Riv menghentikan langkahnya saat melihat seorang anak kecil duduk di kursi depan rumah Dan. Dari perawakannya itu adalah Bintang, anak Dan.
Riv yang baru pulang dari minimarket depan komplek pun bimbang ingin menghampiri atau membiarkan saja. Tangannya penuh dengan berbagai camilan dan bahan-bahan membuat roti tapi Bintang tampak melamun sedih.
Inginnya Riv tidak peduli, namun Bintang masihlah anak kecil walaupun omongannya sudah pedas mirip bapaknya Bintang tetaplah anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Jadi Riv memutuskan untuk menghampiri Bintang.
"Eh Bintang kecil, sendirian-sendirian bae gak takut apa?" Sapa Riv sambil duduk di sebelah Bintang.
Sebagai respon, Bintang hanya menjauhkan sedikit posisi duduknya dari Riv. Riv memandangi tubuhnya dan mencium ketiaknya yang tidak berbau masam. Tapi kenapa anak itu malah menjauh?
"Mau coklat, susu apa roti?" Tawar Riv pada Bintang yang meliriknya saja tidak.
"Sok baik," ucap Bintang yang membuat Riv memelototkan matanya.
Sabar Riv sabar. Orang sabar disayang Tuhan, dapet jodoh orang ganteng lagi huehehehe, batin Riv seraya mengelus dadanya agar tetap bersabar. Menghadapi Dan saja Riv sabar apalagi cuma menghadapi anaknya.
"Yeu, dibaikin malah ngatain. Gak boleh gitu sama yang lebih tua," ujar Riv. Riv mengambil satu kotak susu UHT full cream dari kantung plastik lalu meminumnya dengan keras.
"Udah gede tapi minumnya masih kayak anak kecil," komentar Bintang namun melihat susu UHT yang Riv minum dengan pandangan ingin.
"Mau kan?" Tanya Riv melihat Bintang yang tertarik dengan susu yang ia minum.
"Enak yang rasa coklat," jawab Bintang yang membuat Riv tersenyum.
Untung saja Riv membeli beberapa kotak dengan rasa yang berbeda. Riv tidak terlalu suka susu yang coklat jadi tidak papalah diberikan kepada Bintang. Ternyata Bintang diam-diam mau juga, tadi saja sok menolak. Dasar anak kecil.
"Kenapa sedih?" Tanya Riv karena tadi melihat ekspresi Bintang yang kosong. Apa yang dipikirkan anak sekecil ini coba?
"Kepo!"
"Kepo tuh apasih?"
"Knowing Every Particular Object," wih ternyata anak Dan pintar juga. Bisa tahu kepanjangan dari kepo segala.
"Kok tau sih?" Tanya Riv penasaran karena ya bisa dibilang Bintang itu masih sangat kecil. Mungkin masih TK ataupun 1 SD.
"Itulah gunanya membaca," waduh duh masih kecil saja sudah begini, besarnya seperti apa ya?
"Kamu tuh kelas berapa sih pinter banget?" Riv benar-benar penasaran. Jangan-jangan IQ Riv kalah dari Bintang.
"Dua."
"Dua apa?"
"Tante pikir aku dua SMP?" Balas Bintang sewot yang membuat Riv meringis menyadari kesalahannya dalam memilih pertanyaan.
"Lah pikiran kamu udah kayak anak gede padahal badan kamu masih bada anak-anak," ucap Riv dengan jujur.
"Karena aku udah belajar dari kecil. Emangnya Tante yang gak mau belajar."
Wah wah wah, anak Dan benar-benar pintar. Benarkan Bintang hanya menebak atau memang wajah Riv ini wajah-wajah orang yang malas belajar. Eh, wajah orang yang malas belajar itu gimana dah?
"Kamu diajarin Papa ya?" Tanya Riv. Mungkin kepintaran Bintang merunun dari Dan. Biasanya kan begitu, buah tidak jatuh jauh dari pohonnya.
"Iya," balas Bintang lalu membuang kotak susu yang telah habis ke tempat sampah. Bintang duduk kembali di samping Riv.
"Udah sarapan?" Tanya Riv.
"Udah tadi sama Bi Narti," jawab Bintang.
Dahi Riv mengerut mendengar jawaban dari Bintang lalu melontarkan pertanyaan, "Emang Papa kamu kemana?"
Bintang menggeleng dengan raut sedih tapi tetap menjawab pertanyaan dari Riv, "Papa jarang makan, Tante. Paling satu hari cuma satu kali kalau inget."
Riv menganga mendengar jawaban dari Bintang yang tidak ia duga. Mungkin ada sesuatu di hubungan papa dan anak ini. Pantas saja Bintang terlihat sedih, papanya saja sibuk sendiri.
Riv sebenarnya ingin menanyakan kenapa tidak makan dengan mamanya saja namun Riv tidak tega jika ternyata pertanyaannya yang didasari rasa penasaran malah membuat Bintang tambah bersedih.
"Tapi kok Papa kamu masih bugar?" Tanya Riv tetapi dengan nada bercanda.
"Tante kan gak tau," ucapan Bintang membuat Riv meringis karena memang dirinya tidak tahu apa-apa. Karena apa yang terlihat di depan belum tentu sama dengan yang terjadi di belakang.
"Kamu sedih gara-gara ini?"
"Salah satunya."
Bujug, salah satunya? Jadi masih ada banyak alasan yang membuat anak sekecil ini sedih. Riv tidak tahu apa yang terjadi di antara keluarga mereka namun yang pasti Riv kini merasa kasihan kepada Bintang yang seolah tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Aha! Riv ada ide.
"Yaudah, gimana kalau kita buat salah satu alasan sedih kamu ini jadi hal yang membahagiakan?" Usul Riv dengan semangat.
"Gimana caranya?" Tanya Bintang seraya mengerutkan keningnya tidak mengerti.
Riv mendekat kearah Bintang lalu mulai membisikkan rencananya kepada Bintang. Namun reaksi Bintang sungguh jauh dari ekspektasi Riv.
"Gak ah. Aku gak yakin," ucap Bintang seraya menjauhkan dirinya dari Riv.
"Kok gitu sih? Coba aja dulu kalau lagian kan cuma buat siang ini," ujar Riv meyakinkan Bintang yang pada akhirnya Bintang menganggukkan kepalanya.
***
Berbagai jenis masakan sudah terhidang di meja makan rumah Dan. Riv memasaknya namun tetap dibantu oleh Bi Narti yang memotong-motong bahan.
Rencananya adalah meminta Dan pulang dan makan bersama Bintang, Bi Narti dan supir keluarga Dan yang merupakan suami Bi Narti, Pak Joko namanya.
"Be, coba kamu telepon Papa terus minta makan siang di rumah tapi jangan lupa loudspeaker biar kakak bisa denger," perintah Riv pada Bintang.
Riv membuat perjanjian dengan Bintang. Riv akan memanggil Bintang dengan 'Be' dan Bintang tidak boleh memanggil Riv 'tante' tapi memanggilnya kak atau kakak. Riv tidak setua itu tau. Dan ternyata Bintang menyetujuinya.
"Assalamualaikum Pa," salam Bintang. Riv memandangi Bintang dengan tersenyum.
"Waalaikumsalam, kenapa Be?" Jawab Dan dari seberang sana. Ternyata masih irit ngomong juga.
"Ayok makan siang di rumah," ajak Bintang. Riv mendengar Dan menghela napasnya berat sebelum menjawab.
"Kamu makan aja dulu. Papa makan di kantor aja."
"Nanti Papa bohong lagi kayak kemarin-kemarin," ujar Bintang dengan mata yang berkaca-kaca. Riv tidak tega jadinya. Apa susahnya coba makan di rumah?
"Enggak, Papa bakal makan beneran di sini. Tanya aja nanti sama Om Kevin."
"Iya Be. Ini nanti Papa kamu Om paksa deh biar makanannya teratur, gak galau mulu mikirin—" jawab seseorang tapi entah siapa yang pasti bukan Dan. Riv sangat ingin tahu kelanjutan kalimat tersebut eh malah sudah tidak ada suara lagi.
"Biar Kakak aja," ucap Riv namun hanya menggerakkan bibirnya tanpa suara. Bintang mengangguk dan memberikan ponselnya kepada Riv.
"Kamu makan dulu, nanti malam Papa bawakan makanan kesukaan kamu. Papa tutup ya?"
"Kok Om gitu sih? Aku masak capek-capek biar bisa makan bareng sama tetangga baru eh malah gak bisa. Gak susah kan pulang sebentar?" Cerocos Riv pada Dan.
"Riv?"
Riv jelas-jelas mendengar Dan terkejut saat mendengar suaranya tapi jangan salahkan Riv yang akhirnya turun tangan. Melihat Bintang yang kecewa Riv mana bisa?
TBC
Kasih review sejujur-jujurnya dong, semoga kedepannya aku bisa memperbaiki tulisankuđź’š