Sesampainya selecia di rumah nya, bunda selecia menyambut nya dengan tatapan marah dan melipat tangan nya di dada.
"Dari mana aja kamu?" tanya bunda selecia.
Selecia tersenyum, dia melepas sepatunya dan menaruh nya di rak sepatu, lalu dengan perlahan selecia mendekati bundanya dan saat sudah sampai di dekat bundanya, selecia tersenyum semanis mungkin.
"bunda nanya kamu cia! kok malah senyum senyum nggak jelas"
Selecia kini memegang tangan bundanya dan salim, setelah itu selecia memeluk bunda nya.
"Bundaaa"
"Cia! kenapa sih? aduhh, lepasin dong"
selecia melepaskan pelukan nya dan mengeluarkan amplop coklat dari tas nya, lalu selecia memperlihatkan itu pada bundanya.
"ini apa?" tanya bunda selecia.
selecia tersenyum lagi, ia memberikan kode kepada bunda nya untuk membuka amplop coklat yang sudah selecia berikan kepada bundanya, bunda selecia hanya mengangkat salah satu alis nya dan dengan perlahan bunda selecia membuka amplop di tangan nya.
Betapa terkejut nya bunda selecia saat melihat isi amplop itu ternyata adalah uang yang jumlah nya lumayan banyak dan untuk kebutuhan mereka selama 2 minggu kedepan mungkin dapat tercukupi.
"Ci-Cia, ini uang siapa nak? kamu nggak mencuri kan?" Tanya bunda selecia.
"Ya nggak lah bun, itu cia dapat karena cia bagus kerjanya" jawab cia.
bunda selecia hanya dapat memegang amplop itu seraya meneteskan air matanya saya mendengar selecia berbicara bahwa uang itu hasil kerjanya hari ini.
perasaan bunda selecia tidak teratur, ia merasa bersalah sekaligus merasa bahagia dan bangga.
Bunda selecia merasa bersalah karena telah membiarkan anak gadisnya ini bekerja hingga malam hari, tapi ia juga merasa bahagia dan bangga karena anaknya sudah dapat hidup secara mandiri mulai sekarang.
Selecia yang melihat bundanya menangis langsung memeluk bunda nya dan mengelus lembut punggung bunda tercinta nya.
"Bun... Cia sayang sama bunda, Cia nggak mau bunda berjuang sendiri untuk membesarkan cia, cia tau itu berat.... "
Mendengar itu, bunda selecia mengeratkan pelukan nya dan menangis di pundak anak nya, anak yang selalu mengerti keadaan ibunya.
"Mulai sekarang cia akan bantu bunda, bunda nggak usah khawatir" ucap cia.
Malam itu menjadi malam yang mengharukan bagi Bunda cia maupun cia, mereka berpelukan sangat lama dan saling melepas beban satu sama lain.
`Pagi harinya
06.15 AM
Selecia berjalan di Koridor 2 menuju kelas nya, saat di perjalanan ia bertemu dengan Edlen yang baru saja keluar dari ruang sains yang memang berada di Koridor 2.
"Cia!"
Edlen memanggil selecia, dan karena merasa terpanggil selecia kemudian menoleh ke arah Edlen yang sudah berjalan mendekati nya.
"Pagi cia"
"pagi juga ed--"
Sebelum selecia menuntaskan kalimatnya, Hana dan Mei sudah lebih dahulu menghampiri selecia dan merangkul pundak selecia serta menyapanya.
"Pagi ciaa!" Ujar Mei dan hana secara bersamaan.
Hana mengalihkan pandangannya ke arah Edlen, lalu ia menaikan alis nya dengan tatapan garang seraya memakan permen nya.
"Edlen ya lo? ngapain lo sama cia di sini?" Tanya Hana.
"bukan urusan lo!" Jawab Edlen ketus.
"Dih, Urusan gw lah! gw sahabat nya dia! lo emang siapa nya dia?" Balas Hana tak mau kalah.
Edlen ingin menjawab pertanyaan Hana, namun sebelum itu Selecia sudah meleraikan keduanya dan memilih untuk berjalan ke kelas bersama Hana dan Mei.
"Urusan kita belum selesai!" ujar Hana dengan suara yang lantang.
Semua siswa dan siswi yang tengah berada di Koridor itu sontak melihat ke arah Hana uang tengah teriak seraya melihat ke arah Edlen, dan mereka pun ikut melihat ke arah Edlen.
"Kita nggak ada urusan Ibab!" Ujar nya lantang.
Sontak saat mendengar jawaban Edlen, semua siswa dan siswi terkejut, karena mereka belum pernah mendengar Edlen berbicara kasar.
"Eheheh, udah lupain aja, gw bercanda tadi"
Setelah itu Edlen langsung langsung pergi meninggalkan koridor.
Dari arah yang berlawanan, Aster sedang berjalan dengan menenteng tas nya dan menggunakan hoodie nya di sertai penutup kepala hoodie nya, dan saat itu juga Aster berpapasan dengan Edlen yang tengah berjalan di depan nya.
Mereka tidak saling menyapa, mereka juga tidak saling berjabat tangan atau sekedar memanggil nama satu sama lain, semua diam bahkan Aster memilih mempercepat laju jalan nya saat berpapasan dengan Edlen.
'Thrown back
Malam Kemarin jam 21.00 PM
Selepas mengantarkan selecia pulang ke rumah nya, Edlen di telfon oleh ayah nya untuk segera pergi ke rumah Aster, Edlen yang heran dengan maksud ayah nya itu hanya dapat mengatakan 'baiklah'.
Sudah lebih dari 2 tahun Edlen dan Aster tak saling menyapa, mereka memang saudara, tapi mereka lebih cocok di panggil sebagai orang asing.
Ya, Mereka seperti orang asing.
Sekarang Edlen sudah sampai di depan rumah Aster, dan melihat suasana yang tidak seperti biasanya, suasana nya sekarang ramai, ada 2 mobil terparkir di halaman rumah Aster saat ini, dan salah satu mobil yang terparkir itu adalah mobil kedua orang tuanya.
Pintu rumah Aster terbuka lebar, lampu menyorot dari dalam rumah Aster ke luar, seperti sedang ada pesta di dalam.
Edlen membuka helm nya dan segera bergegas berjalan menuju rumah Aster, dan saat Edlen sudah sampai di Ambang pintu, ia melihat gadis yang tidak asing bagi dirinya.
Ya, dia gadis itu adalah Clarisa.
Lebih tepat nya, Clarisa adalah masa lalu bagi Edlen.
Clarisa tersenyum melihat kedatangan Edlen, dan Edlen hanya berjalan seraya menundukkan Kepala nya saat melihat Aster yang tengah terduduk diam di salah satu sofa ruang tamu dengan di kelilingi orang tua Aster, dan orang tua Clarisa.
"Kau sudah datang nak, sini duduk" Ucap Ayah Aster pada Edlen.
Edlen mengangguk pelan dan langsung duduk di hadapan Aster yang sekarang tidak mau melihat ke arah Edlen, Edlen yang mengerti itu hanya dapat menghembuskan nafas kasar lalu ia melihat ke arah Clarisa yang tampak membawa nampan berisikan minuman.
"Aduh sayang, nggak usah repot repot" ucap mamah Aster yang kemudian membantu Clarisa.
"ahh, nggak apa apa tante" jawab Clarisa.
Clarisa sempat melihat ke arah Aster dan ke arah Edlen secara bergantian.
Aster tetap tidak menunjukkan Ekspresi apa apa, sedangkan Edlen sedikit tersenyum kepada selecia.
"Jadi gimana ini, kita jadi mengadakan sayembara perjodohan?" Tanya mamah Clarisa, Tante Carla.
Edlen dan Aster hanya dapat membelalakkan matanya saat mendengar kata 'Sayembara'.