"Gimana ? Terkejut ?" Ucap Hana dari atas panggung dengan senyumnya yang penuh arti.
Beberapa tamu undangan disana mungkin tidak tahu maksud dari ucapannya itu, tapi Dafa dan lainnya mendadak terpaku. Dahi mereka tampak berkerut menandakan ada banyak pertanyaan yang tak jelas timbul dalam pikirannya.
Larissa yang tergabung ke dalam kategori tamu yang tidak tahu apa - apa hanya bisa diam dan penasaran. Melihat Dafa dan lainnya masih terpaku membuat tingkat penasarannya kian bertambah. Merasa tak kuat, Larissa lantas saja menyenggol lengan sahabatnya guna meminta penjelasan.
"Ekhm...Lo..kenapa diem ? Yang disana itu emangnya siapa ?"
Dafa yang ditanya hanya diam, tangannya ia julurkan guna menggapai pundak kanan Larissa merangkulnya gadis itu cukup erat.
Larissa yang diperlakukan seperti itu tentu semakin dibuat bingung. Dilihat dari sorot mata Dafa yang tajam membuatnya lebih memilih ikut diam dan tak berkomentar.
"Tenang aja, dia bukan pacar gue kok. Di sepupu gue Alvin" Lanjut Hana dari atas sana dengan senyum kecilnya.
Beberapa pria disana yang menjadikan Hana tentu bersyukur mendengar hal tersebut, tetapi buat Larissa perkataannya tadi seolah mengembalikannya pada titik yang hilang dalam ingatannya.
"Alvin ? Kenapa rasanya cukup familiar buat gue ya ?" Gumamnya pada diri sendiri.
Rasa penasaran Larissa tak dapat dibendungnya lagi, gadis itu refleks menjauhkan tubuhnya dari rangkulan Dafa dan Dafa spontan kembali menarik tangan sahabatnya itu.
"Lo mau kemana ?"
"Emm,,itu,,itu gue mau ambil kue bentar"
"Dasar tukang makan" Ejek Dafa dengan tatapan sinis sembari menyentil kecil dahi Larissa.
"Yaudah cepetan, bentar lagi kita pulang" sambungnya.
Larissa dengan gesit melangkahkan kakinya ke tepian kolam renang, mencari sosok informan terpercaya menurutnya. Mata itu terus mencari - cari sosok kesekeliling area pesta, beruntung karna keahliannya dalam mencari membuatnya hanya perlu menghabiskan waktu 2 menit saja untuk menemukan informan tersebut.
Saking terbawa suasana membuatnya sampai tak sadar telah menarik seseorang yang masih dalam keadaan makan.
"Ehhh Rissa,,Rissa,,Lo ngapain narik - narik tangan gue ? Lagi makan nih yaelah" keluh informan itu.
"Ada yang harus kak Vano jelasin ke gue !"
"Hah ?" Dahi Vano berkerut sesaat.
"Jelasin apaan ?"
Larissa dengan cepat langsung menunjuk kearah panggung yang tertuju tepat pada posisi Alvin berdiri.
"Dia siapa ??"
Vano bungkam setelah melihat sosok yang dimaksud oleh Larissa.
"Ihh,,Kak Vano kok malah diem ?, buruan jelasin ke gue dia siapa ?" Rengek Larissa.
Vano mulai merasa kebingungan dan hal tersebut cukup tergambar jelas diwajahnya.
"Gue gak tau" Jawabnya cepat.
"Bohong ! Lo pasti tahu dia siapa"
"Beneran, gue gak tahu Rissa. Kenapa lo gak tanya sama sahabat lo aja"
Larissa berdecak kesal. "Ckk, buat apa gue kesini kalo emang Dafa udah ngasi gue jawabannya"
Glekk...
Kebingungan Vano kini berubah menjadi kecemasannya sendiri.
"Em,,emm,,itu. Dia Alvin" Ujar Vano sedikit terbata.
Larissa memutar bola matanya malas. "Iya, gue juga tau dia Alvin sepupu Hana. Tapi maksud gue itu kenapa Dafa keliatannya gak suka gitu ngeliat si Alvin ?"
Vano kembali bingung dan mencari cara agar gadis itu tidak bertanya lebih jauh.
"Perasaan lo aja kali, tampang dia kan memang rada dingin gitu. Kebelet berak kali tuh sahabat lo" Asal Vano.
Larissa mengerutkan dahinya setelah mendapat jawaban konyol alias tak masuk akal dari Vano. Dengan gemas gadis itu refleks mencubit lengannya.
"Awhh...lo kenapa nyubit gue ?"
"Gak lucu !" Kesalnya lalu pergi meninggalkan Vano
Belum saatnya lo tahu semua itu....Batin Vano menatap kepergian Larissa.
Larissa kembali berjalan menemui Dafa, jujur perasaan gadis itu sangat tak mengenakan. Dirinya merasa bahwa ada sesuatu yang sengaja Dafa sembunyikan darinya, rasa ingin tahunya begitu menggebu - gebu hingga tak sadar jika Dafa telah memanggilnya sebanyak dua kali.
"Rissa !" Tegur Dafa dan kali ini berhasil membuyarkan lamunan gadis itu.
"Ehh..iya kenapa ?"
Suara cempreng yang biasa didengar oleh Dafa kini berubah bak gemericik air yang sendu.
"Lo, kenapa muka lo kusut gitu ? Katanya mau ngambil kue, mana kue lo ?"
Larissa menggeleng, "Males, lo aja yang ngambil"
Entahlah memikirkan semua ini membuat moodnya seketika berubah. Dafa menatap aneh kearahnya, tapi tampaknya pria itu masih belum peka dengan keinginan sahabatnya tersebut.
Sejak beberapa menit lalu, Dafa dan lainnya memutuskan untuk kembali lebih awal dengan alasan tak ingin mengajak Larissa pulang terlalu larut malam meskipun telah mendapat ijin dari mamanya.
Di mobil Larissa masih diam, Dafa dan lainnya terutama Vano merasakan sedikit keanehan dengan suasan yang tak biasa ini.
"Ekhmm,,,gimana soal pdkt-an lo Ndi ? Lancar ?" Tanya Dafa memulai membuka pembicaraan.
"Lo tanya aja sama sohib lo Daf, kelakuan dia bikin urat malu gue tambah tegang" Jawab Andi dengan nada menyindir.
Dafa tersenyum saat melihat raut wajah kesal milik Andi. "Lo apain tuh si Andi Fer ? Perasaan kemana - mana selalu buat onar aja lu"
Ferdi terkesiap, "Yaelah Daf, gue lagi gue lagi gitu aja teross....Siapa suruh jadi lakik gak maco, ya gitu bisanya nyalahin gue doang ya kan ?"
"Maksud lo apa Fer ?"
Ferdi menghela napas. "Noh, temen lo Daf. Naksir cewek tapi gak berani negur. Giliran gue bantuin dikatanya malu - maluin. Serba salah dah gue" Ungkapnya.
"Tapi gak gitu juga caranya Fer, lo buat gue malu sampek urat saraf asal lo tau !" Celetuk Andi menimpali.
"Lah, kenape lo nyalahin gue ? Lagian lo sensitif amat jadi cowok, ape - ape serba baper mulu. Susah emang"
"Lo bilang gue sensitif ? Lo mikir dua kali, Jelas - jelas gara - gara ulah lo Karin sampe ketawain gue"
"Ckk,,yang ngetawain lo siapa sih Ndi ? Lo negthink amat dah. Bisa aja kan dia ketawa gegara lucu gitu kan ? Lo..ckk bener - bener deh"
Perdebatan Andi dan Ferdi tampaknya masih berlanjut, Dafa yang tadinya hanya iseng membuka suara agar tidak terlalu sunyi justru berbalik merutuki niat bodohnya tersebut.
"Berisik !!"
Hening seketika.
Larissa membuka suara akibat kegaduhan yang terjadi, Dafa dan lainnya langsung terpaku melihat kearah gadis itu, Andi dan Ferdi yang tadinya berdebat lantas segera menutup mulut rapat - rapat. Takut jikalau Larissa akan lebih sensitif dan bertindak ganas pada mereka berdua.
Sesampainya mengantar Andi, Ferdi, dan Vano pulang, kini yang tersisa hanya dua insan yang tak kunjung membuka suara. Jujur Dafa terlihat tak nyaman dengan situasi seperti ini.
"Sa ?"
Masih belum menjawab.
"Sa ?"
"Hmm ?"
"Lo kenapa ? Gue ada salah sama lo ?" Tanya Dafa bersungguh - sungguh.
"Banyak !" Jawab Larissa cuek.
"Apa ?"
"Gak tau, bodo !"
Dafa menahan napasnya dalam setelah mendapat balasan seperti itu. Lelaki itu lantas mempercepat laju mobilnya namun masih dalam tahap aman.
Cewek itu ribet !
"Pantes aja gue gak tahu soal dia, Dafa juga gak pernah cerita ke gue"
"Soal itu gue juga gak paham betulan, mungkin emang belum saatnya Dafa cerita ke elo"
"Hmm,,bener juga"
Itu bukannya kak Alvin ya ? Sahabat lama lo itu,,,, kan ?" Celetuk Larissa sembari menengok kearah Dafa.
Namun sayang, Dafa yang ditanya justru terdiam tak memberinya jawaban. Hal tersebut membuat Larissa memilih untuk menutup mulutnya rapat - rapat kemudian beralih untuk pindah ke posisi lain menuju ke arah tepi kolam renang. Disitu kebetulan ada Vano yang sedang melamun, dan dengan
Larissa Larissa lantas menutup mulutnya rapat lalu beranjak pindah ke posisi lain. Gadis itu menuju kearah pinggir kolam renang, kebetulan sekali disana ada Vano yang sedang berdiri dan ikut juga menikmati berniat bertanya pada salah satu rekan Dafa. Disana ia menuju ketempat Vano yang sedang berdiri tepat dipinggir kolam renang, Larissa pun bergegas menuju kesana.
"Ekhmm"
Vano menoleh sembari tersenyum. "Sa, Lo ngapain kesini ? Dafa mana ?"
Larissa ikut tersenyum menampilkan cengiran khasnya. "Gue tinggal bentar barusan kak"
Vano hanya manggut - manggut saja tapi dibalik itu semua dirinya sudah tau sebab apa yang membuat Larissa mendekatinya.
"Soal Alvin kan ?" Celetuk Vano.
"Kak Vano tau dari mana ?"
Vano tersenyum sekilas. "Siapapun juga bisa nebak kali Sa"
"Ah ? Masak keliatan jelas banget sih kak ? Jadi malu hehehe" Larissa yang salah tingkah menggaruk kepalanya tak jelas.
"Mau tanya tentang apa ?" Ucap Vano to the point.
"Hehe anu kak, sebenernya hubungan Dafa sama Kak Alvin kenapa sih ? Kok sampe sekarang gue gak bisa paham ya ?"
"Jadi selama ini Dafa belum ada cerita ke elo Sa ?"
Larissa menggeleng lemah. "Ini yang bikin gue penasaran sampe sekarang"
"Jujur gue juga gak tau banyak tentang itu, tapi Dafa pernah cerita sesuatu ke gue sekitar 1 setengah tahun yang lalu tepat awal - awal keberangkatan Alvin ke Jerman. Dia bilang kalo sebenernya yang harusnya berangkat waktu itu bukan Alvin tapi sahabat lo sendiri"
Mendengar penuturan tersebut membuat mulut Larissa langsung menganga lebar.
"What ?? Are you sure kak ?"
"Ya emang begitu adanya...Dan satu hal yang paling gue gak habis pikir Dafa ngebuang kesempatan itu secara cuma - cuma" Imbuh Vano membuat Larissa semakin tak percaya.
"Ta..tapi kenapa kak ? Apa alesannya ? Kenapa Dafa gak pernah cerita soal ini ke gue ? Kenapa dia nyembunyiin masalah besar gini dari gue ?"
"Karna itu semua dia lakuin demi lo Sa"
"Apa ?? Kak Vano bilang apa barusan ? Demi gue ? Tapi kenapa harus gue kak ? Kenapa ?"