BRUK!!
Seseorang tiba-tiba menabrak ku saat berjalan di koredor dan semua berkas yang ku pegang jatuh berserakan ke lantai. Bukannya meminta maaf orang itu malah pergi mengabaikan ku.
"HEY.! Bukannya minta maaf malah pergi seenaknya. Gak punya sopan santun banget sik." ucap ku saking kesalnya tapi lelaki itu hanya diam ditempatnya sambil memandangi ku lalu kemudian berlalu. Dasar lelaki kurangajar.
Setelah selesai memunguti semua berkas yang jatuh tadi aku segera menemui pak Hidayat di ruangannya. Ia sedang sibuk dengan keyboard komputernya tampak serius mengerjakan sesuatu. Aku mengetok pintu lalu dipersilakan masuk.
"Kenapa lama sekali.?" tanya nya sedikit kesal.
"Maaf pak, tadi sempat ada kendala."
"Ya sudah, mana berkas yang saya minta.?"
tanpa memperpanjang ia langsung menanyakan barang yang ia pinta. Aneh memang. Biasanya pak Hidayat ini selalu marah meskipun dengan hal sepele tapi hari ini sikapnya lebih ke arah serius. Apa terjadi sesuatu padanya.
Entahlah..
Akupun menyodorkan beberapa map yang ku bawa dan disambutnya seketika.
"Baiklah, kamu boleh keluar."
"Baik pak."
jujur aku juga tidak betah diam terlalu lama dalam ruangan itu. Meski ditawarkan apa pun gak sudi diam lama disana.
Aku kembali ke ruangan ku tiba-tiba terlintas wajah lelaki tadi. Tunggu dulu, kenapa aku baru kali ini melihatnya? Apa dia karyawan baru? Bagian apa? perasaan semua staf di kantor ini sudah lengkap? otak ku berpikir mengabsen satu persatu staf yang ku temui pagi ini. Semuanya masih lengkap. Lalu lelaki tadi itu siapa?
Ah! Biarkan saja. Bukan urusan ku.
...
11:30 WIB
Setengah jam lagi akan ada meeting aku bergegas keluar. Lebih baik hadir lebih awal daripada terlambat yang ada omelan pak Hidayat bakal mecahin telinga ku.
Setibanya dalam ruangan masih tampak sepi hanya ada Nia sahabat ku yang sedang duduk memperhatikan layar labtopnya.
"Serius amat." sapa ku
"Eh, gun." kekehnya setelah menyadari ku.
"Lagi liatin apa sih, serius banget." tanya ku duduk di sampingnya.
"Gak ada kok, gak penting." Nia menutup labtopnya sebelum ku melihat tampilan di sana lalu mengalihkan pembicaraan.
"Kamu denger kabar gak?"
"Kabar apaan.?" reflek ku ingin tau. Nia juga begitu seriusnya.
"Katanya si bakal ada CEO baru. Kamu denger gak.?"
"Gak tuh, mang kamu tau dari mana.?"
"Nah ini, kita sekarang meeting buat apa coba? sekarang kan gak ada jadwal meeting, kalau bukan itu terus apa lagi.?"
Iya juga ya. Hari ini biasanya gak ada meeting. Apa karena ini pak Hidayat begitu seriusnya hingga kebiasaan marahnya hilang. Pantas.
Tapi btw, kira kira siapa ya CEO yang dimaksud? Aku kembali teringat kejadian di koredor tadi. Jangan jangan... ah tidak mungkin. Tidak mungkin orang seangkuh itu jadi CEO disini, yang ada perusahaan ini bakal bangkrut dalam waktu dekat. Jelas tidak mungkin dia.
Satu persatu kursi berderet yang mengitari meja panjang di depan kami mulai terisi menyisakan beberapa. Pak Hidayat masuk mengikuti pak Tama dan lelaki lain yang terlihat asing dari belakang. Entah kenapa ia terlihat familiar.
Penampilan itu sama persis dengan lelaki yang menabrak ku di koredor. Setelan jas dan celananya begitu rapi memberi kesan berwibawa. Postur tubuhnya hampir sama dengan pak Tama bahkan lebih terlihat atletis.
Sebenarnya aku sangat penasaran ingin segera melihat wajahnya. Namun karena sedang berjalan menuju ujung meja maka aku hanya bisa melihat punggungnya. Begitu dia berbalik.
Astaga!!
Spontan ku memalingkan muka.
"Kenapa harus dia.? Ya Tuhan matilah aku. Jika orang yang bakal jadi CEO itu adalah dia, habislah aku." lirih ku pelan masih memalingkan muka.
Semoga dia tidak mengenali ku. Ini diluar keinginan ku. Aku bingung mau bagaimana. Haruskah sepanjang meeting ini aku seperti ini.? Tidak mungkin kan.?
"Hey, kamu kenapa memalingkan muka begitu.?" tanya Nia heran.
"Terlihat jelas bukan.? aku menghindari orang itu." tunjuk ku dengan ujung mata ke arah si lelaki. Untung ia tak melirik ku, Semoga saja ia tidak mengenali ku. Sehabis meeting ini aku benar benar harus menghindarinya.
"Kenapa.?" Nia masih saja melontarkan pertanyaan sebagai manifestasi rasa ingin taunya. Aku yakin jika di posisinya aku pun pasti melakukan hal yang sama.
"Nanti ku ceritakan. Pokoknya aku harus seperti ini dulu."
"Aneh." begitulah perkataan terakhir yang Nia ucapkan sebelum fokus mendengarkan pidato pak Tama.
Yah aku sadar aku aneh, tapi itu bagimu Nia. Kamu tidak tau aku sedang berusaha menyelamatkan diri. Kamu pikir aku suka seperti ini, jelas tidak. Ini bahkan menyiksa ku aku ingin meeting ini segera berakhir.
...
"Sekarang ceritakan pada ku." Ucap Nia saat kami di kantin kantor setelah meeting selesai. Antusias memang, maklum Nia memang sering seperti itu.
Setelah meneguk jus jeruk yang sudah ku pesan sebelumnya aku mulai bercerita dari awal. Nia dengan serius mendengarkan. Sesekali ia kaget apa lagi setelah cerita sampai pada saat menyadari orang yang ku bentak itu adalah putra pak Tama yang sekarang menjadi CEO sekaligus penerus tunggal perusahaan ini.
"Tapi kayaknya si orangnya baik." tukas Nia.
"Semoga ia, aku gak mau dapet masalah melulu. Capek."
"Sabar napa. Biasalah kayak gitu. Gak ada masalah gak seru tauk."
"Dengkul mu!! Aku mah mending gak deh kalau seru seruan sama masalah. Bisa pecah kepala ku. Udah yuk balik, bentar lagi jam masuk nih." ajak ku bangkit menarik tangannya.
"Eh, bentar deh." Nia menahan tangan ku.
"Bukannya itu,"
Ku ikuti arah matanya memandang dan,
BUM!!! Spontan seperti sedang melihat hantu aku berbalik.
Ya Tuhan. Pak Erza sedang berjalan kemari. Sedang apa dia di sini.? Jangan bilang dia mencari ku. Tidak kan? kalau iya maka tamatlah aku. Semoga dia tidak memarahi ku. Aku harus segera meminta maaf. Akan ku coba.
Eh tunggu. Melihatnya berbelok ke ruang kantin sebelah sepertinya tujuannya bukan aku. Syukurlah. Aku masih bisa bernafas lega. Tuhan masih mengasihani ku. Terima kasih ya Tuhan.
"Gun, Anggun.?" Nia menggil ku dengan wajah tegang, telunjuknya mengarah ke belakang ku berkali kali menuntun ku berbalik.
Saat berbalik, lelaki yang sedang ku hindari itu sudah berdiri tegap di hadapan ku. OMG.
_._