Usai mandi, Kinara mempersiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin dengan seksama. Wajah itu terlihat sangat kaku. Ia lupa kapan terakhir kali ia tersenyum. Yang ia tahu kebahagiaannya telah memudar sejak dihari orang yang paling ia cintai pergi dari hidupnya. Tanpa kabar, tanpa pamit, seolah Kinara bukan hal penting baginya. Suara tangisan Kinara di malam hari, juga tak menghasilkan apapun. Termasuk membuat seseorang yang ia harapkan untuk pulang kembali.
"Papa mana Bi?" tanya Kinara setelah keluar dari kamarnya.
Asisten rumah tangga, yang bernama Ijah itu terdiam sesaat seperti orang linglung yang bingung harus menjawab apa. Kinara mengangkat dagu meminta jawaban, lalu Bi Ijah menjawab dengan hati-hati agar majikan mudanya tak tersinggung.
"Ke Bandung non. Katanya ada proyek penting yang harus diselesaikan."
Kinara menarik nafas kasar, ia sudah terlanjur bosan dengan sikap Papanya yang tak kunjung berubah.
"Pentingan proyek atau Kinara?" tanya Kinara sarkastik.
"Non—"
"Nggak usah ngebela, Kinar nggak suka!"
Bi Ijah berhenti berkutik. Takut semakin memperburuk mood Kinara yang sudah buruk. Ia memang hanya seorang pembantu, tapi ia lebih mengenal Kinara melebihi orang tua kandungnya sendiri.
Garis tipis yang terbentuk di bibir Kinara semakin tipis. Ia berkata santai, seakan apa yang ia ucapkan adalah hal yang wajar.
"Oh ya Bi, kalau Papa pulang. Tolong bilangin ya. Kinara saya sayang Papa, dan bagi Kinara uang bukan segalanya."
Sebelum Bi Ijah sempat mengubris. Kinara lebih dahulu melangkahkan kaki ke mobilnya. Lima menit kemudian mobilnya melaju menembus jalan membawa separuh hatinya yang terluka. Kinara hanya sedang memainkan peran yang tuntut oleh takdir. Namun ia tidak terlalu pintar dalam memerankan tokohnya. Ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja, meski sebenarnya tidak.
Kinara sempat berfikir. Jika takdir membuat keberadaannya terabaikan. Untuk apa ia dilahirkan? Bila sekarang semua orang hanya sibuk pada urusannya masing-masing, mungkin lebih baik dahulu tidak ada kata-kata yang mengatakan jika kedatangannya adalah sumber kebahagiaan. Pada akhirnya kalimat itu tenggelam layaknya omong kosong.
Kinara menggas pedal motornya dengan penuh ambisi. Jalanan sepi, Kinara tidak peduli akan kecelakaan yang nantinya menimpanya. Kalaupun ia mati mungkin lebih baik. Setidaknya dengan Kinara mati ia tahu berapa sedikitnya orang yang menginginkannya tetap hidup.
Namun apa yang selalu Kinara harapkan tidak pernah disetujui oleh Tuhan. Bukannya Kinara yang mati, ia malah tak sengaja menyerempet seseorang pengendara motor.
"Ya ampun, gue nabrak orang!"
Kinara mengrem mobilnya mendadak. Ia tersentak dengan nafas yang tidak seirama. Dari kaca spion mobilnya ia melihat pengendara itu jatuh tergeletak di atas apal.
"Ya Allah semoga tuh orang masih idup!"
Untuk memastikan parah atau tidaknya, Kinara keluar dari mobil sekaligus untuk meminta maaf dan bertanggung jawab.
"Mas, maaf Mas. Saya nggak sengaja," ucap Kinara membantu pengendara itu untuk berdiri.
Pengendara motor meringgis kesakitan. Lengannya juga tergores. Sebagai seorang laki-laki itu bukan masalah besar.
"Iya nggak papa," jawabnya tanpa menoleh.
Laki-laki itu membenarkan posisi motor ninja merahnya agar kembali pada keadaan semula. Detik berikutnya ia menoleh tanpa membuka helm. Laki-laki itu berkerut samar saat mengenali wajah Kinara. Kemudian ia membuka helm yang ia pakai.
"Elo?" katanya pada Kinara.
Meski laki-laki itu mengenali wajahnya dengan cepat. Namun Kinara masih berfikir panjang ketika melihat wajah pengendara motor yang ia tabrak. Wajah itu cukup familiar, namun masih sulit terkenali.
Laki-laki bernama Arga itu celingukan, bingung harus bersikap bagaimana. Masalahnya, pertemuan pertama dengan gadis dihadapannya ini tidak baik. Kini mereka bertemu lagi tanpa membuat janji.
"Hi nona manis," sapa Arga sambil melambaikan kedua tangannya.
Kinara memicing tidak mengerti.
"Masih ingat saya?"
Kinara menggeleng. Ia benar-benar lupa dengan cowok itu. Walau mereka seperti pernah bertemu, Kinara belum menemukan jawaban jelas.
"Perkenalkan nona, nama saya Arga Aljon Mendoza. Cowok paling tampan sedunia. Laki-laki berwajah preman namun hati beriman. Satu lagi yang pastinya, cowok dihadapan nona ini rajin menabung dan tidak sombong. Apakah nona berminat? Jika iya silahkan hubungi nomor yang tertera dibaw—"
"Argggh, sakit sakit," rigis Arga mendapati Kinara yang memukul lengannya dengan sadis.
"Baru ingat gue, ternyata elo!" bentak Kinara menyesali keputusannya mengapa ia harus menolong cowok itu.
Kalau Kinara tahu, lebih baik ia menginjak Arga dengan motornya sampai mati.
"Dasar laki-laki gila!"
"Ha? Saya Arga, bukan Mila!"
Laki-laki itu membuatnya semakin kesal. Kinara menentang matanya. Dengan berkecak pinggang ia bertanya.
"Lo waras?"
"Saya Arga, bukan Laras!"
"WARAS WOI WARAS!!!!" ucap Kinara membenarkan. Ia semakin geram karena Arga yang tak nyambung diajak bicara.
Arga mengangguk-angguk, ia merasa cukup menjadi pendengar yang baik. Walau headset yang menempel di telinganya belum ia lepaskan.
"Ohhh.. Beras? Maap nona saya nggak jual beras!"
Emosi Kinara hampir meledak. Arga bukan hanya nyebelin, tapi ia juga budeg setengah mati. Kinara bergidik ngeri saat membayangkan kotoran yang ada dalam telinga Arga hingga menyebabkan pendengarannya tersumbat.
Kinara melirik jam yang menunjukkan hampir pukul tujuh. Daripada membuang waktunya percuma, Kinara berbalik arah dan memasuki mobilnya dengan kesal.
"Dasar cowok stes. I hate you," ucap Kinara dengan nada diatas rata-rata.
Mulai detik ini dan seterusnya, Kinara bersumpah akan membenci cowok gila itu selamanya. Sebab cowok itu selalu menyebabkan Kinara terkena masalah.
Arga melambai-lambai sambil memberikan ciuman jarak jauh saat Kinara melenggang pergi.
"I Love you too Nona manis."
Walau Arga tidak benar-benar serius. Namun ia akui nona itu memang memiliki wajah yang cukup manis. Cuma ada satu hal yang kurang dari wajahnya, yaitu senyuman. Arga yakin seyakin yakinnya jika gadis itu tersenyum akan membuat siapa saja terpana. Dua kali mereka bertemu, Arga masih mengagumi gadis galak yang suka melakukan kekerasan terhadapnya. Aneh tapi nyata, ia selalu suka saat gadis itu mengomel.
Ketika Kinara hilang dari pandangan matanya, Arga memasang senyuman terlebar.
"Nona manis, semoga kita bertemu lagi."
*****