Mentari telah bersinar menunjukkan bahwa sang surya telah muncul ke peraduannya. Seorang pria yang tengah tertidur itu mengerjapkan matanya karna silau akan cahaya yang masuk melalui jendela kamarnya.
"Selamat pagi pria malas!" Sapa seorang wanita paruh baya yang sudah terlihat kerutan di wajahnya namun aura nya masih sangat terlihat jelas (Sinta/Ibunda Rafa) yang sedang menyingkap gorden jendela kamar pria yang sedang tertidur itu, yang tak lain adalah Rafa, Putra sulung dari Sinta dan Boy.
"Morning!" Balas pria yang sudah berumur 27 tahun itu dengan malas kemudian membenamkan dirinya ke dalam selimut sampai menutupi kepalanya dan kembali melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.
"Kamu ini ya susah banget di bangunnya gimana mau dapet Istri coba." Gerutu Sinta sembari menarik-narik paksa selimut Rafa.
"Umi ..., Rafa masih ngantuk." Rengeknya seperti anak kecil yang meminta dibelikan es krim sambil menarik kembali selimutnya yang di tarik Sinta. Dia memang menja kepada Ibunya walau diusianya yang sudah tak muda lagi.
"Ini sudah siang, kamu harus kerja ..., Sayang." Bantah Sinta.
"Lima menit lagi, Mi." Rafa si pria yang jika di luar rumah memasang wajah dan sikap dingin itu kemudian kembali melanjutkan tidur nya. Sinta hanya mengehela nafasnya kemudian beranjak keluar dari kamar Putranya yang sangat susah sekali jika di bangunkan itu. Sinta dengan sabarnya membangunkannya setiap pagi namun pekerjaan itu tak Membuat nya lelah sedikitpun.
*****
Sinta dan Boy sedang sarapan berdua di meja makan, mereka sudah selesai menghabiskan sarapan nya masing-masing dan sekarang hanya memakan buah sebagai dessert (makanan penutup). Terdengar oleh mereka suara berisik antara sepatu pantofel yang bertabrakan dengan lantai tangga dari lantai dua. Tak lama kemudian muncul lah seorang pria yang tampak berantakan sambil terburu-buru.
"Rafa.. hati-hati dong jalan nya." Tegur Sinta sembari melihat ke arah putra sulungnya, dia menghela nafasnya saat melihat pakaian Rafa yang berantakan, dengan dua kancing atas terbuka serta kancing lengan kemejanya yang masih terbuka, rambut nya yang disisir asal, serta dasi dan tas kerja yang masih bertengger di lengan kirinya. Walaupun ini bukan pemandangan pertama yang pernah di lihatnya, namun ia merasa jengkel melihat sifat Putranya yang tidak pernah berubah.
"Astaga anak ini ya benar-benar!" Gerutu Sinta sembari mendekati Putranya dan tetap mau membantu mengancingkan kancing kemejanya serta lengannya, kemudian beralih memasangkan dasinya. Sedangkan Rafa hanya diam sambil memakan roti selai coklatnya dengan berdiri.
"Dasar! sudah tua masih saja seperti anak kecil pantas saja tidak dapat-dapat jodoh." Sindir Boy, Pria paruh baya yang tak lain adalah Ayah Rafa itu dengan santainya seraya memakan buah apel yang sebelumnya sudah di potongi oleh Istrinya.
"Siapa yang tua?" Protes Rafa yang tak terima sindiran sang Ayah. Boy hanya meliriknya malas sekilas kemudian mengalihkan pandangannya sambil mengendikan bahunya acuh.
"Sudah-sudah! kalian selalu saja ribut." Lerai Sinta setelah selesai merapikan pakaian Rafa.
Sinta akan beralih profesi menjadi wasit saat Ayah dan Anak itu bertemu, sungguh telinga Sinta rasanya panas sekali jika mendengarkan perdebatan antara Suami dan Anaknya yang seakan menguras kesabarannya, untungnya dia wanita yang sabar.
"Lagian kamu juga dari tadi pagi udah di banguni gak mau bangun, lihat kan sekarang jadi terburu-buru, coba tadi pas selesai sholat shubuh gak tidur lagi pasti kamu tadi siap- siapnya bisa santai." Sambung nya lagi sembari mengambil teh di atas meja dan memberikannya pada Rafa yang telah selesai menelan rotinya.
"Maaf, Umi." Ucapnya sambil mengecup pipi Sinta yang tanpa cadar, karna jika di rumah Sinta tidak memakai cadarnya kecuali saat ada tamu dan lagi, di rumah mereka tidak ada asisten rumah tangga. Boy pernah mengusulkan mencari asisten rumah tangga namun Sinta menolak karna dia memutuskan untuk mengurus Suami, Anak-anak dan rumah dengan tangannya sendiri.
Sinta hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Putra Sulungnya.
"Mi ..., Abi pamit dulu ya." Ucap Boy seraya berdiri dan beranjak dari tempat duduknya.
"Rafa juga mau berangkat, Mi." Rafa menimpali.
"Yaudah yuk Umi anterin ke depan." Ucap Umi Sinta seraya mengikuti Suaminya yang sudah berjalan mendahuluinya di susul Rafa yang berjalan di belakangnya.
Mereka hanya sampai di perbatasan pintu utama, setelah itu Sinta mencium tangan Suaminya dibalas Boy mencium keningnya, disambung Rafa yang mencium tangan Uminya dibalas Sinta mencium pipinya. Itu adalah rutinitas mereka setiap pagi kecuali hari libur. Rafa dan Boy tidak satu mobil melainkan mereka mengunakan mobil sendiri-sendiri, Boy menggunakan sopir sedangkan Rafa mengemudikan mobilnya sendiri.
Setelah Kepergian Suami dan Putranya, tinggallah dia sendiri. Dia bergegas menutup pintu dan memulai rutinitasnya setiap pagi yaitu membersihkan rumah.
Ibu Sahara (Ibu angkat Boy) sudah meninggal setelah 10 tahun yang lalu karna sakit tua.
*****
Rafa lebih dulu sampai di kantor dari pada Boy. Dia segera masuk ke gedung pencakar langit yang dulunya masih 12 lantai dan sekarang telah menjadi 28 lantai. Kesuksesan Wibowo Group semakin menanjak saat Boy yang memimpin perusahaan tersebut, bahkan cabang nya sudah ada di 10 negara asing dan 10 lagi di negara nya sendiri.
Rafa bergegas menuju ruangannya yang berada di lantai 27 yaitu sebagai Wakil Direktur, ya! dia menjabat sebagai Wakil Direktur dan yang menjadi Presiden Direktur nya tetaplah Boy yang sudah 30 tahun lebih menduduki jabatannya tersebut.
Sepanjang perjalanan menuju ruangannya dia selalu mendapat sapaan ramah dari karyawan kantor dan dia juga membalasnya dengan senyuman tipis yang malah membuat para karyawan wanita histeris.
Ting..
Pintu lift pun terbuka, dia langsung keluar dan berjalan menuju ruangannya. Di depan ruangannya dia bisa melihat sekertarisnya yang sedang berkutat dengan pekerjaannya dengan serius bahkan tidak menyadari kedatangannya.
"Ehem!" Berdehem untuk mengalihkan perhatian sekertaris nya. Sedangkan sekertaris nya yang mendengar langsung mendongak dan spontan langsung berdiri sambil menganggukkan kepalanya tanda hormat saat mengetahui siapa yang saat ini berdiri di hadapannya.
"Luna, Saya tunggu kamu di ruangan saya." Ucapnya seraya melangkah masuk ke ruangannya namun belum sempat dia membuka pintu Luna kembali memanggilnya dan dia kembali menghadap ke Luna.
"Ada Bu Viola dari Kantor cabang datang berkunjung Pak." Ucap Luna seraya menunduk.
"Dimana dia?"
"Ada di ruangan Bapak, maaf saya sudah memintanya menunggu di luar tapi Bu Viola memaksa menunggu di dalam ruangan Bapak."
"Tidak apa-apa." Jawab nya kemudian kembali membuka pintu dan melangkahkan kaki nya masuk ke ruangannya.
.
.
Hai! Jangan lupa tinggalin jejaknya ya😊