Langit berubah kebiruan , pertanda hari kini berganti . Arlindita tengah bersiap dengan segala macam rencananya . Ia membawa peralatan dalam satu tas punggung besar . Dirinya yakin bahwa rencananya akan berhasil hari ini . Namun saat perempuan itu hendak pergi meninggalan kamar hotel ponselnya berdering . "Halo" . Sapanya pada orang yang menelefon .
"Gini mba ... saya Amir yang kemarin mba bayar buat memadamkan listrik acara resepsi di gedung jadi ..." . Suara dari telfon tersebut tiba-tiba berhernti .
"Gimana mir , kok malah diem !"
"Emm itu loh mba acaranya .... emmm... "
"APA , MIR ?!" . Arlindita berteriak karena kesalnya .
Amir yang kaget karena bentakan Arlin seketika mengucapkan tujuannya menelpon Arlin pagi itu . "Acaranya dibatalkan " .
"Apa ? batal ? kamu serius , Mir ?"
"Demi Tuhan batal mba " . Amir mencoba meyakinkan Arlindita .
"Hahaha ... akhirnya batal juga Gia menikah ! Memang perempuan jalang itu pantas mendapatkan ini ! oke, terima kasih "
"Baik , mba " .
Mereka segera mengakhiri percakapan via telfon tersebut . Arlindita kembali menaruh semua barangnya . Ia berjalan menuju balkon kamar hotel tersebut . "Gia Vanessa , rasakan itu ! akhirnya dendamku dan Dito terbayar sudah " . Perempuan gila itu berteriak sekuat tenaganya dari atas balkon . "Cintaku Dito tenang disana ya, sudah ku balas dendamu padanya , sayang !" . Terlihat perempuan itu tertawa juga terbahak-bahak . Tak lupa ia juga melambaikan tangannya kepada beberapa orang yang melintas dibawah . "Gia Vanessa , itu balasan untuk kamu yang merebut cintaku bahkan melukai hati Dito Nasutionku !" . Arlin terus mencerca tanpa henti . Ia mengekspresikan kegembiraannya seperti orang gila . ya, gila ! itu kata yang tepat untuk menyebutnya saat ini .
***
*Rumah Gia Vanessa
Pagi ini aku terbangun dengan kepala pening . Aku tak dapat memikirkan bagaimana caranya bertemu dengan keluarga besar dilantai bawah . Duduk dan memandangi jendela itu yang ku lakukan dari mataku terbuka hari ini . Sesekali ku gigit kuku jemariku sembari berpikir . "Ahh sial !" . Otakku buntu . Tak ada satu cara yang dapat kutemukan . Ditengah kerisauanku , ada teriakan yang memecah semua yang kulakuan . "Kakak , ada kiriman buket bunga sama surat !" .
Tercengang itu yang kurasakan . Dalam hitungan detik aku segera berlari keluar dari kamarku . Disamping itu bukan hanya aku yang berlari saat itu , Rama bahkan Rey juga berlari menuju asal suara . Tak lama kami bertiga berada dihadapan adikku Helma yang tengah membawa buket mawar dan sepucuk surat . "Berikan padaku !" .Rama dan Rey serentak berbicara melemparkan tangan mereka kedepan. Sementara aku yang berada ditengah , memandangi wajah kedua lelaki itu dengan tatapan heran . Ke kanan , ke kiri lalu kutepuk kedua tangan mereka . "Apaan sih ! sini kasih ke aku , dek ! " . Ku ambil sepucuk surat tersebut lalu melenggang menuju sofa ruang tamu .
Aku meletakan buket mawar diatas meja . Perlahan ku buka isi amplop berwarna biru itu . Disana tertulis apa yang Arlindita lakukan pagi ini . Ia menceritakan percakapannya di telfon dengan orang suruhannya dan caranya merayakan kemenangannya , bahkan dia dengan sengaja mengakui semua yang ia lakukan sebelumnya . Akhir kata Arlin menambahkan kata-kata yang berisikan umpatan padaku bahkan keluargaku tetapi ada satu hal yang aku sedikit tersinggung dalam surat tersebut yang berbunyi : BUNGA INI HADIAH UNTUK KEGAGALAN PERNIKAHANMU , GIA ! . Terdengar perpaduan dua suara menjadi satu . "PEREMPUAN GILA !" . Aku terkejut dan segera menoleh kebelakang . Ternyata disana ada dua lelaki yang berdiri membaca kertas yang sedang ku pegang. "Dimana dia ? perlu ku kasih pelajaran biar tau rasa !" . Ucap rasa sembari memegangi kepalan tangan kanannya . Rey menurunkan tangan Rama . "Sabar , jangan kebawa emosi dulu ,Ram ! Perempuan ini bukan cuma gila tapi juga licik , kita harus berhati-hati " . Ucapan Rey bagai angin lalu untuk Rama , pria itu terus berlalu menuju pintu depan rumah . "Ahh lama !" .
"Ramaaa... tunggu , berhenti disitu !" . Ucapku sembari berlari ke arah rama yang sudah memegang gagang pintu rumah .
"Ram , lu gak bisa apa dikasih tau pake kata-kata!" . Rey nyela
"Kak , tolong kakak duduk aja disana biar aku yang ngomong sama Rama " . Aku mencoba mencegah pertengkaran terjadi kembali .
"oke , baiklah " . Rey Hardian menuruti permintaanku
Aku mendekat ke arah Rama . Ku pegang kedua tangannya serta mencoba menatapnya dalam . "Ram , percaya sama aku ! aku yakin masalah ini bisa selesai , pokoknya serahin aja sama aku , ya !'
" Tapi ... Gia ?"
"Udah , percaya aja sama aku , oke ?" . aku terus mencoba meyakinkan Rama kencana
"Perempuan itu gila , sayang !"
Aku mengarahkan jari telunjuk kananku ke arah bibir Rama . "Sssttt ... tenang, aku bisa kok " .
Rama mengangguk perlahan , pertanda dirinya setuju dengan keputusanku .. "Yuk kita sarapan dulu !" . Ajakku padanya .
Kami berjalan menuju meja makan . Tak lupa Rey menyusul kami kesana . Diatas meja sudah dihidangkan makanan seperti Iga bakar , Soto Kudus , Ayam yakiniku dan masih banyak lagi . Seharusnya makanan itu dihidangkan untuk para tamu dekat dari keluarga yang ingin berkunjung ke rumah terlebih dahulu sebelum nantinya berangkat bersama menuju gedung resepsi . Namun , sebuhungan dengan acara pernikahan yang diundur makanan tersebut menjadi menu sarapan pagi semua orang yang ada di rumahku hari ini .
Aku , Rama , Rey duduk bersama menyantap makanan perlahan . Otakku masih terus berpikir bagaimana caranya menghadapi semua ini . Hingga suara penekanan Rey memecah kontentrasiku . "Bukan !" . Aku segera menoleh kearah mereka berdua . Kedua itu sedang berdebat sepertinya . Mereka saling menatap dan memberi kode-kode yang hampir tak dapat ku ketahui artinya . "Ehem !" . aku berdeham . Sebenarnya aku hanya bertujuan agar kedua lelaki itu tidak kembali beradu pukul , namun ternyata malah menarik perhatian mereka berdua . "Kenapa , Gia ?" . Tanya Rey .
"Minum dulu biar gak tersedak !" . Ucap Rama sedikit ketus sembari memasukkan satu sendok penuh nasi kedalam mulutnya .
Aku menghela nafas dalam . "Iya... iya !" . Aku masih mengenakan setelan piayama kali ini . Rambutku juga masih sedikit berantakan . Tak lupa sepasang sandal jepit melengkapi penampilanku .
Langkah yang aku ambil bisa dibilang cukup ekstrim namun , apa yang ku perbuat sudah kupikirkan dengan matang . Walaupun memang masalah ini melibatkan banyak orang didalamnya, aku yakin mereka lambat laun akan mengerti akan keputusanku . Arlin perempuan yang bisa dibilang cerdas karena dia menyiapkan segalanya tanpa dapat aku prediksi sebelumnya . Bahkan Rama dan Rey yang sudah lebih lama mengenal perempuan itu masih terkejut dengan tindakannya .
Dengan membatalkan pernikahanku , Arlindita akan merasa bahwa dirinya berhasil membuatku menderita . Dirinya bangga pada apa yang telah ia capai namun, dia terlalu gegabah dengan membeberkan apa yang telah dilakukan karena dia rasa ini merupakan kemenangannya .
Aku tak berniat untuk membalas kelakuannya atau menghukumnya . Aku justru hanya ingin membantunya lepas dari jerat trauma . Rencanaku , aku akan menemukan Arlin dengan Adi mantan ketua OSIS SMA yang pernah menghamili dirinya . Aku berharap dapat membantunya menyelesaikan masa lalunya , kemudian semuanya akan tenang dan mungkin aku dapat melangsungkan pernikahanku setelah itu.