Setelah pertemuan pertama tersebut, kami semakin intens berkomunikasi. Ternyata dia pribadi yang menyenangkan.
"Gimana Rick, sukses ketemuannya waktu itu?" tanya Brandon suatu sore.
Aku hanya tersenyum sambil mengacungkan jempol.
"Wah ... mantap, good job. Udah kamu tembak belum?"
"Ya belumlah ...gila aja, baru juga seminggu kenalan, masa langsung ditembak," jawabku sedikit protes.
"Lho kenapa memangnya, aku baru dua hari langsung jadian," ucapnya seolah-olah bangga dengan yang ia lakukan.
"Iya deh iya, tapi itu kan kamu. Aku gak mau terburu-buru. Aku mau memastikan diri dan membuat dia nyaman dulu, kalau sudah ... baru deh," sanggahku.
"Ya terserah kamu sih, aku kan cuma menyarankan."
"Oke, oke. Oh ya, ngomong-ngomong kamu tahu tempat wisata yang view-nya cakep tapi yang dekat aja?" tanyaku.
"Banyak, itu ada bukit yang sedang viral, dekat itu, gak sampai setengah jam. Murah lagi tiket masuknya. Mau kesana?"
"Gak juga sih, aku lagi cari tempat tempat buat jalan sama Ayu," jawabku.
"Oh ... so sweet, tenang, sahabatmu ini siap membantu. Di Semarang ini banyak spot-spot yang view-nya cakep," timpalnya bersemangat.
"Terima kasih ya, sudah mendukungku. Aku juga belum tentu ketemu Ayu kalau gak ...."
"Udah, santai saja,"
"Ya sudah, eh katanya kamu mau kasih film ke aku, kamu bawa?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Ada nih, filmnya keren banget, nanti coba nonton deh," jelasnya seraya mengambil flashdisk. Selanjutnya kami pun menghabiskan waktu dengan menonton dan mengulas film tersebut.
*****
Setelah hampir satu bulan chattingan, aku pun berniat mengajak jalan-jalan. Dari rekomendasi Brandon waktu itu, aku mengajaknya ke Brown Canyon.
[Boleh juga tuh, nanti kita atur waktunya] jawabnya.
[Oke deh, fix ya. Minggu depan ketemuan, Mas tunggu di tempat kemarin] tukasku mengakhiri rencana pertemuan kami.
"Asyik, minggu depan ketemuan lagi, Mas sudah kangen, Yu!" seruku senang.
Hari yang ditunggu pun tiba. Setelah bersiap, aku segera melajukan motorku ke tempat ketemuan. Ternyata disana sudah ada Ayu.
"Hai Yu, lama ya nunggunya, maaf ya?" sapaku sambil meminta maaf.
"Hai Mas, aku juga baru sampai kok, ya udah yuk, langsung saja, udah kesiangan ini," pintanya. Kami pun bergegas menuju brown canyon.
Tak sampai setengah jam, kami tiba di sana.
"Wah, keren ya. Seperti di Grand Canyon !" serunya saat melihat tebing-tebing yang berdiri kokoh.
"Iya, ya bisa dibilang ini Grand Canyon nya Semarang. Hehehe. Yuk jalan-jalan dulu, sekalian foto-foto."
"Ayo, pantas saja tempat ini viral," jawab Ayu bersemangat.
Kami lantas berjalan menjelajahi tempat tersebut.
"Kamu suka ke tempat-tempat seperti ini ya, Mas?" tanyanya membuka obrolan.
"Iya, suka banget, kalau di Brown Canyon ini baru sekali ini."
"Sebelumnya kemana saja?" tanya Ayu antusias.
"Belum pernah kemana-mana, hehehe. Lha tidak ada barengannya kok. Kalau pergi sendirian ya gak seru," jelasku yang disambut gelak tawa Ayu. Tawa yang sama yang membiusku waktu itu.
"Ada apa, Mas. Kok diam saja?" tanyanya menyadarkan lamunanku.
"Eh, gak ada apa-apa kok. Yuk jalan lagi, atau mau foto-foto dulu, itu di dekat tebing itu sepertinya bagus," jawabku tergagap. Dia pun setuju untuk mengambil beberapa foto di lokasi yang aku tunjuk.
Setelah puas saling berganti mengambil foto, kami melanjutkan petualangan hari itu. Sambil jalan-jalan, kami saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Dari situ, aku tahu kalau dia punya banyak kesamaan denganku. Anganku segera melambung. Membayangkan kalau dia adalah istriku.
'Apaan sih ini, baru juga kenal. Udah membayangkan yang tidak-tidak' batinku bimbang.
"Wah, ternyata kita banyak kesamaan, ya?" tanyaku saat kami beristirahat.
"Hehehe, iya juga ya, jangan-jangan ...."
Deg ... jantungku serasa berhenti mendengar ucapannya. 'Duh Gusti, apa ini tanda dari- Mu'
"jangan-jangan kamu stalking aku," lanjutnya yang langsung membuatku lega. Aku hanya tertawa getir.
"Hehehe, bisa aja kamu ini. Gak mungkin lah itu. Ya sudah, kita pulang yuk. Sudah sore nih," ajakku saat melihat jam menunjukkan pukul 14:30.
"Wah, gak terasa ya. Ya sudah, terima kasih ya sudah bawa ke tempat ini. Terima kasih juga untuk ilmu fotografinya, next time hunting bareng ya, Mas," pamitnya.
*****
Hari berganti hari, kurasakan bahwa kami semakin cocok. Aku pun semakin yakin kalau Ayu adalah jodohku.
"Yakin dia jodoh kamu?" tanya Brandon saat kuceritakan perasaanku pada Ayu. Aku pun menjawab dengan mantap.
"Setidaknya itu menurut yang aku baca sih. Aku merasa nyaman saat bersamanya. Sebelumnya aku gak pernah senyaman ini dengan orang baru, kami juga banyak kesamaan, dan masih banyak lagi lah," jelasku sedikit ragu.
"Ini saran aja, ya. Kalau sudah yakin seperti itu, lebih baik segera kamu ungkapkan, kalau bisa sih langsung dilamar ...."
"What, gila ya kamu, kan aku sudah bilang waktu itu, pengen buat dia nyaman dulu. Lagipula kenapa sih buru-buru nikah?!" potongku tegas. Entah kenapa sahabatku ini selalu saja seperti itu, pengen cepat-cepat menikah.
"Santai, bro. Katanya tadi sudah yakin, kalau memang sudah yakin, jangan ditunda-tunda. Minimal kamu tembak dulu, setidaknya dia tahu perasaanmu," jelasnya.
"Tapi aku belum siap, masih belum yakin banget. Bagaimana kalau nanti ...."
"Woo ... dasar plin-plan, tadi bilangnya sudah yakin, sekarang bilang belum siap, ku timpuk mendoan nih!" teriaknya gemas.
"Bukan seperti itu maksudku. Dari apa yang dia lakukan padaku dan apa yang aku rasakan, aku yakin dia jodohku, tapi untuk mengatakannya aku masih belum siap."
Brandon menghembuskan napas dengan kasar, untuk beberapa saat situasi menjadi hening.
"Dah sekarang begini saja, kalau kamu belum siap atau katakanlah kamu belum terlalu yakin, coba kamu sholat istikharah. Minta petunjuk dari-Nya," sarannya kemudian.
Mendengar sarannya, aku hanya manggut-manggut.
"Oh gitu ya, oke deh. Thanks buat sarannya," ucapku kemudian.
"Iya, Insya Allah kalau memang dia adalah jodohmu, akan ada jalan untukmu mengungkapkan. Good luck, ya. Aku pulang dulu, ada urusan mendadak nih."
Setelah mendengar saran Brandon, aku mencoba melakukan saran tersebut. Setelah beberapa hari, aku merasa mantap kalau dia memang jodohku. Aku pun bersiap mengutarakan perasaanku.
Aku pun berencana mengajaknya ke Kota Lama, sekalian hunting foto di tempat tersebut. Dia setuju, kali ini kami sepakat untuk bertemu langsung di Kota Lama. Aku tak sabar menunggu hari itu tiba. Namun saat tiba, aku harus menahan keinginan karena dia datang bersama adiknya.
"Maaf aku gak bilang sebelumnya," pintanya seolah tahu kekecewaanku.
"Kenapa harus minta maaf, kita disini kan untuk hunting foto, kalau ada adikmu kan malah lebih seru, nanti bergantian jadi model."
"kenalkan, saya Ricky," lanjutku memperkenalkan diri.
"Maya," jawabnya singkat menyambut uluran tanganku.
"Oke, kita langsung saja eksplor tempat ini. Kalau ada objek yang mau difoto bilang, ya!".
Akhirnya kami bertiga tenggelam dalam keseruan foto-foto. Maya tampak lebih luwes menjadi model. Tak terasa sudah hampir satu jam kami berkeliling. Lelah berburu foto, kami pun istirahat sejenak di sebuah cafe yang ada di kawasan Kota Lama.
"Kamu ikut modelling ya, dik?" tanyaku pada Maya.
"Gak pernah, kenapa memangnya?"
"Kamu tadi luwes banget jadi model, langsung bisa pose yang pas," jelasku
"Dia itu sadar kamera, Mas. Sejak kecil memang senang difoto, ada aja posenya," jelas Ayu mewakili adiknya.
Aku tersenyum mendengarnya. "Ada bakat jadi model dia, kapan-kapan kita hunting bareng lagi ya."
Hari beranjak petang. Kami pun memutuskan pulang. Sepanjang perjalanan pulang, perasaanku sangat bahagia. Kekecewaan yang sempat aku rasakan tadi akhirnya berganti menjadi syukur. Setidaknya ada yang bisa aku dekati untuk lebih mengenal Ayu.
"Terima kasih Ya Allah, untuk hari terindah ini, dan terima kasih Kau pertemukan dengan adiknya," ucapku menutup hari.