Semakin kacau suasana rumah . Malam semakin larut dan aku tetap enggan menganti keputusanku . Semua orang mencoba membujukku untuk tetap melanjutkan pernikahan , tak lupa Ita juga melakukannya. Aku masih tetap menggeleng serta mengatakan tidak .
Jam dinding menunjukkan pukul satu malam . Aku hendak kembali ke kamar , namun Rama menahan langkahku . Tangannya menggengam erat bahuku lalu berkata "Apa gak bisa kamu tarik kembali keputusanmu itu ?"
"Gak bisa Ram , apa kamu mau nanti Arlindita mengacaukan semua ?"
"Itu hanya alasanmu atau kamu ingin kasih kesempatan Rey !" Nada bicara makin meninggi .
Aku menatap Rama dalam . Mengelus pipinya lembut. "Rama , sayangku dengar ya !" . Tanganku turun menuju tangannya yang berada dibahu , lalu membawanya turun dan menggengamnya . "Sayang ... kau masih saja meragukanku , bukan kali ini saja tapi saat almarhum Dito melamarku kau bereaksi berlebihan seperti ini ".
Rama menghela nafas dalam . "Maaf , aku hanya takut kehilanganmu" . Mata lelaki itu nampak sedih . Badan kekarnya terlihat lemas bahkan kakinya seperti tak mampu menopang seluruh badannya untuk tetap berdiri tegak .
"Ganti pakaianmu dan istirahat , Ram ! Sudah cukup kekacauannya hari ini ". Aku pun segera berlalu menaiki anak tangga .
Sementara Rama berjalan menuju kamar tamu , Rey berlari mengejarku . Laki-laki itu berlari dua anak tangga sekaligus . Ia mencoba menggapaiku sebelum aku memasuki kamar. Ternyata usahanya itu berhasil . Satu langkah lagi kakiku akan memasuki kamar , namun tangan Rey berhasil memberhentikanku. Reaksiku cukup baik . Aku dengan cepat membalikkan badan netap laki-laki yang sedang terengah-enggah itu . Nafasnya sedikit cepat dan keringat mengalir dari pelipisnya . "Dek , apa maksudmu dengan membatalkan pernikahan ? Apa ada masalah lagi ? Apa dengan Rama ? . Langsung di lontarkan berentetan pertanyaan itu padaku .
Alis mataku merapat , lalu kupejamkan mata dan menarik nafas dalam . "Kak Rey , tolong tinggalin aku sendirian dulu ya " .
Rey nampak bingung , namun tetap menyanggupinya dengan anggukan kepala pelan lalu berlalu meninggalkanku . aku hendak menenangkan diri tetapi mataku justru malah terusik dengan tanaman hias yang berjejer rapi di balkon rumah . Aku turuti apa yang mata itu inginkan . Ku langkahkan kakiku menuju balkon rumah . Dari jauh sudah nampak rak tanaman hias berjejer rapi dengan pot bertanggal . Tanggal itu sengaja Almarhum Dito tulis dengan tangannya sendiri . Dia berpesan tanggal-tanggal itu akan selalu mengingatkan dirinya serta aku atas setiap momen apa yang kami berdua telah lewati .
Ada satu tanaman hias yang berbeda diantara yang lain . Pot tanaman itu berwarna biru muda . Disana bertuliskan tanggal serta pesan yang berbunyi : Maafkan aku , bulan ini aku tak dapat mengunjungimu , Gia . Ternyata tanaman itu merupakan tanaman permintaan maaf Dito yang tak dapat pergi ke Semarang . Sebenarnya Dito dan aku memiliki ritual bertemu sebulan sekali atau mungkin dua kali . Pada saat itu Dito masih menempuh pendidikan pilot di salah satu instansi pendidikan penerbangan sedangkan aku masih siswi sekolah menengah atas di Semarang . Sehingga tidak memungkinkan bagi kami untuk bertemu setiap saat .
Dito selalu menyempatkan diri untuk mengunjungiku dipertengahan bulan maupun akhir bulan , diantara tanggal 20 hingga 30 . Biasanya laki-laki itu penerbangan pagi agar dapat menghabiskan waktu seharian bersamaku di Semarang . Pada malam harinya biasanya Ia langsung melakukan penerbangan malam agar esoknya Ia dapat mengikuti perkuliahan seperti biasanya .
Selama kami menjalin asmara Dito jarang memberitahuku tentang masa lalunya , bahkan dirinya enggan menyingung masa lalunya . Namun lelaki itu menceritakan segala hal padaku . Ia menceritakan tentang keluarganya , bahkan teman-temannya hanya saja aku tak pernah mengira bahwa teman yang Ia maksud adalah Rey Hardian yang sudah lama ku kenal. Sejauh kami berhubungan Rama merupakan sosok laki-laki yang penuh perhatian . Ia juga merupakan sosok penyanyang bahkan dia akan meminta maaf untuk hal kecil . Sebenarnya aku tak pernah menuntutnya berlaku sedemikian rupa , hanya saja Dito yang menginginkannya . Dahulu Dito selalu membawakan buket bunga saat kita bertemu . Banyak hal manis yang almarhum lakukan padaku meski hubungan yang kami jalin hanya berlangsung satu tahun lamanya . Semenjak kabar perselingkuhannya saat hubungan kami jauh , membuatku tak dapat memaafkannya , walaupun setelah kematiannya aku tau bahwa ia melakukan itu akibat Arlindita mencoba masuk dalam kehidupannya lagi , memicu munculnya trauma dalam dirinya kembali. Tetap saja aku tak bisa memberi ruang dihatiku untuknya kembali .
Aku mengambil sebuah gembor yang ada di ujung rak . Ku lihat kedalam terlihat masih ada air didalamnya . Aku berfikir untuk menyiram tanaman itu satu persatu , meski malam semakin larut . Satu persatu tanganku bergerak menyiramkan air dari pot satu ke pot yang lainnya . Tangis mulai tak terbendung , mataku terasa basah . Perlahan air mata mengalir saat tangan ku berhenti di pot yang bertuliskan : Semangat , aku yakin kamu bisa menyelesaikan semua dengan nilai terbaik ! . Ku lanjutkan menyiram hingga pot terakhir . "Dit , hari ini kubatalkan pernikahanku ... apakah menurutmu keputusanku ini benar ?" . Aku bergumam . "Apa kali ini aku bisa menyelesaikannya dengan nilai terbaik seperti tes maupun ulangan masa lalu ya , Dit ?" .
Angin berhembus sedikit lebih kencang . Angin itu melisik memasuki rongga telingaku seperti berbisik . "Kau pasti bisa , Gia !" . Ku putar bola mataku ke sekeliling balkon mencari darimana asal suara tersebut . "Dit !" . Ku coba memastikan . "Dito ... Dit , itu kamu ?" . Tanyaku mencoba memastikan . "Pejamkan matamu !" . Hembusan angin kembali mengelitik telinga dengan nada suara yang sama .
"Pejamkan matamu , Gia !"
"Rasakan hembusan angin dan kau akan tau "
"Dit ... kamu disitu ?" . aku mencoba mengikuti sebuah bayangan cahaya dengan mata tertutup .
"Kemari akan ku tunjukan sesuatu !"
"Dit ... dit .. Aku harus kemana Dito .." . Aku tak mengira suaraku terlampau keras . Aku mendengar ada suara lain yang meneriakkan namaku . Tak lama ada sesorang yang memelukku dengan kedua tangannya dari belakang . "GIA ... GIA SADAR ! JANGAN LONCAT !" . Suara itu membuatku terperanjat . Aku segera membuka mata , ternyata aku sudah berada diatas pembatas balkon yang jika salah melangkah mungkin aku sudah tersungkur kebawah . "Ram , tolong bawa aku turun " . Rama segera menarikku perlahan turun . "Apa yang kau pikirkan , sayang ?" . Tanya lelaki itu khawatir .
"Emm ... tidak aku hanya tidur sambil berjalan sepertinya " . Aku mencoba berdalih .
"Kamu yakin ? aku denger kamu panggil nama Dito tadi " .
"Enggak kamu salah denger mungkin " .
"Ya sudah kamu tidur ! aku juga mau istirahat , Gia "
"Iya Ram , selamat malam "
"malam "
***
Sementara itu Arlindita sudah sampai di Semarang . Ia menginap di sebuah hotel semabari menyusun rencana selanjutnya agar pernikahan tak berlanjung . Perempuan sakit jiwa itu membawa satu kertas karton besar yang ia gunakan untuk menyusun setiap rencananya. Seperti seorang mata-mata ia mengumpulkan beberapa foto dari gedung resepsi hingga rumahku . Arlindita berusaha untuk menghancurkan acara pernikahan dari awal .
Karton besar itu seperti denah tetapi setiap rutenya terdapat jebakan . Diawali dari rumah mempelai yang tak lain merupakan rumahku . Arlin berencana menebarkankan paku didepan gerbang agar mobil yang keluar dari rumah mengalami kebocoran ban . Dibeberapa persimpangan Arlin juga menyebarkan paku . Tidak hanya itu ada beberapa petasan yang dipasang direl gerbang . Tujuan dari pemasangan tersebut adalah agar terjadi gesekan besi gerbang dengan petasan akan menyalakan petasan dan menghalangi keberangkatan pengantin . Sementara di gedung resepsi ia menyabotase beberapa kabel listrik untuk menghambat acara pernikahan . Dalam mencapai semua rencananya , dirinya dibantu beberapa orang . Arlindita sengaja memberi bayaran mahal orang suruhannya agar rencananya berjalan sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Arlindita memang perempuan gila , namun dirinya masih belum berani untuk membunuh orang . Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat dirinya dapat membunuh targetnya . Dari rencana yang disusunnya kebanyakan ia hanya berani mencelakai , menakuti hingga membuat trauma targetnya . Seperti teror mayat kelinci dan kain kafan , tujuannya terlihat jelas untuk menakut-nakuti target . Perempuan itu tak akan berhenti hingga tujuannya tercapai .