=Ami POV=
Tubuhku semakin gemetar, terlebih setelah melihat tubuh presiden yang terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Pikiranku tak lagi dapat jernih, sosok penasehat kenegaraan yang nampak biasa saja padahal putranya baru saja dimakamkan membuatkku berdecak ngeri. Apa yang sedan pria tua itu coba lakukan?
"Apa kamu tidak melihatnya? Aku sedang menjaga pak Presiden yang terlelap. Dengan kondisinya yang begitu, pemberontak akan sangat mudah untuk menyerang dan menghabisinya. Aku tidak ingin itu terjadi, sehingga aku menjaganya."
Bang Arlan mengernyitkan dahinya.
"Apa karena hal ini juga anda datang terlambat ke upacara kematian putramu sendiri?"
"Tidak. Karena aku sudah melakukan upacara terlebihdulu untuknya."
Aku sangat ingin menembak tuan Laso, namun ada sesuatu yang menahan dalam hatiku. Kurasa bang Arlan masih ingin berbincang untuk sebentar.
Sial. kakiku kembali nyeri hebat.