"Pernah di satu hari Aku terbangun dari tidur pulasku. Suara bayi merengek minta tetek menggema di seluruh ruangan rumah. Hanya Aku yang terbangun, ibu dan ayah tak kunjung kesini. Lalu Aku menenangkan mereka berdua, Lili dan Miya." Kata Marie.
"Hei Kamu tahu? Iya, Lili dan Miya adalah nama kedua adik baruku. Pertama kali mendengar jika nama mereka adalah satu nama yang sangat Aku kenal, Aku menangis. Perasaanku campur aduk ketika tahu jika Lili dan Miya terlahir kembali." Lanjut Marie.
"Kata ibuku, Lili adalah nama yang dipilihnya. Dia berharap jika anak ini akan mewarisi sifat Lili (red: keponakan Pak Warno) yang begitu ceria dan baik hati. Sedangkan Miya, adiknya Lili, namanya dipilih oleh Ayah. Hm, Ayah tidak mengatakan padaku kenapa nama yang dipilih adalah Miya." Kata Marie.
Marie sekarang sedang duduk di bangku pojok paling belakang.
Ketika tahu jika Sumi akan mempunyai dua anak sekaligus, Bu Rati menyuruh Pak Sumi untuk memilih satu nama untuk anaknya nanti. Pak Sumi bukanlah orang yang pandai untuk memberikan nama. Dia butuh dasar untuk memberikan seorang anak sebuah nama. Pak Sumi berpikir jika dia sudah punya Marie. Oleh karena itu, dia harus memberikan anak itu nama yang sudah dikenal Marie sejak lama. Ini akan mempermudah Marie untuk akrab bersamanya selain itu juga akan membuat Marie tidak merasa terasingkan.
Hal yang menjadi masalah adalah kenyataan bahwa Pak Sumi tidak tahu masa lalu Marie seperti apa. Sejauh yang diingat oleh kepala botak itu, Marie tahu nama perawat yang merawatnya dulu waktu pertama kali Marie dibawa kesini, Risa. Namun hal itu urung dilakukan Pak Sumi setelah dia berpikir sekali lagi. Marie memang tahu Risa, tapi Marie sama sekali tidak dekat dengannya.
Tidak ada cara sekali lagi selain menelusuri semua berkas Marie yang menumpuk di rak belakang meja Pak Sumi di kantor. Selagi membuka lembar demi lembar berkas itu, pikiran Pertama Pak Sumi mendadak ingat jika masih ada satu anak yang masih mengganjal pada pikiran Pak Sumi.
Menurut Pada waktu pertama kali menemukan Marie, seharusnya ada satu anak lagi yang sudah menjadi tulang belulang di bawah bantal. Sekarang tinggal bagaimana caranya Pak Sumi menemukan nama anak yang meninggal itu. Dia berspekulasi jika Marie tahu anak itu, karena kenyataan bahwa anak itu sampai jadi tulang pada ruangan yang sama dengan Marie
Pak Sumi kembali membuka lembaran data yang dikirimkan oleh Quora saat bertemu dengan Rani. Tidak ada yang cocok. Semua anak hilang pada waktu itu adalah laki-laki. Pak Sumi memegang keningnya, pening dia rasa. Lalu Pak Sumi teringat sesuatu. Pak Sumi mencari lagi berkas yang dia dapat dari Dinas Kependudukan waktu berkunjung ke rumah Awan.
Kemudian Pak Sumi menemukannya, nama seorang anak yang disinyalir menjadi tulang yang menemani Marie di ruangan gelap itu. Miya, anak yang menurut data sudah mati. Hal yang membuat Pak Sumi merasa ganjil hanya Miya saja, dari 100 data orang meninggal pada bulan itu, yang tidak ada lokasi kuburannya.
Akhirnya Pak Sumi mengusulkan nama Miya, walaupun Pak Sumi masih sangat ragu jika Miya adalah nama anak yang menjadi tulang belulang. Tapi, jika ini benar, maka Marie akan senang.
"Saat ini semuanya tengah menikmati makan siangnya dengan ibunya masing-masing. Begitu juga Aku. Tapi bedanya, Aku sendiri disini. Dengan dibantu Ibu, Aku membuat bekalku sendiri, makannya sendiri pula. Kadang Aku merasa kesepian. Tapi ini yang kuinginkan, Aku ingin mandiri... Tapi ..Ah!, Ayah!!" Kata Marie.
Marie berlari menuju orang yang berjalan kearahnya, itu adalah Pak Sumi.
"Kok ayah kesini?" Tanya Marie ke Pak Sumi.
"Ahaha, sekali-kali tidak apa-apa kan. Jadi bagaimana? Sedang istirahat ya sekarang?" Kata Pak Sumi.
"Um! Ah Ayah, sini Aku tunjukkan pada Ayah perosotan disini!" Kata Marie bersemangat.
"Ahaha, iya-iya, tapi sebelum itu Marie makan dulu ya, ayo Kita makan." Kata Pak Sumi.
Kemudian Pak Sumi dan Marie makan bersama di dalam kelas Taman Kanak-kanak. Pak Sumi ke TK Putra Indonesia, TK-nya Marie sekolah. Pak Sumi mampir ke TK ketika sedang akan melakukan perjalanan Dinas melihat bagaimana Marie.
"Kenapa Marie tidak makan dengan Sita?" Tanya Pak Sumi.
Sita adalah nama teman Marie.
"Sita tidak masuk yah hari ini." Kata Marie.
"Ah, ahaha, maaf ya Marie, Ayah jarang kesini." Kata Pak Sumi.
Marie menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa. Ah Marie ingin segera pulang, ingin main sama Miya sama Lili." Kata Marie.
"Hahaha, ya habis ini Marie pulang kan? Hm, tapi sepertinya di rumah hanya ada Bi Mino." Kata Pak Sumi.
"Miya dan Lili?" Tanya Marie.
"Ya di rumah, maksud Ayah, Ibu sama ayah baru pulang nanti sore." Kata Pak Sumi.
"Oh, Iya!" Jawab Marie semangat.
Mino, Istri Awan, entah kenapa kini menjadi pembantu di rumah Pak Sumi. Hal ini ketika beberapa hari setelah Bu Rati melahirkan, mereka berdua mempertimbangkan untuk mencari pembantu. Bu Rati sangat menolak jika Dia harus mencari pembantu dari jasa penyalur asisten rumah tangga (ART), karena pengalaman temannya yang harus menelan pil pahit lantaran kehilangan barang berharganya yang dilakukan oleh ART-nya sendiri.
Pada waktu-waktu tersebut Mino telah menyelesaikan masa tahanannya yang sedikit. Entah apa yang dipikirkan hakim waktu itu yang tetap menghukum Mino 1 tahun penjara. Keluar dari penjara, Mino terkatung-katung tanpa tujuan. Tatkala kembali ke kediaman keluarganya pun, Dia tidak diterima dan dibuang dari keluarganya sendiri. Mino telah mencoreng nama baik keluarga. Miris memang, mengingat keluarganya sendiri yang menyuruh Mino untuk bekerja mencari uang. Pun transferan uang Mino yang terus mengalir saat itu, tidak membuat keluarga Mino mengendurkan egonya dan tetap menerimanya. Habis manis sepah dibuang.
Mino yang tidak tahu harus kemana, datang ke kantor polisi tempat Pak Sumi bekerja. Setelah membuat gaduh di depan kantor, akhirnya Mino kembali ditahan. Pak Sumi tahu akan hal ini dan bertanya kepada Mino tentang apa yang terjadi. Mino berkata dengan polos jika Dia lebih baik didalam jeruji penjara daripada Dia terkatung-katung di jalanan atau menjajakan tubuhnya seperti dulu.
Pak Sumi pulang membawa kabar ini dan menyampaikannya ke Bu Rati. Impulsif, Bu Rati berkata jika Dia ingin Mino yang akan menjaga ketiga anaknya. Namun, Pak Sumi merasa tidak enak. Hal ini dipicu paras Mino yang cantik.
Pak Sumi lalu menjelaskan kepadanya tentang Mino karena Pak Sumi merasa salah jika Bu Rati tak tahu seperti apa Mino itu sebelumnya. Bu Rati tidak mempermasalahkan hal ini. Dia hanya ingin orang yang baik untuk menjaga rumah.
"Apakah tidak apa seperti ini? Lagian Kita tidak tahu Mino seperti apa." Kata Pak Sumi.
"Entahlah, sebenarnya Aku hanya ngga tega sama dia. Bawa saja kesini." Kata Bu Rati.
"Oh, iya, tapi Dia tidak bisa tinggal disini kan?" Kata Pak Sumi.
"Sekarang dimana Dia tinggal?" Tanya Bu Rati
"Sepertinya masih di penjara. Ada kontrakan kosong di belakang rumah kita. Nanti gampang lah, dipotong gaji tiap bulan." Kata Pak Sumi.
"Oh begitu ya, sampai tempat tinggal dan segala macamnya sudah direncanakan." Kata Bu Rati.
"Duh salah lagi Aku, pokoknya paling lama Dia akan disini sampai sore, saat Aku balik, dia sudah pulang kok." Kata Pak Sumi.
"Tapi Awas matamu itu!" Kata Bu Rati.
"Iya, hehe." Kata Pak Sumi.
"Kok hehe?" Tanya Bu Rati.
"Ah tidak. Sebenarnya sekarang dari pada Kamu Aku lebih suka ketiga anak kita." Jawab Pak Sumi.
"Terus?" Tanya Bu Rati.
"Kamu saja Aku nomor empat-kan, apalagi Mino yang hanya orang luar." Kata Pak Sumi.
"Hm, awas saja pokoknya." Ancam Bu Rati.
"Kamu yang minta kamu yang cemburu, Rati, Rati." Kata Pak Sumi.
Akhirnya Mino dibawa Pak Sumi ke rumah.
.....
Siang itu Marie pulang. Dia mendapati rumah dalam keadaan sepi. Marie duduk dan melepas sepatunya. Namun tiba-tiba terdengar suara gaduh dari belakang. Takut terjadi apa-apa, Marie melepas sepatunya dengan tergesa-gesa, Naas dengan sepatu yang belum sempurna terlepas, membuat kakinya tertaut tali sepatu dan membuat Marie jatuh. Bruk!
Isak tangis Marie tak tertahankan lagi. Suara anak jatuh membuat Mino yang dari tadi sedang di dapur keluar. Dia mendapati Marie yang sedang jatuh tersungkur. Mino kaget dan berlari kedepan untuk menolong Marie. Marie menangis, sedang Mino menggendong dan menghiburnya. Lalu Mino membawa Marie ke belakang.
"Kenapa terburu-buru non?" Tanya Mino.
"Hiks-hiks, Marie dengar suara dari dapur, Marie kira ada apa-apa." Kata Marie.
"Maaf non, itu, ini." Kata Mino sambil menunjukkan panci presto.
Marie masih menangis sesenggukan. Kemudian Mino mengeluarkan es krim dari dalam kulkas.
"Ini Es krim non." Kata Mino.
Marie masih menangis sambil memegang es krim. Kemudian Dia membukanya.
"hiks-hiks, Benda apa itu bi?" Kata Marie yang baru tahu ada benda bernama presto.
"Ya buat masak, nanti ramai orang disini. Bagaimana, Enak es krimnya?" Tanya Mino.
"Enak!!" Kata Marie.
Marie kegirangan karena es krim. Dia tidak menangis lagi.
"Ahaha. Habis ini lepas baju, Kita mandi." Kata Mino sambil tertawa.
"Mandi? Mau jalan-jalan ya?" Kata Marie.
"Banyak tamu nanti, nona gak mau jadi cantik?" Kata Mino.
"Mau!" Kata Marie.
Kemudian Mereka berdua mandi. Selepas Mandi, Marie memakai baju bagus. Marie berpikir dirinya akan diajak jalan-jalan. Tapi tidak. Jam kerja Mino adalah dari jam 9 sampai jam 3 sore. Pak Sumi yang mengusulkan hal ini karena Dia takut ada 'fitnah' jika dirinya bertemu dengan Mino. Pak Sumi sendiri sangat jarang bertemu dengan Mino.
Selagi Mino mengemas barang-barangnya, Marie menemani Lili dan Miya. Kedua anak itu jika sudah ditemani Marie, Mereka akan menurut dan tidak rewel. Ketiga perempuan itu bermain bersama. Menurut Bu Rati ini aneh, lantaran selama ini tidak pernah sekalipun mereka bertiga bertengkar.
"Non, saya balik dulu ya." Kata Mino yang pamit akan pulang.
"Iya, hati-hati bi!" Kata Marie.
Anak itu masih bermain dengan adik-adiknya.
Saat Mino membuka pintu dia dikagetkan dengan kedatangan Bu Rati dan Pak Sumi. Mereka bertanya mengapa Mino akan balik setelah diberitahu sebelumnya jika Dia juga diundang makan malam bersama mereka. Tahu mereka pulang, Marie langsung memeluk Pak Sumi. Dia langsung digendong olehnya.
"Ee, ya saya pulang mau ganti baju sebentar bu." Kata Mino.
"Kamu itu, kalau sudah pulang, gak mau kembali lagi kesini. Sudah Saya pinjami punya saya." Kata Bu Rati.
"Ee.. tapi bu?" Kata Mino tidak enak.
"Tapi-tapi, sudah tidak apa-apa." Kata Bu Rati.
"Iya Mino, jangan sungkan-sungkan." Timpa Pak Sumi.
"Tapi bu..." Kata Mino.
Kemudian Mino mendekatkan mukanya ke telinga Bu Rati dan berbisik,
"...bagian dadanya mungkin agak sesak."
"Ah, sudah gak papa, Kamu pakai jubahku saja, sudah, ikut aku." Kata Bu Rati sedikit tersinggung dan langsung menarik tangan Mino.
Hari ini rencananya Pak Sumi dan Bu Rati menggelar kenduri dengan tetangga sekitar dan beberapa kolega mereka yang ada di kantor polisi maupun di rumah sakit. Mino mau pulang karena dia telah menyelesaikan semua pekerjaannya. Dirinya juga merasa tidak enak dengan Bu Rati jika dia harus bertemu dengan Pak Sumi.
Malam pun tiba dan acara dimulai. Banyak manusia berkumpul dalam satu tempat. Baru kali ini Marie melihat banyak orang ada di rumahnya, sangat kontras dengan pemandangan sepi yang biasa ia lihat.
"Permisi pak, airnya ditaruh mana?" Kata Alfa yang tiba-tiba datang.
"Tolong taruh dapur saja Fa." Kata Bu Rati menyuruh Alfa.
"Eh, siap bu!" kata Alfa menyanggupi.
Kemudian Alfa bertemu Mino yang sedang mempersiapkan berkat (Red: Berkat adalah sebuah nasi kotak yang dibawa pulang oleh tamu undangan sebagai buah tangan dari pemilik acara) di dapur. Lalu Alfa membantunya.
Karpet besar digelar dan Marie membantu menyiapkan air gelas plastik 220 mL. Marie berjalan ke belakang ke depan, ke belakang ke depan, sampai semua sudut tersedia air minum.
Kemudian rombongan tamu mulai datang, bukannya menyapa, Marie melempar senyum dan berlari ke belakang. Dia masih tidak biasa untuk bertemu dengan orang lain. Banyak orang yang datang membuat lalu lintas di depan rumah Pak Sumi macet. Warno dan Raymond pun datang. Turut datang juga Pak RT dan tetangga sekitar rumah.
Pak Sumi menggelar kenduri bukan tanpa alasan. Disamping bersyukur atas anugerah kedua anak yang kini diamanahkan kepadanya, Pak Sumi juga mau memperkenalkan Marie ke tetangga sekitar. Tak bisa dipungkiri jika kedatangan seorang anak setengah 'robot' membuat perilaku diskriminasi dirasakan oleh Marie pada sebagian orang.
Respons ramah didapat Pak Sumi saat Dia menjelaskan keadaan Marie dari dulu hingga saat ini. Pak Sumi menceritakan semuanya. Mulai dari bagaimana dirinya bertemu dengan Marie, bagaimana perjuangan dalam merawat sampai harus di rumah sakit beberapa kali, hingga sekarang akhirnya seperti ini. Akhir acara, Pak Sumi juga menyilakan Marie jika ada kata-kata yang akan disampaikan.
"Marie?" Kata Pak Sumi sembari menyerahkan mikrofonnya.
"Eh, Huh? Marie?" kata Marie gugup.
Marie tampak kebingungan ketika disuruh untuk berbicara.
"Iya. Ayo, tidak apa-apa." Dukung Bu Rati.
"Um, a-assalamualaikum." Kata Marie pelan.
"~Waalaikumsalam" sahut semua orang.
Kini semua mata tertuju pada Marie, kecuali mata Alfa yang dari tadi melihat berkat bersama Mino. Mereka berdua belum selesai mempersiapkan berkatnya.
"Ayah, Marie tidak tahu mau bicara apa." Kata Marie.
Kata polos Marie membuat gelak tawa semua orang karena Marie masih memegang mikrofon. Marie sendiri kaget lantaran pelan dia rasa berkata, ternyata sampai di telinga banyak orang. Pak Sumi pun tertawa dan langsung mengelus kepala Marie serta mengambil mikrofonnya dari tangan Marie. Kemudian acara ditutup oleh doa bersama.
Acara telah usai, Semua penghuni rumah dan Mino membersihkan rumah. Marie pun ikut namun hanya setengah jalan, karena Marie yang kelelahan telah takluk oleh kantuk, Marie tertidur. Lalu Pak Sumi menggendong Marie ke kamarnya.
"Tak Peduli siapa kamu, berapa umurmu, apa dosa yang telah kamu lakukan..."
"walaupun dunia mengutukmu, tidak suka padamu, dan menjauhimu..."
"jika kamu adalah Marie, kamu adalah anakku, keluargaku..."
"yang paling aku suka, paling aku sayang, aku cinta."
"Selamat tidur nak, mimpi indah."
Kemudian Pak Sumi mencium kening Marie.