=Ami POV=
Kuperhatikan Sing yang beberapa kali keluar dan masuk ke hutan. Selain sedang mencari bahan makanan, aku yakin dia sedang menunggu ketua tim kami kembali.
Kristo sudah bangun setelah tidur yang cukup lama. Dia perlahan mengubah posisinya untuk duduk dan bersandar pada dinding. Segera diminumnya air yang telah disediakan olehku dan Sing. Dia juga menyantap buah hutan yang baru saja didapatkan oleh Sing.
"Aku tidak menemukan binatang apapun disana. Hanya serangga yang berderik di dekat pepohonan. Apa sebaiknya itu saja yang kita jadikan menu makan siang?" tanya Sing dengan paras polos.
"Ah jangan bercanda, Sing. Kamu harus mengumpulkan ribuan serangga jika ingin membuat kita bertiga kenyang," sahut Kristo yang masih lemah.
Keduanya tertawa ringan. Aku kembali memberikan ramuan daun herbal untuk luka Kristo yang masih nampak basah. Bengkaknya sudah mengempis, tetapi kondisinya masih belum memungkinkan untuk berjalan jarak jauh, apalagi untuk berkelahi.
"Apa Athan akan segera kembali?" tanya Kristo. "Kurasa dia sedang melawan indukan kelinci yang hendak dijadikannya santap siang, haha," ujarnya lagi.
"Kurasa juga begitu, dia sangat antusias dan selalu ingin menang," kataku. Sing hanya mehela napas kasar.
Dia begitu kesal saat mendengar jawabanku. Mungkin dia sedang memakiku dalam hati karena telah berpura tidak ada keributan antara kami dan ketua tim.
Sing sedang menyiapkan busur dan anak panahnya saat angin kencang melalui rumah singgah kami. Atap daunnya bergetar, banyak debu yang masuk hingga membuat kami terbatuk karenanya. Segera saja kami tutup pintu dan jendelanya. Angina itu masih berhembus kencang tak beraturan menggetarkan seluruh rumah karena bangunannya berbentuk panggung.
Suara rebut angina itu terdengar sangat jelas di telinga kami. Suara rebut yang semakin terdengar seperti tapal kuda yang bersambut. Kurasa pasukan berkuda sedang menuju dan hendak mengepung tim kami.
Gruduk gruduk gruduk!!
Jelas sekali, aku hingga merinding membayangkan banyaknya jumlah pasukan yang bersiap membinasakan kami.
"Itu kabut hitam," cletuk Kristo yang mengintip dari celah kecil pada dinding kayu.
Segera saja aku mengikuti arah pandangnya. Benar, suasana diluar menjadi semakin gelap egitupun di dalam rumah yang sama sekali tidak ada penerangan.
Sing bergegas menyalakan obor kecil yang baru dibuat olehnya agar tempat kami berlindung ini tidak gelap gulita.
Wuzzzzz
Angina deras kembali menerpa dan menggoyangkan atap rumah. Lantai rumah bahkan terasa seperti diayun dari bawah. Ini benar-benar bukan angina yang biasa.
Kabut hitam itu semakin pekat membuat siapapun akan kehabisan napas jika berada di dalamnya. Aroma pekat semacam abu bekas pembakaran menyengat hidungku, spontan saja aku menutup hidung dengan lengan begitu juga dengan kedua rekanku yang juga merasa tidak nyaman dengan aroma itu.
Tipis-tipis kami pun mulai mencium aroma anyir darah segar. Kulirik sedikit bekas luka Kristo yang tertutup oleh ramuan herbal, luka itu tidak mengeluarkan darah lagi, etapi darimana datangnya aroma menyengat ini?
Sing bersiaga dengan busurnya, aku pun telah siap untuk menjangkau pedang jika ada hal tidak diinginkan terjadi.
Gruduk gruduk gruduk!
Suara kaki kuda semakin jelas dan dapat kuperkirakan mereka sedang mengelilingi rumah tempat kami berlindung ini.
Kami bertiga saling pandang saat suara dentingan pedang terdengar nyaring dari luar. Kami telah mengintipnya tetapi tidak Nampak apapun selain kabut hitam pekat nan beraroma tidak enak.
"Ada apa ini?" Sing bersiap dengan busur dan anak panahnya. Kurasa dia hendak memanah sembarang kea rah kabut, tetapi niatnya itu dihalangi oleh Kristo.
"Jangan. Bagaimana jika mereka benar-benar iblis yang tidak menampakkan diri?" ujar Kristo mengingatkan.
Benar juga, mereka hanya akan mempersulit keadaan jika berani bertindak sesuka hati.
Duar!
Suara ledakan terdengar sangat jelas. Kami segera beranjak dan mengintip keadaan di luar. Masih gelap dan tidak Nampak apapun.
"Apa itu petir?" tanya Kristo.
"Kurasa itu ledakan," jawabku.
"Atau suara tembakan dari senjata api," sahut Sing.
Seketika aku terpikir bang Arlan yang sedang berpatroli di perkebunan. Senjata apinya selalu mengeluarkan suara mengejutkan jika ada petani yang menentang perintahnya.
Tunggu, apa mungkin bang Arlan?
"Apa mungkin ini adalah ujian terakhirnya? Para pasukan Hijau sengaja membuat kita ketakutan dengan segala bentuk serangan yang telah dipersiapkan dibalik kabut hitam itu?" tanyaku yang mendadak penasaran.
Wuzzzz ….
Angina kencang kembali berhembus, membawa kabut hitam yang jauh lebih pekat dari sebelumnya hingga membuat suasana siang kami menjadi benar-benar gelap.
Dentingan pedang masih terdengar dari balik kegelapan. Kami sangat penasaran dengan yang sebenarnya terjadi.
"Ada pertarungan berdarah?" gumam Kristo yang bertanya pada dirinya sendiri.
Bersamaan dengan hembusan angina terakhir yang sangat deras, kabut hitam perlahan mulai memudar diiringi dengan suara pasukan berkuda yang terdengar menjauh. Kami bertiga saling pandang sesaat sebelum kembali mengntip dari celah untuk memastikan kegelapan telah menghilang.
Duk duk duk!
Pintu kamu diketuk oleh sesuatu dari luar. Bukan, mungkin itu adalah seseorang.
Duk duk duk!
Tanpa ada suara apapun, pintu kami masih terus diketuk.
Sing menolehku dan Kristo sebentar, dia menyiapkan pedangnya dan berjalan menuju pintu. Dia harus waspada dengan segala sesuatu yang akan ditemuinya.
Duk duk duk!
Perlahan Sing membuka pintu yang saat mulai terbuka, kabut asap menyusup masuk diiringi dengan angina yang cukup mengejutkan pria berpedang itu.
"Argh apa ini!" teriaknya menyibakkan kabut yang menggangu.
"Apa kalian baik-baik saja?"
Aku segera mengenali suara berat pria itu. Bang Athan, dengan keadaan tubuh dipenuhi darah berdiri di depan pintu masih sambil menggenggam pedangnya.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Sing.
Belum sempat memberikan jawaban apapun, tubuh Athan terjatuh tak berdaya.
Segera saja Sing mengangkat tubuh besar ketua tim dan membawanya masuk. Kondisinya benar-benar menyedihkan. Belum pernah aku melihatnya terluka separah ini. Saat berlatih pun dia selalu berhasil mengalahkan lawannya.
Hamper seluruh wajahnya tertutup oleh darah akibat cidera di kepala. Lengannya terkena sabetan pedang dengan luka yang cukup dalam, pada bagian perutnya pun terluka. Setelah diperiksa oleh Sing, ternyata bagian lututnya pun engalami cidera cukup serius.
Kami saling pandang seketika. Seolah saling membaca pikiran satu sama lain, kami sedang memperkirakan hal yang baru saja menimpa ketua tim kami hingga seperti ini.
Genggaman tangannya sangat kuat pada pedangnya menunjukkan bahwa dirinya masih enggan untuk kalah.
Angina masih berhembus lirih menerbangkan debu dan membawanya masuk ke rumah. Hanya kali ini tidak membawa kabut.
"Dia baru saja bertarung melawan iblis, kurasa," cletuk Kristo yang mengamati wajah Athan sambil bersandar.
Kalimatnya itu berhasil menarik perhatianku.
"APa maksudmu?"
"Jika benar kabut hitam itu adalah iblis, hanya itu satu-satunya jawaban kenapa ketua tim bias terluka parah karena dia baru saja bertemu dan bertarung dengan mereka."
Aku menatap pria yang bersandar itu dengan tajam, "Kurasa itu hanya sebuah trik dari pasukan berkuda yang hendak mengalahkan kita," sahutku yang tak terima dengan teori bahwa kabut hitam adalah iblis.
***