"Far,maaf" gumam Vano dengan kepala yang ditundukkan,dirinya sangat merasa bersalah karena Fara yang masuk rumah sakit lagi.Entah kenapa Vano bisa bisanya mementingkan Gladis daripada Fara yang notabenenya sebagai pacar.
"Mas pacar si mbaknya ya?" ujar seorang dokter yang membuat Vano terkejut
"Iyaa dok,saya pacarnya" ujar vano dengan tampang coolnya
"Baik,apakah mas sudah menghubungi keluarga pasien?" tanya sang dokter kepada Vano
"Belum dok, keluarganya tidak ada yang bisa saya hubungi" bohong Vano yang membuat sang dokter sedikit mengernyitkan dahinya
"Ohh, seperti itu yasudah.Jika kamu ingin menjenguk pacarmu,silahkan!" ujar sang dokter yang langsung berlalu pergi meninggalkan Vano yang masih terpaku ditempatnya
Lalu sesudahnya pun Vano menuju ruang rawat Fara,dirinya tak tahu harus apa tapi Vano ingin minta maaf kepada Fara.
Vano duduk disamping kanan brankar Fara,ia hanya diam melihat Fara yang masih menutup matanya.Terlihat muka Fara yang sangat tenang dan damai tidak ada lagi muka yang menyorotkan akan kesedihan.
Setelah bermenit menit Vano hanya melihat muka Fara,sekarang ia melihat tangan Fara bergerak dan matanya pun terbuka.Fara melihat kesamping kanan dirinya terkejut lagi lagi Vano orang yang membawa ia kerumah sakit.
"No..."
"Iya far?Mau minum?" tanya Vano yang diangguki oleh fara dan setelahnya ia mengambil minum dinakas lalu ia membantu Fara untuk minum.
"No, makasih" ujar Fara setelah dirinya sudah selesai minum
"Hm,sama sama.Masih ada yang sakit?" tanya Vano yang dijawab dengan gelengan oleh Fara
"No,aku mau pulang" ujar Fara yang membuat Vano mengernyitkan dahinya
"Tapi kamu belum sembuh far" ujar Vano dengan menatap lembut mata Fara, Fara yang ditatap seperti itu oleh Vano memalingkan wajahnya
"Kamu gak ngerti No jadi aku gimana" ujar Fara dengan mengingat sewaktu ia pulang dan ibunya yang mengatakan dirinya tidak tidak.Dirinya tidak mau lagi,cukup sekali jangan berkali kali.
"Aku emang gak ngerti,aku minta maaf.Tapi kamu sekarang tanggung jawab aku,udah seharusnya aku menjaga kamu dengan baik" ujar Vano yang menatap lekat kearah Fara
"Maaf no,gak seharusnya aku minta kamu ngertiin aku.Lagian emang gak ada yang bisa ngerti kita selain diri sendiri kan?" ujar Fara yang membuat Vano terdiam
Tak lama seorang dokter masuk dengan 2 perawat, membuat Vano dan Fara menoleh kearah pintu.
"Saya gak ganggu waktu kalian kan?" ujar sang dokter dengan senyum mengejek
"Ngga kok dok" ujar Fara tersenyum canggung kearah sang dokter
"Baik,masnya bisa keluar dulu sebentar?" tanya sang dokter yang membuat Vano menganggukkan kepalanya,namun sebelumnya Vano mengelus pelan punggung Fara yang membuat Fara diam melihat punggung Vano dengan tatapan kosong.
"Apa yang mba rasain?" tanya sang dokter memecahkan lamunan Fara
"Eumm,udah gak ada kok dok.Kalo boleh tau saya sakit apa ya dok?Kenapa akhir akhir ini ada yang aneh didiri saya" tanya Fara yang membuat sang dokter langsung mengambil berkas berkas yang ada diperawatnya,lalu ia berikan kepada fara.
Fara yang membaca berkas yang diberikan sang dokter,menganga tak percaya.
"Dok ini beneran penyakit saya?Kenapa bisa?" tanya Fara menggebu kepada sang dokter
"Iyaa,pihak rumah sakit sudah memeriksanya secara berulang dan tetap terdiagnosa nya seperti itu" ujar sang dokter yang membuat tangis Fara pecah
"Apa bisa sembuh dok?" tanya Fara
"Kemungkinan besar hanya 20%,mba juga harus sering sering check up biar tau bagaimana perkembangannya" ucap sang dokter
Fara terdiam,ia bingung harus apa.Bagaimana bisa ia menderita penyakit ini? Yang bisa dirinya lakukan sekarang hanyalah menangis,ia menatap hampa kertas yang dipegangnya.
"Baik mba saya ingin mengecek keadaan mba dulu" ujar sang dokter yang menuntun Fara untuk tiduran,setelah selesai mengecek pun sang dokter memberikan obat tidur ditubuh Fara agar Fara bisa beristirahat.
Dan sang dokter mengambil kertas yang ada ditangan kanan fara dengan pelan.Setelahnya ia keluar dari ruangan Fara dengan dua perawat yang ada disebelah kanan dan juga kirinya.
***
Vano melihat dokter dan perawat yang sudah selesai mengecek keadaan fara,dirinya pun pergi menuju ruang rawat dimana fara berada.Namun baru saja dirinya ingin membuka pintu ada telepon yang masuk membuat dirinya menghentikan langkah.
Dilihat nama Gladis yang tertera dilayar handphone Vano,dirinya bimbang antara ingin menjawab atau tidak.Vano takut ini hal penting yang ingin Gladis sampaikan,namun mengingat Fara ia berfikir sekali lagi dan akhirnya Vano memutuskan untuk tidak menjawab telepon dari Gladis.
Vano pun melanjutkan langkahnya,baru saja duduk disamping brankar fara, telepon masuk pun berbunyi lagi.Ia melihat nama yang tertera dan terpampang nama Gladis lalu akhirnya ia pun mengangkat telepon dari Gladis dan sedikit menjauh dari brankar Fara.
"Halo syif?Kenapa?" tanya Vano setelah ia mengangkat telepon dari Gladis
"Akhirnya kamu angkat telepon aku" ujar Gladis dengan nafas yang lega
"Kenapa emang?" tanya Vano
"Papa udah boleh pulang,malam ini kamu disuruh mama dateng kerumah aku buat makan malam bersama.Kamu mau kan?" ujar Gladis dengan senang
"Syukurlah papa kamu udah boleh pulang,nanti jam berapa?" tanya Vano
"Jam 8,jangan lupa yaa" ujar Gladis
"Iya,yaudah aku matiin ya teleponnya" ujar vano yang langsung mematikan teleponnya.
Sesungguhnya Vano ingin menolak,namun mendengar suara berharap dan senang dari Gladis membuatnya tidak enak untuk menolak.Vano melihat kebelakang, disana masih ada Fara yang tertidur dengan tenang.
Vano berjalan kearah brankar Fara dan dirinya kembali duduk,ia mengambil tangan Fara yang terbebas dari infus.Menggenggamnya dengan lembut dan menempelkan tangan fara dipipinya membuat Vano merasa nyaman.
"Nanti Gani yang nemenin kamu.Aku izin pergi ya kerumah Syifa" ujar Vano kepada Fara, walaupun ia tahu fara tak mendengar dan tak akan menjawab omongannya
"Ohiya Syifa mantan aku,kamu jangan cemburu ya.Sekarang aku sama dia cuman temen kok" ujarnya lagi dengan senyum tipis yang mengarah kearah Fara.
"Far,aku sayang sama kamu.Jangan pernah ninggalin aku ya" ujarnya dengan mengecup punggung tangan fara
Dering telepon berbunyi, Vano menoleh dan mengambil handphone yang ia taruh diatas nakas dan melepaskan genggaman tangan mereka lalu ia keluar untuk mengangkat panggilan telepon dari Gladis.
Tanpa Vano sadari apa yang ia ucapkan tadi terdengar semua ditelinga Fara, setetes air mata pun jatuh dari mata fara yang masih terpejam.
***