Kasih sayang selalu bisa menjadi penyatuan, pemererat, dan pemerkokoh suatu hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya. Sulit menjadikannya terpecah belah apabila bentuk kasih itu masih melekat dengan sempurna. Bahkan seiring bertambahnya waktu menjadikan kasih sayang selalu ingin menggapai tanda plusnya. Jika ada orang yang saling menyayangi itu berpisah, pasti ada suatu alasan yang kuat hingga dapat memisahkan mereka. Sebab, orang-orang seperti ini memiliki rasa kepedulian yang tinggi sebagai bentuk kasih tertinggi. Tak ada orang yang saling sayang, tetapi tidak peduli. Mungkin mereka hanya pura-pura nampak tak peduli untuk sekedar mengelabuhi.
Sayangnya Ara tak pandai untuk mengelabuhi orang lain. Ara tak pandai berpura-pura seakan tidak peduli jika nyatanya ia sangat peduli. Ara peduli pada orang-orang di sekitarnya, sebab Ara menyayangi mereka semua. Ibaratnya seperti barang favorit yang sangat Ara sayangi. Benda itu tak melakukan apa pun karena hanya sekedar benda, tetapi Ara menyayanginya. Tentu saja Ara akan peduli, merawatnya agar tidak rusak, menyimpannya di tempat yang aman, bahkan tanpa diminta oleh siapa pun. Kepedulian itu datang karena ada kasih sayang. Dan waktu tidak patut merebut rasa itu. Ara menyayangi teman-temannya dan dia peduli akan mereka, tidak peduli seberapa banyak waktu yang sudah dilalui.
Seiring waktu yang berjalan ini, banyak hal yang telah Ara lalui. Banyak hal yang telah Ara pelajari perihal kehidupan yang datang mengajarinya. Belajar tentang datang dan pulang, mencoba dan dicoba, mengetest dan ditest, berani dan takut, berhasil dan gagal, bahkan menerima dan mengikhlaskan. Kehidupan mengajarinya semua perihal itu. Ia paham mengapa Tuhan mengirimkan sedikit dan banyak orang di waktu berbeda. Dulu dia tidak memiliki teman selain Rindo, hingga kemudian ia memiliki Legra, Astri, An, dan banyak teman yang Ara miliki sekarang.
Setelah beberapa bulan Ara bertempat tinggal di Yogyakarta, Ara merasakan begitu banyak bahagia. Kian hari, kian bertambah seseorang yang ia jadikan teman. Pekerjaanya pun sudah menjadi hoby tersendiri untuknya. Rindo sudah mulai melupakannya dan mencari pengganti Ara. Astri lebih sering pulang ke Yogyakarta tanpa ada kata liburan. Legra pun banyak memilih mengurus bisnisnya di sana hingga mereka lebih sering berjumpa.
Ara, Legra, Astri, Rindo, An, dan satu teman Ara lainya yang sering mengekor pada Rindo, saat ini mereka sedang berlibur ke pantai bersama. Mereka nampak bahagia dengan kebersamaan itu. Bermain air, lempar pasir, sampai diabadikan dengan kamera yang An pegang itu. Setelah merasa lelah, Ara menyingkir untuk mengistirahatkan diri di bawah pohon kelapa. Saat itu Legra juga mengikutinya dari belakang.
"An, aku minta foto dong," ujar Astri pada An saat itu.
"Sini fotonya sama model ganteng Do." Rindo bangkit dari rebahan di atas pasirnya mendekati Astri.
"Enggak, kamu banyak pasirnya. Jauh-jauh sana nanti kotor baju aku. Udah kamu basahin juga."
"Do sama Ning aja deh, sini-sini." Ning, teman Ara yang sering mengekor pada Rindo pun ikut menyusul dengan merangkul lengan Rindo.
"Eh, engga! Orang aku mau foto sendirian. Ayo An, cepetan!" kata Astri tak sabar.
Lalu mereka ribut meributkan siapa yang akan difoto oleh An. Ning kekeh ingin bersama Rindo. Rindo tidak mau dan ingin bersama Astri. Sedangkan Astri tidak ingin dengan keduanya. Sampai akhirnya, An malas mendengar perdebatan mereka dan memilih untuk menghampiri Ara dan Legra. Namun, mereka semua menghentikan pergerakan An dan memaksa kembali. Yang namanya keributan tidak akan selesai kalau belum ada yang kalah atau mengalah. Pasti ada saja yang diributkan. Yang mengalah di sana adalah An, ia mengeluarkan ponselnya menyuruh mereka dan dia sendiri berselfi ria dari pada meributkan foto dengan kamera. Menurutnya itu sudah adil walau mereka masih protes.
"Haha.. Lucu ya mereka, udah besar tapi masih aja ributin hal kecil seperti itu."
"Kata Do, cari teman itu nggak perlu hal muluk. Cukup hal kecil saja, pembicaraan kecil bisa kita gunakan untuk mencari teman. Begitu pula dengan mempererat hubungan pertemanan. Pasti hal kecil juga yang untuk memulainya."
"Kamu bener, cukup hal kecil aja bisa memper erat hubungan. Tapi kamu tahu nggak Ra, hal kecil apa yang paling bisa mempererat hubungan itu?"
"Apa?"
"Aku tanya loh?"
"Tapi aku tidak tahu."
"Yah, nggak seru nggak ada main tebak-tebakan."
"Aku harus tebak ya?" tanya Ara pada Legra yang dibalas anggukan.
"Apa ya?" Ara berpikir dengan tangan berada di dagu. Matanya menatap ke arah langit mencari jawaban. Kemudian saat ia merasa menemukan jawaban, ujung matanya melihat ke arah Legra. Dia masih menatapnya menunggu jawaban. "Sapaan pagi?"
"Salah."
"Chatingan?"
"Bukan."
Mata Ara melihat ke arah mata Legra yang membuatnya nyaman. "Tatapan mata?"
Legra mengerjapkan mata kemudian terkekeh. "Masa tatapan mata?"
"Lantas?"
"Perhatian."
"Ha?"
"Jawabannya perhatian," ulang Legra.
"Kenapa perhatian?"
"Karena perhatian adalah hal kecil yang paling bisa mempererat suatu hubungan." Legra menjawab dengan jawaban yang mengulang pertanyaannya. "Seperti hubungan kita yang bertambah erat contohnya."
"Ha?"
"Ha mulu dari tadi. Haus nggak? Aku belikan es kelapa ya?"
"Eh, iya," ujarnya dengan tersenyum.
Legra berdiri meninggalkan Ara menuju penjual es kelapa muda. Yang ditinggalkan mengalihkan pandangannya menuju ke arah pantai. Namun, pemandangan yang ingin dilihat olehnya menghilang entah kemana. Keributan yang dibuat oleh Astri, Rindo, An, dan Ning sudah tidak ada. Bukan hanya keributannya juga, orang-orang itu pun menghilang dari bibir pantai. Ara menolehkan kepala ke kanan dan kiri mencari keberadaan mereka. Lantas, matanya mendapati tempat yang Legra datangi untuk membeli es kelapa muda dan ternyata oh ternyata, semua orang sedang berada di sana. Menunggu antrian es kelapa muda yang segar dinikmati pada waktu ini.
Ara menghela napas lega, ia kira mereka meninggalkannya atau sengaja menghilang. Jadi sekarang ia hanya bisa menunggu sendirian di sini. Menunggu Legra membawakannya es kelapa muda yang siap tersaji dan kembali menikmati indahnya alam raya.
"Ara?" Legra kembali dengan membawa dua buah kelapa di tangannya.
"Loh, kenapa berbeda?"
"Kamu pilih yang mana, besar atau kecil?" tanya Legra memastikan.
"Tapi kenapa yang satu kelapa tua dan satunya kelapa muda?"
"Udah, tinggal dipilih aja mau yang besar atau yang kecil?" tanya Legra sekali lagi.
Ara tidak mengerti maksud dari Legra. Dia diminta memilih antara kelapa muda dan kelapa tua. Padahal tadinya dia berkata akan membelikannya es kelapa muda. Dan lagi, menyuruhnya untuk memilih antara keduanya, jelas sekali Ara akan memilih es kelapa mudanya. Meskipun masih ada serabutnya, tetapi sudah dibelah dan tinggal diminum, dan yang paling penting airnya lebih menyegarkan dibanding air kelapa tua. Sedangkan kelapa tua di tangan kanan Legra sudah terkelupas serabutnya, tetapi belum dibelah. Jadi, jika harus memilih, Ara akan memilih kelapa mudanya.
"Yang besar, kelapa mudanya. Masa aku minum kelapa tua?" kata Ara sembari mengambil sedotan yang terselip.
"Anaknya bawang merah ya?"
"Ha?"
"Kamu ambilnya yang besar, jadi kayak bawang merah. Kamu anak dia?"
"Enggak! Enak aja."
Legra tertawa setelah mendapatkan pukulan kecil di lengannya. "Hahaha.. Kali aja gitu. Ya udah, nih kelapa tuanya juga buat kamu."
Setelah meminum sedikit es air kelapa, Ara menerima kelapa tua yang diberikan oleh Legra. "Bukanya pakai apa? Eh, kenapa kelapanya ringan seperti ini? Seperti ada sebuah benda di dalam."
"Jangan dikocok, Ra! Bukanya harus pakai tangan kamu sendiri."
"Ya?"
Bagaimana bisa Ara membuka batok kelapa menggunakan tangannya secara langsung? Bisa jadi sebelum kelapanya terbuka, tangannya sudah diamputasi terlebih dahulu. Jadi bagaimana? Tapi, setelah Ara amati lebih, seperti ada yang mengganjal. Ia dekatkan kelapa itu dengan matanya. Ada garis yang menunjukkan retaknya kelapa itu. Oh, mudah kalau begini caranya.
Ia letakkan kelapa itu di atas pasir. Tangan Ara mengambil ancang-ancang sepeti sebuah pisau besar yang akan membelah batok kelapa di depannya dengan mudah. Dan, yak, slaasshh.
"Ara, tangan-!!!" pekikan Legra terdengar.
Kelapa itu pun terbelah.
"..kamu."
"Mudah bangett! Kamu rapatin kelapa yang sudah diambil isinya pakai lem yah?!" Legra hanya menyengir.
"Buka dong!"
Ara menatap Legra, lalu menatap benda di dalam batok kelapa bergantian. Setelahnya menatap Legra kembali mencari penjelasan.
"Apa ini?" Tetapi Legra tak menjawab.
Sebuah kubus berwarna hitam yang menjadi pertanyaan Ara. Ia buka kubus itu, malah menjadi sebuah balok. Ia buka lagi balok itu, malah menjadi sebuah bangun bersegi banyak. Haahhh, Ara menghela napas tak habis pikir dengan Legra. Apa dia mau mengerjainya? Namun, setelah ia buka lagi bangun itu, matanya langsung mendelik. Tak percaya dengan benda yang ia lihat di dalam sana. Lantas matanya mendapati Legra berdiri dan mengulurkan tangan di hadapannya.
"Kita lari ke pantai kalau kamu mau?" ujar Legra penuh harap.
"Araaa semangaatt!"
"Kamu yang terbaik Araaa!"
"Ara mau yaaa?!"
"Cieee, Ara cieee.."
"Cihuuyy."
"Sweet, sweet."
Mata Ara berkaca-kaca sembari menolehkan pandangan dari arah teman-temannya di tempat penjual es kelapa ke arah Legra. Ia menerima uluran tangan yang diberikan oleh Legra. Meletakkan benda itu di dekat pohon kelapa yang teduh. Kemudian berlari bersama Legra menuju ke arah pantai dengan tangan diangkat ke atas bersama Legra berteriak kesenangan. Lalu, teman-temannya menyusul dari arah belakang.
Ara tak menyangka bahwa takdir Tuhan bisa seindah ini. Sekarang Ara memiliki banyak teman, sekarang Ara memiliki banyak sahabat. Semuanya Tuhan takdirkan untuk Ara sedemikian rupa tanpa dia pahami waktunya. Hingga jodoh pun ditakdirkan tanpa bisa Ara prediksi kapan akan datang.
'Dari semua ujung di berbagai bentuk pelindung lingkaran kecil ini, perlindunganku tak pernah ada ujungnya untukmu. Dari sekian lama waktu yang telah kamu beri untukku, aku baru sadar bahwa aku sudah mencintaimu lebih dari waktu itu.'
Begitulah isi dari pesan singkat pada kertas yang terselip di lingkaran kecil berbentuk cincin itu. Benda silver dengan satu berlian indah di tengahnya. Menjadi sebuah jawaban dari bentuk perhatian kecil.
"would you be my life companion forever?"