"Mas ... pelan dikit! Mika dingin!"
"Biar cepet nyampe, Sayang, kasian Fio mana mulai deres ini."
Semakin meluap emosiku. Kenapa perhatian sekali pada Fiona, pacarku ini. Dan kenapa Fiona begitu berisik. Kami baru saja keluar dari komplek, dia sudah menelpon tiga kali. Apa dia pikir motor ini punya sayap atau Mas Doni dan aku bisa teleportasi?
"Maass.. jangan ngebut dong.. ini licin," sedikit berteriak aku untuk menegur Mas Doni. Akhirnya dia menurunkan gigi motornya, dan mulai melaju pelan di bawah rintik hujan.
Kami sampai di jalanan panjang yang gelap. Satu-satunya penerangan hanyalah dari sorot lampu motor Mas Doni. Ku tengok spidometer, jarumnya mengukur di angka bertuliskan 20. Lamban dan tak terdengar deru mesinnya. Kami memperhatikan sekeliling dengan awas, mencari dimana titik Fiona menunggu.
"Sepi banget ya, gak ada orang sama sekali."
