Aku yang masih kesal pada Fiona si ratu drama, hanya bisa mendengus kesal. Secangkir teh hangat dia genggam dan sesekali ia sesap perlahan. Sedangkan aku yang kehujanan dan kedinginan sebab menjemputnya, menunggunya di bawah gerimis, hingga harus menahan beratnya setir motor rusak, apa yang ku dapat? Nasi goreng dingin? Bukan teh panas seperti Fiona yang baik-baik saja.
Tangan Mas Doni yang menarikku mendekat padanya, ku hempas keras. Pacar Fiona rupanya menangkap ekspresi marahku yang ku diamkan sejak tadi di pertigaan sawah. Dia tak enak hati melihatku yang terus menyindir Fiona sejak awal.
"Mbak, maaf..." sesalnya lirih ditujukan padaku.
"Ha, maaf buat apa!" hardikku membalasnya.
"Mika!" Mas Doni berdiri dari tempatnya, memeluk pundakku yang terguncang.
"Lepas ih, apaan juga kamu, Mas!"
Boy keluar dari kamar mandi masih dengan handuk menggantung di lehernya. Dia mengerem langkahnya menyaksikan suara-suara beroktaf tinggi saling sahut.