menuntun sepeda pink miliknya.

Kepalanya menelusuri seisi rumah.

"Nek-"

Aroma harum kue menghentikan langkah Arumi.

Pasti nenek lagi bikin kue! Batinnya.

Setelah benar benar sampai di dapur,ternyata dugaannya benar.Seorang wanita paruh baya tengah mengawasi oven di depannya.

Dipeluknya perlahan nenek nya yang telah membesarkannya sejak tragedi 'itu' terjadi dari arah belakang.

"Nenek! Harum pulang! Nenek lagi buat kue strawberry kesukaan Arum yaa?"

Gadis itu mempererat pelukannya,persis seperti gadis kecil yang kegirangan setelah dibelikan mainan.

"Kamu kok tau sih? Padahal nenek mau buat kejutan buat harum" Ditekuknya wajahnya yang sudah dipenuhi kerutan itu.

"Oiya,harum kok udah pulang? Ini masih jam berapa nak?ini kenapa lagi kepala kamu diperban gini?"

"Hmmm..Ituuu jadi gini nek,tadi itu guru guru Harum lagi rapat,jadi pulang nya cepet deh hehe.Kalo plester ini sih gara gara Arum ga sengaja tadi jatoh di gang depan waktu naik sepeda."

Arumi berusaha mengelak,ia tak ingin nenek nya itu tau bahwa dia baru saja ditabrak oleh seseorang.

Bisa gawat kalau itu terjadi.

Neneknya menelisik wajah harum.Mencoba mencari kejujuran di sana.

Keringat dingin perlahan memgucur dari pelipis gadis cantik ini.

Tingg!

"Eeehh..Kuenya udah mateng nek! Ayo diangkat.Ntar gosong lagi kaya waktu itu"

Buru buru dilangkahkan kakinya menuju oven.

"Sini biar nenek aja yang ngangkat"

Nenek nya mengambil alih posisi Harum.

Fiuhh,terima kasih tuhan.Diusapkan dadanya perlahan.

"Harum tunggu di meja makan aja dulu.Biar nenek yang nyiapin kuenya."

Suara neneknya kembali terdengar.

" Siap boss!"  Arumi membentuk tangan seakan mengambil sikap hormat.

Neneknya hanya geleng geleng kepala melihat tingkah laku cucu perempuan satu satunya itu.

"Pake hormat segala.Emangnya nenek pahlawan?"

Arumi yang telah sampai di meja makan menjawab disela tawanya,

"Mmm nenek kan ada waktu jaman penjajahan,berarti nenek pahlawan dong.."

Senyuman jahilnya mengembang cepat,Arumi memang sangat suka menggoda neneknya yang satu ini.

"Pahlawan apanya,wong nenek ngumpet dibawah tanah waktu londo londo itu datang."

"Wah,kalo gitu pahlawan kesasar dong!"

Beberapa detik kemudian tawa kedua nya menggelegar,menghiasi rumah sederhana itu.

Saat tengah asik tertawa,mata Arumi tak sengaja kembali menangkap sebuah figura kecil yang berbingkai putih gading,Bertengger manis dimeja kecil di seberang meja makan yang saat ini ia duduki.

Mata Arum berkaca kaca,mengingat kedua orang difoto itu yang sangat amat ia sayangi.Gadis kecil difoto itu menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi,senyuman ceria menghiasi wajahnya yang polos.Di sisi kanan dan kiri gadis itu terdapat dua orang yang tak kalah bahagianya,tengah menggandeng tangan si gadis mungil.Sementara di sisi lain,Terlihat wajah seseorang yang setiap hari menemani Arumi,menemani Arumi bahkan setelah kedua orang difoto itu telah tiada.

"Arumm.." Suara lembut neneknya menyadarkannya dari lamunan.

Dipalingkannya wajahnya kesamping,kini Arumi melihat wajah yang sama seperti di foto itu.Namun bedanya,Keriput nampaknya telah lebih banyak terlihat di wajahnya yang lembut saat ini.

"Arum kangen mama papa ya?" Wanita tua itu menaruh kue strawberry yang dibawanya ke atas meja makan.

Melihat mata cucunya itu berkaca kaca,membuat wanita itu paham anak itu pasti tengah merindukan kedua orangtuanya.

Mendengar suara neneknya,genangan bening dimatanya malah semakin banyak.Sudah lama neneknya tak memanggil nama Aslinya.Yang berarti,ia tak ingin lagi menginginkan Arumi berusaha tegar dan ceria seperti dulu lagi.Neneknya ingin ia menumpahkan segala beban yang ia simpan selama ini.Hari ini.

"Nenek.." Wanita itu dengan cepat merengkuh Arumi dalam pelukannya yang hangat,membiarkan Arumi merasakan kenyamanan saat berada didekatnya.

"A..rum kangenn.." Terbata bata ia mengatakan sesuatu pada neneknya itu.

"Aarum kangen papaaaaa.."

"Aarumm kangen ma..maaaaa" Satu tetes cairan bening itu jatuh bebas dipipi Arumi,dua tetes,Lalu kemudian berubah menjali aliran.

"Iyaa,sayangg."

Ditepuk tepuknya kepala Arumi perlahan,lalu dicium dengan lembut puncak kepala anak itu.Diam diam wanita itu menahan cairan bening yang ingin segera jatuh di pelupuk matanya.

Ia juga merindukan ibu anak ini,ia amat sangat merindukan Putrinya,dan juga menantunya yang telah ia anggap sebagai putranya selama ini.

Andai saja,

Andai saja tragedi itu tidak pernah terjadi.

Pasti ia akan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecil di figura yang terpajang dengan manis di meja kecil itu.

--

"Van,"

"Hmmm"

"Jadi gimana keadaan arum?"

Revan yang tengah menyalin catatan kimia yang baru saja ditulis oleh bu Rika dipapan tulis menghentikan kegiatannya mendengar pertanyaan Lia,Cowok itu terlihat memikirkan sesuatu lalu beralih menatap wajah Lia datar.

"Parah ya' " Wajahnya kini terlihat sendu menatap Lia.

Melihat tatapan Revan,Lia sadar sesuatu yang tak baik tengah menimpa sahabatnya.Ditutupnya mulutnya seakan tak percaya,cariran bening di matanya kini mulai terlihat menggenang.

Revan yang melihat hal itu langsung tertawa ngakak,bahkan cowok itu terus terusan memegang perutnya yang kesakitan.

Tentu saja Lia bingung melihat sikap Revan.

"Tenang aja,sahabat lo itu cuma keserempet dikit.Palingan juga cuma kayak kejedot tembok"

"Sahabat lo juga," Lia mengoreksi.

"Engga,gue tetangganya"

"Is sama aja bego! Kan lo deket sama dia udah dari dulu malah.Berarti lo sahabatan juga sama dia"

"Iyaya"

Lia tampak berfikir,seperti ada yang aneh daritadi.

Tibatiba matanya membulat,menyadari dirinya telah ditipu oleh Revan untuk yang ke..

Ah bahkan Lia tak dapat menghitungnya.

Dia menjambak jambak ramput Revan gemas.

"Lo bego begoin gue ya! Iss dasar anak onta kurang ajar!"

"ADUHHH..KAN EMANG LO BEGO,YA' "

Mata Lia membulat penuh mendengar teriakan dari Revan,Matanya menusuri sekitar sambil masih terus menjambak rambut Revan.

Seluruh isi kelas cekikikan mendengar teriakan dari Revan.

Pipi Lia memerah,tentu saja karna menahan malu akibat cowok curut disebelahnya.

"ONTA SIALANNNNN!"

Revan menutup gendang telinganya,Telinganya tak akan kuat jika harus mendengar teriakan dari sahabatnya itu terus terusan.

"Ya'! ITU APAAN?!"

"APAAN SIH? LO MAU NGERJAIN GUE LAGI KAN?"

Kali ini bukan jambakan lagi yang diterima oleh Revan,melainkan jeweran kuat ditinganya.

"ENGGA YA'! LIAT DULU MAKANYA!"

Lia melotot menatap Revan,namun matanya tak ayal melihat juga apa yang ingin ditunjukkan oleh Revan.

Kesempatan nih!

Revan dengan secepat kilat melepaskan jeweran kuat dari Lia,kemudian mengambil langkah seribu menuju keluar kelas.

"WOYY ONTAAAA!"

Lia terpaksa ikut berlari untuk mengejar Revan,saat baru saja keluar dari pintu kelas,Lia tibatiba menghentikan langkahnya.

Didepannya terlihat badan kokoh berdiri tepat 5 centi dari tempat Lia berdiri saat ini.Jika saja dia tidak berhenti saat itu juga,maka akan dipastikan dia akan menabrak pemilik tubuh atletis itu.

"Hati hati kalo jalan!"

Didongakkan kepalanya,Benar saja apa yang difikirkannya saat ini.Seorang Arga Aditya Adhitama tengah berdiri tepat didepannya.

Sebenarnya tak lama setelah Arumi pulang,Arga mengajak kedua temannya itu untuk kembali kesekolah,Jangan tanya seberapa malasnya kedua temannya untuk kembali kesekolah,tapi apa boleh buat.Toh walaupun mereka datang kesekolah terlambat asalkan bersama Arga,Siapa yang berani Memarahi mereka?

Itulah alasan mengapa Arlan membuat kontak Arga di handphone miliknya menjadi 'Pewaris Tahta'.

"So..sorry kak" Ditundukkannya kepalanya kebawah. Kejadian beberapa hari lalu masih melekat dikepalanya.Entah seberapa malunya Lia berhadapan kembali dengan Arga saat ini.

"Minggir"  Tanpa melihat kearah gadis itu,Arga menjawab dengan wajah ketusnya.

Kedua sahabat di belakang Arga hanya bisa geleng geleng kepala.Sampai kapan Arga akan terus terusan seperti ini?

Lia segera menggeser tempatnya,lalu pergi kearah dimana Revan berdiri tak jauh darinya.

"Jadi kapan kita jenguk Arum?"

Lia bertanya untuk menyembunyikan genangan air yang hampir saja jatuh di pipinya.

Arlan yang tak sengaja mendengar nama Arumi disebut,segera memburu kearah dua sahabat Arumi itu.

"Bro,kalian duluan aja.Gue masih ada urusan."

Arga menaikkan alisnya,namun Andra segera merangkul Arga untuk kembali berjalan.

"Udah lah,kaya gatau Arlan aja"

Arga terpaksa mengikuti Andra untuk kembali berjalan kearah kelas mereka.

--

"Mmm tadi kalo ga salah gue denger lo nyebut Arumi? Lo siapanya Arumi?"

Mendengar seseorang bertanya padanya,Lia sontak memutarkan badannya.

Kak Arlan?

"Kami berdua sahabat nya Arumi dari dulu. Kakak..kenal Arum darimana?"

Lia menatap heran kearah Arlan.

"Itu panjang ceritanya" Arlan menggaruk tengkuknya perlahan.

"Boleh minta nomor Arumi?"

Mata Revan membulat sempurna.

Untuk apa anak ini meminta nomor Arumi?

"Dia ga pu-"

"Ini kak" Lia dengan cepat memotong perkataan Revan.Di benaknya,ini merupaka n kesempatan besar.

Bisa saja dia memanfaatkan Arlan untuk dekat dengan Arga.

Arlan segera mengambil handphone Lia lalu dengan cepat menyalin kontak Arumi.

"Ini,thanks yaa"

"Sama sama kak" Lia memamerkan deretan gigi putihnya.

"Ohiya nama lo siapa kalo boleh tau?"

"Lia kak"

"Thanks sekali lagi, Lia" Arlan segera berjalan untuk kembali menyusul kedua temannya.

Lia hanya tersenyum manis ditempatnya.

"Thanks bro!" Dipalingkan kepalanya kebelakang,kearah Revan.

Cih.

"Ngapain sih lo ngasih kontak si Arumi?" Bukannya duduk,Revan  malah menaiki  bangku yang berada dibelakangnya.

"Suka suka gue dong! Lagian lo ga akan tau seberapa pentingnya hal ini buat gue."

Lia menatap langit ceria,sambil tak henti hentinya menyunggingkan senyuman.Seakan lupa akan perasaan berkecamuknya tadi.

Revan geleng geleng.

Apa semua cewek itu sebodoh ini ya?