"Udah selesai laporannya belom?"
Pertanyaan melengking yang berasal dari gadis dengan kemeja putih bermotif bunga tersebut membuat Harumi Alsava mengeluh malas. Jujur, punya teman semacam Dyra Daniza yang bawelnya minta ampun tapi kalo disuruh ngerjain tugas malah alesan mau nganterin pesenan dari pelanggan mamanya padahal lagi sibuk maraton drama korea tuh bikin pusing.
"Udah ibu. Dari kemaren kemana aja? Ngedrakor mulu sih!"
"Yaelah, gua tuh sumpah gabisa ngelewatin aktingnya si park soe joon. Lu kaya gatau gua aja deh". Dyra memilih duduk di sebelah harumi dan mengambil alih es teh manis yang sama sekali belom di sentuh sama yang punya. Emang ga sopan perempuan yang satu ini.
"Enak aja main asal minum. Mana ga ijin sama yang punya lagi"
"Minta dikit. Pelit amat sih ibu"
Harumi berdecak kesal. Emang deh temenan sama modelan dyra harus ekstra sabar pake plus-plus. Kelakuan sama sikapnya tuh ajaib banget. Dyra yang masih sibuk minum es tehnya harumi memandang ke sekitar kantin fakultas mereka yang lumayan ramai kali ini. Wajar ramai, sore-sore gini emang waktunya pada fokus kegiatan di luar ruangan. Alias jam pulang.
Kegiatan dyra seketika di kejutkan dengan kelakuan harumi yang tiba-tiba beranjak dari posisinya dan memasukan semua barang-barang yang berceceran diatas meja kantin. "Mau kemana?"
"Anak tehnik udah jam pulang"
"Mi, jangan mulai deh"
"Gua duluan ya ra. Bay"
Tanpa menunggu respon dyra, harumi memilih berjalan meninggalkan kantin fakultas bahasa dan berjalan kearah halte bus kampus untuk naik bus dan turun di depan fakultas tehnik. Seperti biasa, berdiri di depan fakultas tehnik sampai hampir menjelang petang dan keadaan kampus mulai sepi.
Menunggu seseorang yang sudah dua bulan ini menghilang entah kemana. Kekasihnya, Delan Abinaya.
***
Suasana fakultas tehnik benar-benar ramai dan dominan mahasiswa daripada mahasiswi. Ga kaget sih kalo fakultas tehnik itu rata-rata mahasiswa, kalo mahasiswi sih bisa dihitung. Berbanding terbalik sama fakultas keperawatan yang dominan mahasiswi.
"Woy, balik ke kossan gua lah". Teriakan heboh dari gilang sama sekali ga dihirauin oleh dua laki-laki di sebelahnya. Mereka sibuk dengan kerjaan masing-masing, yang satu sibuk main ponsel terus yang satu sibuk godain beberapa mahasiswi yang kebetulan banget lewat di deket mereka.
"Cuekin aja terus. Untung baim sabar"
"Berisik lu lang. Lagian lu mau ngasih kita asupan apa? Lu aja tiap hari makan Cuma ama mie juga telor"
"Gausah buka-bukaan sep. Merusak citra gua aja". Gilang mendengus dengan jawaban salah satu temannya yang masih sibuk dengan ponselnya. Septian itu emang terkenal punya mulut ketus banget kaya cewek. Ga heran kalo banyak orang yang segan sama dia. "Gas. Mata lu jelalatan banget dah gila. Malu gua punya temen kayak lu"
Bagas yang sedang menggagu salah satu mahasiswi di sekitarnya melirik sinis kearah gilang. "Iri bilang. Jelek sih lu"
"Sialan lu!!"
Saling hina, saling main kata-kataan sama sekali ga buat mereka berantem kok. Cuma masalah mulut doing mah santai. Ga di besar-besarin. Cowok kalo temenan emang gitu kan.
"Eh, itu anak baru ya?". Gilang menunjuk kearah punggu laki-laki yang tengah mencoba mengeluarkan sepeda motornya dari parkiran motor.
"Lah emang ada anak baru di fakultas kita?". Pertanyaan bagas di sambut pukulan hangat dari gilang.
"Ketinggalan info banget lu"
"Emang gua elu. Lambe turah"
"Bangke"
Septian mendengus sebal mendengar ocehan kedua laki-laki tersebut. "Berisik anjir"
"Tuh kan macan tidur mulai bangun. Diketusin baru tau rasa lu"
"Ketusin balik lah". Gilang mengusap-usap pundaknya pelan dengan sombong.
"Udah sep, gausah lu kasih contekan tugas sama titip absen. Biar di do sekallian tuh anak"
Gilang terkejut dengan ucapan bagas. Dengan cepat laki-laki itu menghampiri septian dan mengusap-usap pundak septian dengan pelan. "Jangan dengerin bagas ya asep. Lu tau kan bagas tuh kaya setan sumpah"
"Dasar lu pencitraan"
"Bodo amat"
Mereka terus adu mulut sampai berada di area parkiran motor mereka yang kebetulan berada dekat pintu kampus. Tanpa di sengaja pandangan mata bagas melirik kearah gadis yang memakai kemeja kotak-kotak merah berdiri di seberang fakultas dengan tangan yang sibuk memeluk beberapa file.
"Gila, itu si harumi kan?"
"Mana anjir?"
"Mata lu burik ya. Noh di seberang anjir lagi diri". Bagas mengarahkan kepala gilang kearah harumi yang tengah menatap kearah fakultas tehnik dengan wajah cemas.
"Gila. Dia niat banget setiap hari diri di situ. Sampe ga absen gitu"
"Itu namanya setia"
Perdebatan kedua orang itu dialihkan dengan suara motor septian yang telah jalan lebih dulu meninggalkan mereka. "Main nyelonong aja anjir si asep"
"Lagian lu sih ngajak gossip mulu. Pantes lu dipanggil lambe turah"
Perdebatan terus berlanjut sampai mereka naik ke motor masing-masing dan meninggalkan fakultas tehnik. Nyatanya perdebatan mereka mengundang atensi salah satu laki-laki yang kebetulan juga lewat di sekitar mereka tetapi dengan kecepatan pelan. Laki-laki itu menatap kearah harumi dengan wajah penasaran.
Jadi itu yang namanya harumi.
***
Hari semakin sore. Dengan terburu-buru harumi turun dari bus universitas dan memilih berdiri memandang kearah fakultas tehnik dengan wajah cemas. Tangannya yang memeluk beberapa file penting berisi tugas hanyalah sebuah kamuflase. Padahal harumi tengah sibuk mengusap gelang yang ada di tangannya dengan hati yang masih cemas.
Harapan kali ini harumi menangkap antensi laki-laki berperawakan tinggi dengan alis yang lumayan tebal tengah tersenyum bersama beberapa temannya. Jangan lupakan tas punggung coklat yang selalu senantiasa menemani laki-laki itu setiap pergi.
Nyatanya itu hanya harapan kosong seorang Harumi Alsava.
Tanpa di sengaja harumi menangkap siluet perempuan dengan rambut yang diikat menjadi satu dan memakai jeans juga kaus berwarna hitam tengah berjalan keluar dari arah fakultas. Dengan terburu-buru harumi berlari dengan hati-hati menyebrang jalan menghampiri gadis tersebut.
"Kak Anggun"
"Harumi?"
Anggun tersenyum tipis menyadari bahwa ini sudah kesekian kalinya gadis yang beberapa tahun dibawahnya kembali mendatangi fakultas tehnik setiap jam pulang kampus atau saat gadis itu ada jam kosong. Padahal yang ditunggu pun tidak bisa di harapkan akan muncul.
"Lu duluan aja. Nanti gua nyusul". Salah satu perempuan yang tadi berjalan bersama anggun mengangguk dan tidak lupa melempar senyuman manis kearah harumi yang juga di balas senyuman.
"Kak"
"Pulang aja. Udah sore"
"Tapi kak"
Anggun mengusap salah satu pipi harumi dengan lembut. "Percuma. Orang yang kamu tunggu gaakan datang"
"Kak tapi dia udah janji"
"Jangan pernah percaya sama janji. Janji itu ada dua pilihan, ditepati atau diingkari"
Setelah mengatakan itu anggun pergi meninggalkan harumi yang masih berdiri di tempatnya dengan mata berkaca-kaca hendak menangis. Dengan kasar harumi mengusap air mata yang berhasil lolos di salah satu pipinya.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapan harumi. Seorang laki-laki dengan pandangan sendu muncul menghampiri harumi.
"Ayo pulang"